Arjuna

leonheart
Chapter #2

Dendam

“Jangan panggil aku begitu, deh.” Arjuna menyisir rambutnya dengan jari.

“Suka tidak suka, Anda adalah pewarisnya.” Sawatari menjawab tanpa menoleh, berhenti, atau peduli akan reaksi remaja di belakangnya.

Kemudian Sawatari menempati sebuah kursi jati buaan Jepara peranti menerima tamu di beranda, Arjuna menempati kursi lainnya yang berselang satu meja bundar kecil. Keduanya sudah sama-sama coba berdamai dengan kehilangan yang baru menimpa empunya rumah besar itu.

“Surat wasiat Sensei akan dibacakan kepadamu sore ini, akan ada pengacara yang datang, dan dihadiri beberapa orang saksi.” Sawatari membuka omongan terlebih dahulu.

“Apa beliau masih punya anggota keluarga lain, Watari?” tanya Arjuna. Masih tampak tidak nyaman acapkali kata wasiat terlontar dari mulut pelayan gurunya itu.

“Aku bisa bilang bahwa kita adalah anggota keluarga yang beliau punya.” Sawatari Ouma menjawab dengan ketenangan yang khas dirinya. Lelaki paruh baya itu dapat melihat gundah di mata remaja yang mulai kemarin akan menjadi tuannya yang baru. Diamnya Arjuna juga menjadi pertanda yang jelas.

“Sudah saya duga.”

“Sederhananya, segala aset yang dimiliki Niskala Sensei di dalam naungan Ouma Gruop, beserta afiliasinya akan berpindah nama kepadamu, termasuk juga aset-aset yang tidak terkait secara langsung atau dimiliki bersama entitas bisnis lain. Untuk semua itu, aku telah dipercayakan untuk mengurus segalanya, orang-orang dari keluarga Ouma sebagaimana kakek-kaket buyut kami terdahulu, sampai hari di mana Anda siap menerima tanggung jawab itu secara langsung.”

Watari bisa melihat jika Arjuna tampak sama sekali tidak tertarik, dia mengela napas berat, ini sudah diperkirakan olehnya dan mendiang sang majikan beberapa bulan lalu. Ia tahu betapa kerasnya pilihan Arjuna sewaktu bersikap, juga betapa tidak pedulinya pemuda itu dengan uang, terlebih yang bukan miliknya.

“Apakah aku akan siap, entahlah ….”

“Tidak perlu khawatir untuk itu, pendidikan Anda terjamin hingga jenjang tertinggi, perguruan tinggi terbaik di dalam atau luar negeri, Anda bisa magang di salah satu cabang usaha untuk mempersiapkan diri nantinya.”

“Bukankah Sensei dulunya pernah memiliki seorang murid?”

“Anda lah yang beliau pilih sebagai pewarisnya, Bocchama!”

Arjuna memilih untuk tidak menjawab. Sepenuhnya karena dia sendiri tidak mengerti tetek-bengek perkara bisnis yang gurunya kini diwariskan kepadanya, hanya saja sudut matanya terpaku kepada benda panjang yang bersandar miring pada meja di antara mereka.

“Oh, benda itu. Itu juga akan jadi milik Anda, tetapi ini khusus milik Sensei yang tidak didaftarkan dalam inventaris kekayaan pribadinya. Ini warisan pribadi darinya kepadamu.”

Watari bisa menangkap ke mana arah ketertarikan di mata Arjuna, map yang urung disodorkannya untuk Arjuna bubuhkan paraf pun di letakkan di meja. Benda panjang berselubung sutra yang dibawanya kemudian diraih, dan diserahkan kepada Arjuna.

“Kami menamainya Murakumo, kakekku memesannya kepada seorang pengrajin katana terbaik di Jepang yang konon juga keturunan dari trah Muramasa. Murakumo ditempa dengan percampuran keris meteorit milik Niskala-sensei dan logam terbaik yang bisa kami dapatkan. Pedang ini dimaksudkan sebagai hadiah sekaligus karya seni yang menyempurnakan kecakapan seorang Aeternist, serta simbologi linimasa sang mendiang empunya.”

Watari bak menarasikan hal tersebut di latar, sementara Arjuna sibuk menyibak selimut sutra yang membungkus sebatang katana di tangannya.

Sarung pedangnya adalah eboni legam mengilat yang berlawanan warna dengan ukiran bersepuh emas tiga gugus-awan berimpit pada sebuah pusat berpola ala Mitsudomoe. Bilahnya melengkung keperakan sejernih cermin dipatri dengan huruf kanji yang dia tidak paham maknanya di dekat pangkal gagang, belitan kain gagangnya sehitam serupa sarung pedangnya dengan ujung dan lingkaran pelindung tangan yang juga bersepuh emas.

Lihat selengkapnya