Senja mulai meremang. Semburat merah saganya masih jelas terlihat. Kumpulan awan putih yang menjingga tergantung di cakrawala.
Di lereng bukit berbatu, menanti maghrib menjelang. Juna berdiri mematung. Melemparkan pandangan sejauh jangkauan. Mengumpulkan pundi-pundi udara lalu menjejalkannya ke dalam rongga dada.
Terngiang obrolan dengan ibu, siang tadi.
“Juna .…”
“Iya, Bu.”
“Boleh Ibu bicara sesuatu?” Wanita usia senja itu lembut menyentuh jemari anaknya.
“Tentu boleh, Ibu.” Ada semilir rasa menyelinap dalam sanubari. Sesuatu yang tak biasa.
“Maafkan Ibu yang tak bisa mencukupi kebutuhanmu. Kamu terpaksa bekerja keras demi kuliah.”
“Ibu jangan berkata seperti itu. Juna sudah dewasa. Bisa mandiri dan bekerja.”
Ibu tersenyum. Bahagia. Ia sangat bangga pada putranya itu.
“Ibu mohon, perjuangkan cita-citamu. Ibu sungguh ingin kamu jadi sarjana.”
“InsyaAllah, Bu. Mohon doa restunya saja.”