ARSHERA

Ayu Setya Rini
Chapter #44

BAGIAN KE-EMPATPULUHTIGA

Drrtt Drrtt

Bip.

"Hm?" Balas Arshel seraya duduk di atas sofa begitu santai. Melihat sebuah panggilan dari Danu, tangan lihainya tergerak untuk segera mengangkatnya. Pada saat ini ia masih dapat terlihat santai tetapi-

"Sorry, gue harus bilang ini."

"Kenapa?" Tiba-tiba ia mengernyit khawatir ketika suara dari seberang sana terdengar lirih dan seperti hendak menyampaikan sebuah berita buruk. Ia memegang tengkuk cemas. Perasaannya tak bisa lagi keluar dari gadisnya saat Danu sedang menelpon seperti ini.

"Zia—"

"Zia kenapa?" Potong Arshel begitu gugup.

"Zia kritis."

Arshel meneguk ludahnya yang pahit. Ia menunduk merasakan betapa perih relung hatinya ini. Tangan satunya ia gunakan untuk meremas rambutnya frustasi. Kedua mata Arshel terpejam saat kalimat itu tiba-tiba penuh sesak dalam benaknya. Perlahan ia mendongak menatap langit-langit dengan lemas. Apa ini? Kelopak mata Arshel benar-benar tidak bisa diam seperti hendak menumpahkan segala kekhawatirannya.

"Kita sekarang cuma berharap sama Tuhan buat bagaimana kelanjutannya nanti."

Arshel menghela napas berat. Tangannya melepas handphone, dan sekarang benda pipih itu terjatuh di atas lantai. Ia memijat pangkal hidungnya akibat pusing yang mendadak singgah. Dirinya begitu bungkam hingga tak tahu harus bagaimana mengekspresikan ketakutannya.

"Halo?"

"Arshel?"

"Halo?"

"Gue nggak peduli ...."

***

Sore ini Hera sedang tidak ada kegiatan ataupun pekerjaan rumah yang harus ia kerjakan, semuanya beres dan membosankan. Dari pada ia hanya menonton TV yang hanya begitu-begitu saja, lebih baik sekarang ia beranjak dari sofa-nya dan melangkah pergi menuju kamar. Merebahkan diri sembari memeluk guling, memandang jendela kamar, tertidur sampai matahari terbenam, sungguh kenyamanan yang tiada tara.

Drrt Drrt

Baru saja merebahkan diri, Hera dikejutkan dengan handphonenya di atas nakas yang seketika bergetar. Ia mengambilnya dengan malas, membuka sebuah pesan yang tak biasanya ia dapatkan dari manusia dingin itu.

        

Hera mengernyit kebingungan. Kenapa tiba-tiba ... Ah, sudahlah, mungkin yang dikatakan penting itu tidak terlalu masalah baginya. Hera yakin apapun yang terjadi, Arshel pasti sudah baik-baik saja sekarang. Ia menaruh handphone-nya kembali di atas nakas. Tangan kanannya meraih guling kemudian memeluknya sembari menggeliat nyaman.

Ia terpejam, merasakan hening yang menyejukkan ditambah dengan sinar matahari sore yang menyinari seluruh inci wajahnya, semakin membuatnya ingin segera menemui dunia mimpi.

Beberapa detik setelah ia terpejam. Tiba-tiba saja pikirannya terganggu dengan adanya kalimat penting, penting, dan penting itu. Penasaran? Yah, Hera benar-benar penasaran dengan apa yang terjadi. Ia sungguh ingin keluar dari rumah sekarang juga dan berlari kalang kabut menemui Arshel. Gagal.

Hera seketika membuka kelopak matanya, mengambil handphone, segera bangun dan beranjak mengambil jaket hoodie brown-nya kemudian membuka pintu kamar, dan pergi. Entahlah, perasaannya sungguh cemas saat memikirkan Arshel, seperti akan ada peristiwa buruk saja.

"Ayolah, semuanya akan baik-baik aja ... Bukan?"

***

Lihat selengkapnya