Aku duduk menyendiri di sebuah taman yang sepi. Ya, sepi karena hanya orang-orang tertentu yang diperbolehkan datang kemari. Tempat ini bukan tempat umum yang bebas didatangi oleh siapa pun, melainkan milik seseorang yang sangat berarti untukku.
Aku memejamkan mata saat angin menerpaku, membuat rambutku terurai ke belakang. Tanganku semakin erat memeluk buket bunga lily yang ada di pangkuanku. Dalam setiap hembusan angin yang menerpa wajahku, dapat kurasakan sebuah kerinduan yang amat dalam, persis seperti kata-katanya dulu bahwa setiap angin yang berhembus padaku, mewakilinya mengatakan jika dia merindukanku. Perkataannya itu bagaikan mantra untukku, maka, jangan heran jika aku sangat suka menikmati hembusan angin, karena dengan begitu aku bisa mengenangnya.
Mataku kembali terbuka begitu terpaan angin mulai menghilang. Kini netraku menatap lurus ke depan, sebuah danau buatan yang begitu indah, airnya yang jernih kebiru-biruan nampak tenang tanpa riak sedikit pun.
Lantas aku berdiri dan mulai berjalan santai menyusuri tempat ini ditemani udara sejuk dan kicauan burung. Langkahku terhenti tepat di depan gundukan tanah yang sudah dipenuhi oleh rumput gajah. Seketika perhatianku tertuju pada buket bunga lily baru yang tergeletak di depan nisan, lagi-lagi ada orang yang mendahului kedatanganku. Sejak bulan lalu aku dibuat penasaran oleh orang yang menaruh buket bunga lily selain diriku, karena yang aku tahu semua keluarganya sudah pindah ke luar negeri, dan hanya aku yang mempunyai kunci gerbang tempat ini, lantas bagaimana cara dia masuk dan menaruh buket itu di sini?