Pagi yang tenang, tak terusik. Mentari baru sepenggalah naik. Entah mengapa, sinarnya tak begitu terik.
Seminggu sudah Juna tergolek tak berdaya. Pertumbuhan glioblastoma sudah tak bisa diharapkan akan membaik. Kemungkinan operasi bedah otak sangat tipis memiliki peluang berhasil.
Kondisinya kian hari tak beranjak lebih baik. Justru sebaliknya. Semakin memburuk. Bahkan belum juga tersadar dari koma.
Semua mata tertuju pada sosok Juna. Sejak dini hari ia menampakkan progres yang menggembirakan. Dimulai dengan gerakan telunjuk. Meski sangat lemah.
Ustaz Raihan khusyu tilawah di emperan. Satria, entah berapa belas rekaat ia salat dhuha. Ibu tak henti-hentinya membisikkan kalimat tahlil di telinga Juna.
"Satria," kata ibu sedikit berteriak, lewat jendela kaca.
Satria yang sedang zikir, menoleh cepat. Ibu memberi kode agar mendekat. Menunjuk pemandangan yang kini terasa begitu indah.
Juna membuka mata.
"Alhamdulillah," seru Satria, mengomando yang lain untuk mendekat. Kinan tak ketinggalan. Ia yang sedari kemarin menunggu di samping Juna.