Andai boleh memilih, Kinanti ingin resign saja. Sungguh dia merasa sangat tertekan bekerja dengan Juna.
Ia sudah bekerja sebaik mungkin. Hasil yang secantik dia bisa. Dan yang jelas, Bos Reno puas. Tapi di mata Juna, selalu saja ada yang salah. Selalu saja ada yang kurang.
"Aku nggak mau tahu. Ubah proposal ini sesuai yang kusampaikan kemarin." Pagi belum bulat sempurna. Matahari bahkan masih berselimut kabut. Sedini itu Juna sudah menyengat. Membanting berkas yang disodorkan Kinan, meski tak terlalu kasar.
"Tapi, Pak. Bukankah Pak Reno menghendaki seperti yang saya buat?" Kinan memberanikan diri menyanggah. Tepatnya menghitung efektifitas pekerjaan.
"Sudah, ganti saja!" Juna tetap sekeras karang. "Kamu mau membantah?" Tanya Juna sambil menatap tajam. Tak sampai lima detik, ia menggeser bola mata. Menjauh dari kornea Kinan.
"Ti ... tidak, Pak." Kinan tak habis pikir dengan sikap Juna. "Baik, akan saya perbaiki." Buru-buru dia mengambil map warna biru muda itu. Secepat kilat berlalu, sebelum ia kenyang dimarahi.
Kinan membendung air bah di kelopak matanya. Rasanya tak sanggup lagi. Enam bulan berusaha beradaptasi. Menjadi bawahan Juna yang sangat patuh. Namun ....
Entah sebetulnya apa yang diharapkan Juna. Selalu saja dia temukan celah kekurangan dan kesalahan di pekerjaan Kinan. Terkadang, Juna mendadak berlaku sangat manis. Memuji hasil pekerjaan Kinan. Namun lebih banyak tanggapan dingin dan tak bersahabat darinya.
"Ris ..." Ragu-ragu Kinan bertanya pada Aris, tetangga mejanya.