Langit sore nampak gelap, sepertinya hujan akan segera turun. Para siswa berhamburan keluar kelas usai jam pelajaran hari ini selesai tepat pada pukul tiga sore.
Begitupun dengan Nara. Langkahnya segera berjalan menuju area parkir, dimana sepedanya ia simpan disana.
Saat berjalan menuju area parkir, Nara merasa sedikit lega karena hari ini telah berakhir. Ia tidak perlu lagi menghadapi Erisa dan keempat temannya yang selalu membuat dirinya merasa tak nyaman. Namun, bak keluar dari kandang macan masuk ke kandang singa. Langkah Nara terhenti saat mendapati sepedanya tengah di mainkan oleh anak lelaki di sana. Sialnya, Ia tak menyadari bahwa tadi pagi sepedanya terparkir dekat dengan sepeda motor teman-temannya Langit.
"Sssssst. Pemiliknya dateng, tuh!" Ujar Rio mendelik Nara yang semakin dekat.
Langit dan kawan-kawannya, termasuk Bayu yang menaiki sepedanya itu menoleh ke arah Nara.
"Eh, lo. Akhirnya dateng juga. Lama banget si keluar dari kelas!" Sapa Langit turun dari motornya saat Ia asyik mengobrol bersama keempat temannya itu.
Nara merasa tidak nyaman dengan situasi ini. Ia tidak suka berada di dekat Langit dan teman-temannya, karena mereka selalu membuatnya merasa tidak nyaman sama seperti Erisa yang mendadak muncul dari belakang. Hal itu membuat Nara semakin tak berdaya.
Nara berusaha untuk tetap tenang dan tidak menunjukkan rasa takutnya. "Sa-Saya hanya ingin mengambil sepeda saya." Katanya dengan pelan.
Reyvan menoleh. "Oh. Sepeda lo? Di pinjem Bayu bentar. Gak apa-apa, kan? Jangan pelit-pelit... Ntar rejeki lo dari Langit gak ngalir lagi." Celetuknya membuat mereka tertawa renyah.
"Lo pikir lo bisa mengambilnya begitu saja?" Langit menatap Nara. "Lo tahu kan, Nara. Lo itu harusnya lebih berhati-hati sama barang-barang berharga lo. Lo gak mau kehilangan sesuatu yang berharga, kan?"
Nara merasa terancam dengan kata-kata Langit.
"Sayang..." Lirih Erisa. "Dia itu pasti sengaja parkirin sepedanya di dekat motor-motor teman kamu supaya bisa curi perhatian kamu."
Langit mendesis memandang Nara lekat. "Lo suka sama gue?"
Nara menggeleng. "Saya hanya ingin sepeda saya kembali. Tolong beri saya pulang."
Langit bergerak mendekati Nara yang semakin menangkap wajah Nara hingga keduanya saling mengunci pandangan. Merasa khawatir, Erisa ikut beranjak sambil memegang lengan Langit dalam rangkulan. "Gak apa-apa lo suka sama gue. Tapi ya... Heran juga, lo emang gak sadar diri? Lo itu cuma..."
Langit sejenak berpaling menatap langit yang sudah sangat gelap dan membaurkan angin pertanda hujan akan segera turun. Detik berikutnya, Ia kembali menatap Nara yang ternyata sedari tadi mengunci wajahnya dengan tatapan menyedihkan. Langit tertawa terkekeh kemudian. "Lo tahu kan... Lo siapa?"
"Sayang. Aku cuma khawatir kalau kamu nanti suka juga sama dia. Kenapa gak pecat aja Ibunya dari rumah kamu." Ungkap Erisa. "Supaya dia gak ada kesempatan buat ketemu kamu di rumah."
Nara membulatkan bola matanya.
Langit mendesis memandang Nara dari atas kepala hingga ujung kaki. "Gaklah, sayang. Aku juga sadar diri. Cuma kamu yang aku cintai. Apalagi di banding dia. Gak ada nilai jualnya!"
Langit kemudian berpaling menatap Bayu. "Bay, sepedanya!"
"Siap, bos!" Bayu bergerak sambil melemparkan sepedanya ke arah Nara.
"Jangan di lempar, napa!" Protes Langit. "Sepeda mahal nyokap gue yang beli, ini!"
Bayu menggaruk-garuk kepala yang tak terasa gatal. "Sorry, bro... Gemes aja gitu, gue... Kepengen lempar dia pake sesuatu. Hehe! "
Nara tertelan. Ia merasa terhina dengan kata-kata Langit dan Bayu. Ia merasa seperti tidak berharga sama sekali di mata mereka. Siswa lain yang melihatnya, mereka hanya menonton. Terkecuali Arga dan kedua teman barunya yang sengaja bersembunyi mengamati situasi yang terjadi antara Langit dan Nara.
Nara segera menaiki sepedanya, berusaha untuk tetap tenang. Kemudian ia berbalik dan berharap bisa segera meninggalkan tempat itu dan tak ingin menghadapi mereka lagi.
"JANGAN LUPA HARI INI MASAK YANG ENAK! BERSIHIN KAMAR GUE, JUGA!" Pekik Langit memandang Nara yang semakin menjauh. "JANGAN SAMPAI GUE BAYAR MAHAL LO SAMA NYOKAP LO SIA-SIA!"
Langit dan teman-temannya tertawa renyah. "Seru banget buat dia ketakutan kayak tadi!"