ARINA dan Pangeran Edric: Petualangan panjang mempertahankan cinta di tengah badai perjuangan dan pemberontakan

aliakatarina
Chapter #8

Misteri Mimpi yang Terus Menghantui

Di sebuah kamar yang sederhana namun nyaman, Remi sedang berbaring di atas tempat tidurnya. Meskipun matanya tertutup, wajahnya tidak menunjukkan ketenangan. Dahinya berkerut dalam, seolah sedang berusaha keras melawan sesuatu dalam mimpinya. Sesekali, bibirnya bergerak-gerak menggumamkan kata-kata yang tak jelas.

Tubuhnya sering kali bergerak resah, kakinya menendang-nendang selimut yang menutupi dirinya. Tangan Remi, yang satu terkepal erat sementara yang lain menggenggam erat-erat bantal di bawah kepalanya, mencerminkan ketegangan yang tidak bisa ia lepaskan bahkan dalam tidurnya. Napasnya terdengar tidak beraturan, kadang-kadang terengah-engah seperti orang yang sedang berlari, kadang-kadang tersendat seperti sedang menahan ketakutan yang mendalam.

Di sudut kamar, lampu malam yang redup menerangi bayang-bayang di wajah Remi. Meskipun lampu memberikan sedikit cahaya yang menenangkan, bayangan di wajahnya justru memperlihatkan kontras antara ketenangan yang diinginkan dan kecemasan yang dirasakan. Keringat membasahi pelipis dan lehernya, menetes perlahan ke bantal, tanda bahwa tubuhnya sedang berusaha keras menghadapi sesuatu yang mengerikan di alam bawah sadarnya.

Sejurus kemudian Remi terbangun dengan keringat dingin membasahi tubuhnya.

“Mimpi aneh itu lagi,” lirih Remi dengan napas yang terengah-engah dan tampak sangat lelah.

Pagi itu, Remi merasa sangat lelah, seakan-akan ia telah terjaga sepanjang malam.

Dengan langkah berat, ia pergi ke dapur untuk menyeduh secangkir kopi. Sambil menunggu kopi siap, pikirannya melayang kembali ke mimpi itu.

“Sudah berapa hari ini, aku memimpikan hal yang sama. Seolah kejadian itu benar-benar terjadi, dan Arina selalu ada dalam mimpiku. Apa ini sebenarnya?” ucapnya pada diri sendiri.

Tiga hari berlalu sejak perpisahannya dengan Arina. Namun, semenjak itu Remi terus bermimpi kejadian masa lalunya. Seolah Remi benar-benar mengalaminya, membuatnya tidak pernah tenang dalam tidur.

Ada rasa kesal, bersalah, marah, sekaligus penasaran. Apa yang diperbuat Arina padanya? Apakah Arina orang sinting yang menguasai ilmu pelet? Tidak mungkin, zaman secanggih ini, Remi tidak percaya pada klenik. Ia tahu Arina gadis yang baik, bahkan terlalu baik baginya. Apalagi mengingat kejadian yang mereka alami bersama. Itu bukan cinta sesaat, cinta semalam yang akan berakhir begitu saja. Ada yang istimewa dari gadis itu, namun ada yang ganjil.

Remi masih ingat, selain bayangan Arina, cincin yang ia tunjukkan waktu itu juga hadir selalu di mimpinya. Seolah benda bertuah yang ingin menyampaikan sesuatu.

Remi kian resah. Kopi yang ia buat belum cukup membuat hatinya tenang dan badannya lebih santai.

***

Hari itu, di kantor, Remi tidak bisa berkonsentrasi. Pikiran tentang Arina dan mimpinya terus menghantui. Saat jam makan siang, Dimas teman dekatnya, mendekati Remi untuk bertanya tentang kondisi Remi yang tampak tidak baik-baik saja semenjak dinas luar kotanya.

“Remi, kau ada masalah? Kau tampak kacau beberapa hari ini,” tanya Dimas penasaran. Remi menatap wajah Dimas dengan helaan napas yang panjang.

"Sepertinya begitu," jawab Remi lemas sambil menyesap kopi di pantry. Dimas menatapnya dengan prihatin.

"Masalah apa, Rem? Jangan sampai urusan kerjaan jadi terbengkalai karena kau terlalu memikirkan masalah lain," ucap Dimas memperingatkan. Remi terdiam cukup lama, namun perasaan tidak tenangnya membuatnya memilih untuk menceritakan yang dialaminya pada Dimas.

"Aku terus-menerus bermimpi tentang kejadian masa perang. Dalam mimpiku, ada seorang wanita yang bilang bahwa aku adalah seorang pangeran yang harus bertanggung jawab. Awalnya aku hanya berpikir jika itu adalah ingatan sebuah film yang pernah aku tonton. Tapi setiap malam, mimpi itu semakin nyata. Seolah aku benar-benar ada di sana,” cerita Remi dengan suara penuh kebingungan.

Dinas tersenyum. Ia tahu kadang ada banyak hal tak masuk akal, tapi ia tahu Remi bukan tipe orang sinting yang suka melantur. Dimas terdiam sejenak, lalu menatap Remi dengan serius.

Lihat selengkapnya