ARSHERA

Ayu Setya Rini
Chapter #43

BAGIAN KE-EMPATPULUHDUA

"Woi! Kucing gila!" Ruah Arshel begitu kesal. Selama hampir 10 menit ia mondar-mandir tidak jelas mengelilingi taman hanya demi mencari Jung. Kebiasaan buruk kucingnya itu selalu saja membuat semua orang kesusahan. Malam ini ia benar-benar tidak bisa tidur tanpa mengetahui kemana Jung pergi.

Ngeong!

Sontak Arshel terhenti. Ia menoleh ke arah kanan-kirinya, hanya terdengar suara seekor kucing saja. Arshel mengusap tengkuk mengisyaratkan kebingungan itu semakin menjadi. "Lo di mana, sih, ah."

Ngeong!

Pandangan Arshel seketika tertarik pada sesuatu yang terlihat di bawah sebuah kursi besi taman itu, ia menghadapkan tubuhnya untuk menatap sesuatu itu dalam-dalam. Ia mengernyip menegaskan pandangannya. Apakah kucing itu Jung? Tapi siapa kucing di sampingnya? Arshel segera menghampiri Jung kemudian berhenti di depan kursi.

Ternyata benar Jung. Kucing itu mendekati sepatu Arshel, meliuk manja di sana seraya terus mengeong, seperti mengisyaratkan bahwa dirinya sedang merindukan majikan tampan itu.

Arshel menghela napas panjang. Ia berjongkok menghadap Jung lalu mengelus bulu kepala kucing itu. Pandangannya beralih pada seekor kucing hitam yang kini tengah memandangnya balik.

"Gue nggak mau bawa pulang siapa-siapa," cetus Arshel kemudian di arahkan pada Jung. Sepertinya Arshel paham apa yang hendak Jung sampaikan, jadi ia sudah dapat menebak duluan apa yang dipikirkan kucing kesayangannya ini.

Ngeong!

Arshel menggeleng. "Nggak ada paksaan, lo aja nyusahin banget, apalagi dua."

Ngeong!

Jung terus saja meliuk-liuk mengitari kaki Arshel, sesekali kedua tangan depannya naik ke atas paha Arshel sembari menunjukkan raut imutnya. Benar-benar kucing menjengkelkan. Arshel sama sekali tidak tahan ketika Jung sudah berbuat aneh semacam ini. "Enggak, ya, enggak."

"Jung! Ini makanannya! Kamu bagi sama—"

Segera sorot mata Arshel mendongak ketika suara Mezzo-sopran yang familiar di telinganya itu semakin dekat terdengar. Benar saja, kini di depannya, jauh dari pandangan Arshel, seorang Hera tengah berdiri terpatung, menanap, serta terkejut sebab mengetahui Arshel sedang berada di taman juga.

"Arshel," sapa Hera begitu canggung. Ia berjalan sesantai mungkin menuju Arshel, ya walaupun malah terlihat seperti menahan kencing. Tangan kanannya membawa sebuah kotak berisi dua ekor ikan, sedangkan tangan satunya ia gunakan untuk menyiahkan rambut di atas telinga.

Arshel berdiri seraya membalas senyum Hera dan tak lupa harus menggendong Jung juga. Setelah melihat Hera, ia semakin teringat jika gadis itu memiliki alergi terhadap kucing.

Hera berjongkok kembali setelah sampai di depan kursi besi, segera memberikan kotak ikan pada kucing malang itu. Melihat adanya sebuah daging ikan, sontak Jung menggeliat meminta untuk diturunkan. Arshel seketika melepaskan genggamannya dari kucing itu dengan raut kesal.

"Tapi alergi lo, Hera ..." Lirih Arshel ikut berjongkok menopang lutut di samping Hera, memandangi kedua kucing yang tengah sibuk makan itu. Ia sedikit terkejut ketika Hera terlihat begitu santai, tidak seperti Hera yang biasanya selalu bersin walau dengan jarak satu meter saja dari seekor kucing. Atau belum.

"Sekarang agak mendingan, kok, aku udah beli obat alergi, yah ... Itung-itung aku juga pengen megang Jung nanti," balas Hera dengan senyum tipisnya.

"Kalau gitu ...." Arshel tersenyum lebar, tangan kanannya beranjak meraih pergelangan tangan Hera sepihak hingga membuat si empunya membeliak terkejut. Arshel menautkan jari tangannya pada Hera, kemudian menggenggam jari-jemari Hera begitu lembut, mendongakkan tautan mereka sampai gadis itu benar-benar melihatnya. "... Gue yang wakilkan."

Astaga. Jantung Hera sungguh seakan-akan ingin copot karena tingkah Arshel yang terbilang berlebihan. Apa-apaan? Untuk pertama kalinya Hera benar-benar merasakan bagaimana nyamannya sebuah genggaman tangan. Namun, sekali lagi, kenapa harus Arshel? Ah, Hera sungguh tidak bisa mengontrol perasaannya sekarang.

Hera mencoba melepaskan genggaman itu, dan sayangnya Arshel malah semakin mengeratkan. "Jung bilang jangan dilepas dulu."

"Arshel." Hera terus berjuang melepaskan genggaman Arshel, sampai senyum tersipunya sedikit terlihat di mata laki-laki tampan itu. Ia menghela napas berat demi menutupi rasa malunya ini. "Lepasin, ah."

Arshel menuruti. Ia melepaskan genggamannya dengan senyum penuh semringah, kemudian melipat kedua tangan di depan dada, menatap kedua kucing itu lagi.

Akhirnya Hera dapat bernapas lega sekarang. Beberapa detik, ia melihat telapak tangannya yang baru saja dilepaskan itu, secuil benih-benih nyaman sepertinya tertinggal pada telapak tangan kecilnya, ah, rasanya sungguh seperti mimpi.

"Yakin lo nggak suka sama gue?" Arshel tiba-tiba melayungkan pertanyaan teranehnya itu dan terasa begitu santai pula.

Sontak Hera terpatung kembali. "Ha? Eng-enggak, buat apa suka sama teman sendiri, lagian ... Orang yang udah punya pacar harusnya nggak bersikap berlebihan sama orang lain."

Ucapan itu benar-benar menampar Arshel. Benar, memang benar apa yang Hera katakan namun, yang namanya perasaan mana ada yang bisa menolaknya? Walau harus benci tetapi tidak mungkin akan hilang dari benak begitu saja.

"Emang gue udah berlebihan, ya?" Tanya Arshel berlagak tak mengerti apapun. Ia menoleh pada Hera segera.

Hera menggidikkan bahu. "Harusnya kamu yang lebih tahu."

"Kalau gue tetap maksa buat berlebihan ... Gimana?" Tampik Arshel.

"Itu namanya egois, kamu nggak akan tahu kan gimana perasaan orang lain saat menanggapi sikap kamu?" Balas Hera sedikit jengah.

Arshel mengangguk-angguk, pandangannya kembali lurus menghadap Jung. "Jadi lo beneran nggak suka sama gue?"

Seketika Hera menghela napas gusar, menoleh pada Arshel bersama gelagat kesalnya. "Aku bilang eng. Gak, Arshel, masa kurang jelas, sih?"

Lihat selengkapnya