Arkian

Aisyah Wimpi
Chapter #8

Hari 7 : Hati Yang Menghangat

30 November 2019.

Fiona membuka pintu kamar Ata yang tidak dikunci. Sahabatnya itu masih tidur ketika Fiona memeriksa keadaannya. Setelah tahu jika Ata tidak mengalami demam, Fiona meninggalkan kamar Ata dan membiarkannya beristirahat.

Ia duduk di meja makan sambil menatap ponselnya. Tadi malam, ponselnya dipenuhi missed calls dari Gara. Setelah memastikan Ata telah tidur, Fiona baru mengangkat telepon dari Gara. Laki-laki itu terdengar sangat panik dan menanyakan keadaan Ata. Tanpa basa-basi, Fiona langsung menanyakan apa yang sebenarnya terjadi.

“Aku nggak sengaja narik tangan Ata, Fi,” jawab Gara lemas.

“Ya ampun, Ra! Kamu nggak seharusnya ngelakuin itu ke perempuan, apalagi Ata!”

Gara menjelaskan kekhawatirannya semalam, dan Fiona mengerti mengapa laki-laki itu mengkhawatirkan sahabatnya.

“Fi, boleh minta tolong?”

“Apa?”

“Nanti, bisa ketemu? Aku mau minta maaf ke Ata. Tapi pasti dia nggak mau ketemu aku sendirian.”

Fiona terdiam. Ia tidak tahu apakah itu ide yang bagus. Ia takut Ata tidak siap.

“Aku mau minta maaf, Fi. Dan ada yang mau aku jelasin ke Ata. Please,” pinta Gara. Fiona tidak memberikan jawaban dan langsung mematikan sambungan telepon. Ia masih akan mempertimbangkan permintaan Gara itu.

Tiba-tiba pintu kamar Ata terbuka. Fiona masih menyalakan ponselnya supaya Gara bisa mendengar langsung jawaban Ata.

“Pagi, Ta,” ucap Fiona sambil tersenyum lebar. Ata sudah terlihat jauh lebih baik dibanding semalam.

Ata melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 10.30. “Udah siang, Fi,” ujarnya sambil tersenyum ke arah Fiona. Fiona senang melihat sahabatnya itu bisa tersenyum.

“Sarapan dulu, Ta?”

“Aku minum susu aja.”

Dengan sigap Fiona langsung mengambil gelas lalu menuangkan susu coklat untuk Ata. Keduanya lalu mengobrol di meja makan tanpa sekalipun menyinggung kejadian tadi malam. Fiona tahu jika Ata tidak suka membahas kejadian itu kecuali Ata sendiri yang memulainya.

“Fi, tadi malam, makasih ya.”

“Kamu gimana, Ta? Udah ngerasa baikan?”

Ata mengangguk sambil tersenyum dan hal itu membuat Fiona merasa lega.

“Ta, ingat waktu semester 1 aku kabur dari rumah?”

Ata tertawa kecil. Ia tidak mungkin melupakan salah satu kenakalan sahabatnya itu. Saat itu Ata belum tinggal di rumah Fiona seperti sekarang. Fiona saat itu memaksa untuk tidur di kamar kost Ata karena tidak mau menemui orang tuanya yang mengunjungi rumahnya.

“Waktu kamu disuruh pindah jurusan terus kabur ke kostku dulu?”

“Iya! Yang itu!” Fiona ikut tertawa. “Sebelum kamu pindah ke sini, rumah ini sepi banget, Ta. Enggak ada yang bisa diajak ngobrol atau curhat. Ya makanya aku kabur ke kostmu haha.”

“Tapi, Ta, kamu ingat apa yang dulu kamu bilang ke aku?” suara Fiona terdengar serius.

“Emang dulu aku bilang apa?”

“Kamu bilang, kalau ada masalah kita nggak bisa selamanya lari. Pasti ada satu titik di mana kita harus berhenti dan berani hadapin masalah itu apapun yang terjadi, kan?” Fiona tersenyum sambil memegang pundak Ata.

Ata termenung. Ia belum bisa menerka ke mana arah pembicaraan Fiona.

Fiona menelan ludah sebelum berbicara. “Soal kemarin malam, kamu juga tahu kan kalau Gara nggak bermaksud buat nyakitin kamu?”

Ata terdiam. Ia tahu jika perkataan Fiona memang benar.

“Ta?” panggil Fiona.

“Kalau Gara mau minta maaf dan jelasin semuanya, kamu mau ketemu dia?” Ata belum memberikan jawaban, dan Fiona memang tidak ingin memaksa sahabatnya. "Tapi kalau kamu nggak mau juga nggak apa-apa kok."

Ata terdiam. Kedua matanya hanya menatap gelas kosong di depannya. Fiona melirik ke arah ponselnya, memastikan sambungan telepon itu masih belum terputus.

“Kapan, Fi?” tanya Ata setelah 3 menit mempertimbangkan tawaran Fiona.

“Sore ini mau? Nanti kita ke kafe dekat kampus aja. Sebentar aja,” ujar Fiona dengan mata berbinar.

Ata mengangguk. Ia harus mempersiapkan diri sebelum bertemu dengan orang yang sudah membuat traumanya kembali menghantuinya.

...

Lihat selengkapnya