Ting!
Mata Juna sedang serius mengawasi mikroskop, saat ponsel di sebelah tangannya menyapa. Dia menggeser pandangan, melirik notifikasi di layar. Muncul nama seseorang di bilah pemberitahuan. Lalu melanjutkan kembali aktivitasnya. Tanpa menyentuh benda pipih itu. Lupakan, Juna. Abaikan.
"Ngapain dia chat? Mengganggu saja," respon otak kirinya menyambar tanpa permisi.
"Buka dulu, Jun. Siapa tahu ada sesuatu yang penting," sahut otak kanan. "Mungkin saja dia membawa angin bahagia? Atau ingin melukiskan pelangi di cakrawala hatimu? Eaaa!" Seperti biasa, lebay maksimal.
Sejatinya Juna sampai lelah menunggu nama itu muncul di ponselnya. Hampir tiga hari telunjuk itu tak pernah lepas dari area sidik jari ponsel. Entah berapa kodi kali ujung jari itu menyentuh pembuka kunci. Andai itu ponsel bisa protes, maka ia akan mengeluh lelah. Berulang kali disentuh, tapi tak melakukan aktivitas apapun.
Ragu-ragu Juna membuka ponselnya.
[Kak, punya waktu? Aku mau ngomong]
[Untuk apa? Aku sibuk.]
Hanya mengetikkan empat kata dan dua tanda baca. Namun entah berapa kali ketik hapus. Ujung-ujungnya, cancel. Juna menekan tombol kunci, meletakkannya kembali.