"Cie yang habis jadiaaaan."
"Gandeng tangannya dong, Jun."
"Pulang pergi tak sendiri lagi, nih?"
"Udah laku jok belakang motormu, Jun?"
"Wow, sang asdos terkeren akhirnya bisa jatuh cinta."
"Aku bahkan udah curiga aja, kamu lebih naksir bakteri daripada cewek, Jun."
Dan, kalimat sejenis terdengar hampir di tiap petak keramik yang Juna lalui. Mampir di koklea. Sayangnya, memilih diam di sana. Tak hendak berlalu. Dan entah kenapa, itu mengganggu. Juna tak nyaman.
"Kok gini ya Nu, rasanya punya pacar?" Pertanyaan Juna memecah pagi.
"Gini gimana maksud loe?" Wisnu yang sedang menikmati sarapan pecel Madiun-nya, menoleh.
"Yaaa, gini."
"Ampun deh, Jun. Kamu ini. Jangan bilang kalau baru sekali ini jatuh cinta."
Juna mengangguk. Wisnu menepuk kening.
"Dulu pernah, sih. Waktu SMA. Tapi hanya sepihak. Aku merasa tak pantas untuknya. Maka aku tahan."
"Itu! Udah bawaan orok, berarti."
"Cinta hanya membuat luka."
Tak sadar kalimat itu meluncur dari mulut Juna. Membuat Wisnu tersedak.
Uhuk!
Segera menenggak minum.