Langit gelap, tiupan angin malam kecang melewati jendela, dan suasana sepi. Gadis yang berdiri mengarah jendela itu sangat membutuhkan teman.
Agatha Marvellyn berdiri bersandar di pembatas jendela dengan memegang segelas kopi hangat. Ia memperhatikan bintang-bintang yang berkilauan. Suara dering ponsel bergema, ia meliriknya. Alvaro Zergan. Tak pikir lama Agatha mengangkatnya. “Halo” seorang pria bicara. Bukan suaranya Alvaro! “Iy?” keningnya berkerut dan jantungnya terkuak, seperti gadis sedang jatuh cinta. “Pacarnya Alvaro?” tanya pria tersebut. Gelas yang di pegangnya terjatuh. Ponsel pun ikut jatuh. “Ssttt,” jeritannya. Kakinya terasa sangat sakit.
***
“Al, lo lagi ngapain?” ucap Arkan, yang memegang segelas sirup. Alvaro yang sedang mencari sesuatu menoleh kearah Arkan “Lagi cari hp gue nih, lupa lagi, gue taruh dimana” memukul keningnya. “Makanya, kalo taruh hp tuh, jangan sebarangan, kebiasaan sih.” sindir Arkan sambil memukul pundaknya, Alvaro.
Alvaro balik mencari ponselnya. Seorang barista menghampiri Alvaro dan Arkan “Maaf, ini hpnya mas, bukan?” ucap barista sambil menyodorkan ponsel ke hadapan Alvaro. “Nah, ini nih hp gue, kok bisa sama lo?” sambil mengambil ponselnya. “Tadi ada di meja ujung sana, mas” ujar barista terang-terangan sambil menunjukkan ke arah tempatnya.
Arkan memukul pundaknya Alvaro “Udah, gak usah di pikirin, mending kita duduk disini,” sambil duduk, “nih buat lo.” lanjutnya sambil menyodorkan segelas sirup. Alvaro duduk.
Beberapa menit kemudian, Sarah—ibunda Arkan datang dan duduk di samping Alvaro sambil menatap Arkan “Kalian tidak pulang? sekarang udah jam sembilan, besok kalian harus sekolah kan?” suara Sarah—Ibunda Arkan terdengar tegas. Alvaro menatap tajam wanita itu, “Tan, tenang aja, kita kan ada alarm yang ampuh” Alvaro menyikut lengan Arkan “Iy kan?” lanjutnya sambil mengangkat alis dan menatap Arkan.
“Siapa?” ucap Sarah serius. Ia tak habis pikir kenapa anak-anaknya seperti ini. “Tante atau Mama, kalian berdua kan selalu jadi A—LA—RM terhanda kita.” ujarnya dan tertawa berbahak-bahak. Arkan pun ikut tersenyum. Memang Ibunda Arkan dan Mamanya Alvaro selalu membangunkan mereka walaupun dengan jarak jauh.
“Udah, kita pulang yuk, Al” Arkan berdiri dan mengambil kunci mobil di atas meja. “Pulang ya, Ma.” lanjutnya dan salam. Alvaro mengikuti sepupunya itu.
“Tante, Arkan pulang ya, besok Arkan mampir ke rumah tante.” ucapnya kepada Lisa—Mama Alvaro dan salam. “Lo mau ngapain kerumah nyokap?” tanya pria dibelakangnya.
“Udah ga usah banyak tanya, balik yuk, capek nih gue.” ujarnya terang-terangan yang sudah benar-benar capek dan lelah. Alvaro hanya mengangguk dan menuruti perkataan sepupunya itu.
***
Matahari terbit. Suara dering ponsel berhasil membangukan Arkan dari tidur, tangannya mencari-cari ponsel yang tak tau ada dimana. “Ya elah, mana lagi nih hpnya!” umpatnya kesal. Ia bangunkan badannya dan mencari-cari lagi hpnya, “Akhirnya ketemu juga” ucapnya bahagia.
“Halo” suara wanita dari dalam ponsel. “Iy, Ma. Aku udah bangun.” laporannya kepada Sarah. Telepon dimatikan. Arkan keluar kamar.
Arkan tinggal bersama Alvaro disebuah Apartement dekat sekolah. Mereka sudah memutuskan untuk tinggal mandiri, akan tetapi orang tua mereka harus mengirim uang bulanan.
“Bangun woi, udah jam 6, ntar lo telat.” suara Arkan, tegas dan nada yang tinggi membuat sepupunya terbangun. “Ya.”
Arkan bergegas mandi dan berpakaian rapi untuk berangkat sekolah. Ia pergi ke dapur, untuk membuat sandwich. “Pagi!” Arkan menoleh ke pintu kamar, melihat Alvaro sedang menggeliat “Udah jam berapa ini.”
“Ya elah, masih jam segini, ga usah ngomel kali, kek emak gue aja lo.” ucap Alvaro judes.
“Nih, udah gue siapin sarapan buat lo.”
“Thanks ya, lo berangkat duluan aja, gue mau jemput seseorang dulu.”
“Siapa?”
“Wanita cantik.” Alvaro masuk ke kamar mandi.
“Serah lo aja dah.”
***
Dua puluh menit kemudian, Alvaro berdiri di depan Apartement Agatha dan bersandar di motor merahnya, menunggu sang kekasih, Agatha.
“Selamat pagi, cantik.”
“Pagi.”
“Nih, biar aman aja.” menyodorkan sebuah helm.
Cowok itu naik ke motor ninja merah “Siap?”
“Iya.”
Alvaro mulai mengegas motornya. Untuk pertama kalinya Agatha berangkat dengan lelaki. Mereka melewati perumahan, jarak dari apartement Agatha ke sekolah memang tidak terlalu jauh. Biasanya kalau berangkat, Agatha naik angkot atau bus.
Kendaraan berhenti di parkiran SMA Douzen. Semua siswa yang berada di tempat itu melihat ke arah Alvaro dan Agatha. Terutama Laras, mantan Alvaro. “Sekarang, udah ada gantinya nih.” menatap Alvaro dan Agatha dengan sorot intimidatif, “Anak baru lagi.” lanjutnya dan membalikkan badannya, melangkah ke arah depan. “Dasar manusia!” desis Alvaro kesal.
Seorang wanita datang dari arah sebaliknya “Pagi Agatha. Cie yang udah punya co-wok.” sindir Valerie.
“Apaansi!” Agatha menoleh, melemparkan tatapan melotot supaya Valerie tidak bicara yang tidak-tidak.
Valerie merangkul Agatha. “Yuk, ke kelas.”