Aku menemukan diriku tertidur, satu selimut bersamamu.
Aku masih ingat, bagaimana semalam kau mencium bibirku tiada henti. Kamu menggigit leherku, meremas dadaku, dan membuatku merasa tak kuasa menghentikan apa yang sedang terjadi.
Kita lupa, bagaimana kita tiba-tiba saja berdekatan di depan televisi. Sementara di luar hujan begitu deras, suatanya masuk menembus jendela.
Nyeri, dan geli, nikmat dan menggetarkan aku rasakan mengalir dari pucuk dadaku, menjalar ke seluruh tubuhku, menuju kepalaku yang seperti ditusuk ribuan jarum, ketika kau menyentuh dadaku dengan bibirmu. Hangat, basah dan lembab. Aku melenguh seperti anak sapi yang kehausan.
Aku merasakan diriku basah. Keringatku membasahi leher dan punggung. Dan celah antara kedua kakiku basah, lembab dan hangat. Sebuah sungai seperti mengalir rasanya. Menggetarkan tubuhku, membuat aku tak bisa mengingat apa apa. Aku hanya mengingatmu, melihat wajahmu yang bersemu merah dekat sekali dengan wajahku.
Lalu aku membalasmu. Kubalik posisi. Aku menciummu bertubi-tubi. Mendaratkan bibirku di bibirmu, lehermu, dadamu, perutmu, terus sampai ke bawah. Aku memegang bagian tubuhmu yang tak kuasa kau biarkan tegang, keras, seperi tombak yang siap melesat ke udara.