Seperti menemukan dunia baru. Juna terbangun setelah ujian menderu. Seolah terlahir kembali. Ia tak ingin terus terpuruk dalam sesal diri.
Berusaha bangkit. Berpijak dari keburukan di masa lalu. Kini hadir sebagai Juna yang teramat lain. Maka semesta pun ikut menyambutnya.
Pagi ini begitu istimewa. Mentari menyapa lebih awal dari biasa. Tersenyum rekah memancarkan pesona. Lebih cerah dan bersahaja. Langit membiru bersih tanpa awan putih. Dedaunan menyapa ramah. Rerimbun bunga berseri indah.
"Selamat pagi, Pak Juna," sapa beberapa karyawan kantor yang berpapasan di koridor.
"Wa'alaikumussalam. Selamat pagi teman-teman." Jawaban Juna membuat salah tingkah. Mereka ber 'oh' dan 'eh'. Menjawab salam sambil menggaruk kepala yang tak gatal. Atau tetiba meluruskan letak jilbab yang sebetulnya sudah benar.
Senyum simpul yang akhirnya bisa mereka berikan. Lebih pada terpesona dan terkesima dengan perubahan pada diri Juna. Bahkan Reno pun menangkap hal itu.
"Weiis, ceria sekali kau hari ini, Jun."
"Alhamdulillah, Mas." Mereka sedang di pantry, pagi itu. Berdua saja. Menikmati teh hangat dan kue lapis legit.
"Aku ikut senang mendengar kemajuanmu, Jun."
"Kemajuan apa, Mas?"
"Kak Raihan yang cerita. Juga Kak Rama. Tentang kesehatanmu. Lahir dan batin." Senyum Reno melukiskan isi hatinya.
"Iya, Mas. Sekarang terasa jauh lebih baik." Ada banyak hal yang kini Juna syukuri. "Mas Raihan begitu sabar membimbingku."