"Pak, tunggu!"
Nara menghentikan gerak Pak Asep sesaat pria setengah abad itu menutup gerbang sekolah. "Pak izinkan saya masuk, ya."
Nampak, semua siswa berhasil lolos masuk sekolah. Kecuali dirinya. Nara menatap jam di lengannya kemudian. "Cuma telat lima menit, kok."
Pak Asep, satpam yang puluhan tahun mengabdi di sekolah ini membenarkan kacamatanya, menatap lurus Nara. "Kamu lagi... Kamu lagi." Gelengnya. "Rumahmu emang dimana? Kenapa setiap hari selalu datang terlambat?"
"Dekat dari sini kok, Pak. Pak kalau kita ngobrol sekarang, saya bisa lebih telat lagi buat datang ke kelas."
Pak Asep menggeleng sambil membuka gerbangnya lagi. "Ya sudah, ayo masuk!"
"Terima kasih banyak, Pak!" Seru Nara mengayuh sepedanya menuju area parkir. Ia mengunci sepedanya dan berlari menuju kelasnya.
Nara tidak ingin terlambat dan mendapat hukuman guru, meski keterlambatannya nyaris telah menjadi tradisi buruk baginya. Tapi, sungguh. Ini di luar dari keinginan dirinya.
Saat menelusuri setiap koridor kelas, Nara tiba di ambang pintu. Semua teman-temannya yang duduk di tempat masing-masing, menoleh menatap dirinya dan suasana kelas menjadi sangat hening dan memancing sang guru ikut mendapatinya.
Ibu Ratna, guru bahasa Indonesia sekaligus wali kelasnya, menatap Nara dengan ekspresi yang tidak terlalu senang.
Wanita berusia tiga puluh lima tahun itu kembali memandangi muridnya. "Perhatikan semuanya...! Kalian pahami dulu materi yang saya kirim di grup WA tadi." Katanya dengan suara lantang. "Nanti saya akan kembali. Ingat! Jangan ada yang keluar kelas dan ribut selain mendiskusikan materi. Paham semua?"
Semua murid menjawab 'paham' dengan serentak. Memancing, Bu Ratna beranjak keluar kelas dan meminta Nara mengikutinya.
Mereka berdua pergi menjauh dari kelas. Bu Ratna meminta Nara terduduk bersamanya di sebuah kursi yang berada di setiap pinggir koridor kemudian.
"Inara Ilma Kirania. Kenapa kamu selalu saja datang terlambat ke sekolah?"
Nara tertunduk.
Bu Ratna menghembuskan nafasnya. "Nara, kamu tahu? Setiap pembahasan isi rapat guru... Kami selalu mendiskusikan banyak sekali tentang perkembangan belajar kamu. Saya sampai malu menjadi wali kelas kamu tahu, gak?!"
"Sa-Saya minta maaf, Bu. Saya terlambat karena saya..."
"Membantu Ibu kamu bekerja?" Sela Bu Ratna. "Rasanya gak mungkin sekali, ya... Membiarkan anaknya menggantikan pekerjaan orangtuanya sampai meninggalkan kewajibannya sebagai seorang anak yang masih harus mengenyam pendidikan di sekolah."
Nara tertelan.
"Walau bagaimanapun, kamu harus lebih disiplin dalam mengatur waktu, Nara." Sambung Bu Ratna. "Kamu itu siswa yang pintar sebenarnya. Tapi keterlambatan kamu ke sekolah akan mempengaruhi ke aspek penilaian lainnya. Bisa-bisa kamu gak naik kelas, lho! Karena kehadiran itu nomor satu. Keterlambatan jadi poin utama buat kamu juga."
"Sa-Saya sungguh minta maaf, Bu."
Bu Ratna menghembuskan nafasnya dan beranjak. "Maaf kalau tidak ada perubahan, percuma." Katanya. "Harap kamu bisa berubah, Nara. Jangan buat saya kecewa. Sekarang, kamu masuk ke kelas."
Nara mengangguk, merasa sedikit lega karena tidak mendapat hukuman. Meski begitu, ia merasa mengutuk dirinya sendiri. Ia memandang Bu Ratna dengan mata yang sedikit basah merasa bersalah karena telah membuat wanita itu lagi-lagi kecewa. "Terima kasih, Bu." Katanya dengan suara pelan.
Bu Ratna memandang Nara dengan mata yang lembut, kemudian mengangguk.
"Bu Ratna." Sapa seseorang membuat keduanya saling menoleh mendapati Bu Marta, alias kepsek di sekolah ini bersama seorang lelaki yang menjadi pusat perhatian Nara sekarang.
Ya. Lelaki itu sama-sama mendapat Nara. Lelaki yang sempat menabrak dirinya tadi pagi. Lelaki itu kemudian merunduk menatap kaki Luna yang terluka oleh darah yang nampak sudah mengering.
"Nara."
"I-Iya, Bu?"
"Kamu segera masuk ke kelas." Perintah Bu Ratna.
Nara mengangguk. "Ba-Baik Bu. Sa-Saya permisi."
Nara berbalik dan segera berdiri masuk ke dalam kelas. Sementara, lelaki itu masih menangkap bayangnya...
"Bu Ratna. Kita kedatangan siswa baru pindahan SMK dari Jakarta." Kata Bu Marta, memancing lelaki itu menatap Bu Ratna dengan senyuman. "Saya putuskan untuk masuk ke kelas Bu Ratna."
Bu Ratna mengangguk. "Siap, Bu Marta. Dengan senang hati."
"Kamu sudah bisa masuk kelas bersama Bu Ratna sekarang, ya." Ucap Bu Marta membuat lelaki berambut sedikit ikal itu
mengangguk dan mulai berjalan, membuntuti Bu Ratna masuk ke dalam kelas.
Sementara, lagi dan lagi kelas yang riuh tanpa guru, mendadak hening saat Bu Ratna masuk dengan kehadiran murid baru yang membuat mata mereka tertuju pada sosok lelaki yang mematung di depan kelas.
Begitu juga dengan Nara. Usai lelaki itu membaurkan pandangannya menatap satu per satu murid yang ada di dalam ruangan sepuluh meter itu, bola mata coklatnya lalu terkunci kepada Nara yang mungkin sedari tadi sibuk memperhatikannya. Lantas, keduanya saling menatap cukup lama.
"Baik anak-anak. Hari ini kita kedatangan murid baru pindahan dari Jakarta." Ucap Bu Ratna mengejutkan. "Silahkan kenalkan diri kamu!"