ARSHERA

Ayu Setya Rini
Chapter #3

BAGIAN KEDUA

"Mitosnya, kalau udah ketemu tiga kali dalam sehari, itu tandanya jodoh. Ada yang percaya?"

|~•~•~•~•~|

Benar-benar gila.

Kejadian semalam membuat Hera hampir lupa akan tidur, sialnya ia terlelap selama tiga jam saja. Sampailah pada pagi yang menyambutnya dengan malas. Hera bangun kesiangan hingga nyaris saja terlambat sekolah jika lima menitnya terbuang sia-sia hanya untuk merasakan letih pada kakinya itu.

"Apapun yang terjadi ... tetap tenang!" Tegas Hera mencoba menasihati diri.

Saat ini, gadis pendiam itu sedang berdiri di depan tembok kelas, hendak masuk. Ia menghela napas berat sembari merunduk merapatkan tas, melangkah dengan harap semuanya akan baik-baik saja. Seketika keadaan kelas yang semula ramai riuh sampai terdengar dari luar, kini menjadi benar-benar hening ketika Hera menampakkan diri. Mungkin, mereka hanya terheran-heran pada seorang Hera yang biasanya adalah murid paling rajin saat datang ke sekolah dan kini semua orang malah melihatnya hampir terlambat.

"Saat kayak gini ..." batin Hera. "Yang buat aku takut."

Hera melihat mereka sedang menatapnya dengan pandangan aneh serta bingung, namun, ia masih terus merunduk hingga sampai pada sebuah bangku paling belakang ujung kiri, di situlah tempat Hera duduk. Ia duduk sendirian, menguasai dua bangku, dan hanya dia sendiri, yah, rasanya lebih nyaman dari pada harus berbagi dengan seorang teman yang super cerewet.

"Please, Hera ... Kamu udah tiga tahun ada di sekolah, ini bukan pertama kalinya ... Tapi yang paling menakutkan, sih," gumam Hera mencoba mencari sebuah pikiran baik. "Ah, udahlah."

Hera terus bermonolog selagi situasi disekitarnya masih terlihat mencengkam. Sebentar lagi bel masuk, jadi mau bagiamana pun dengan senang hati ia tidak menghiraukan tatapan teman-teman sekelasnya itu. Toh, mereka juga hanya peduli alih-alih karena Hera adalah teman sekelas, itu pun kalau diperintah oleh orang lain.

Sebenarnya, tidak ada yang membenci Hera di sini, namun, mereka hanya tidak suka dengan sifat pendiam Hera. Pernah sesekali salah seorang teman Hera mengajaknya jalan-jalan mengitari sekolah, dan ... Alhasil hanya hening dan hening yang di dapat. Bukan apa-apa, ia hanya benar-benar gugup ketika harus berbicara terlebih dahulu dan apa yang harus diperbincangkan, ia tetap butuh berpikir keras untuk itu. Kadang juga Hera berpikir kalau ia sudah salah memasuki kelas yang notabene adalah kelas paling ricuh seangkatan.

Saatnya jam pelajaran pertama dimulai.

Hera dapat bernapas lega setelah mendengar bel masuk akhirnya berbunyi, itu berarti selesai sudah penderitaannya pagi ini. Semua orang termasuk Hera seketika duduk dengan tenang, pengajar jam pertama masuk, kemudian dimulailah pembelajaran. Harus diakui, Hera adalah sosok yang benar-benar hobi dalam belajar, tanpa itu, ia seperti tidak dapat bernapas, belajar adalah seorang teman, dan satu-satunya yang dapat menjawab segala yang Hera pertanyakan.

"Haahh ... Syukurlah akhirnya bel juga."

***

"Hai, Hera." Seorang gadis ramah dengan potongan rambut hitam sebahu, brown eyes dengan bulu mata lentiknya yang jarang, serta pipi merona sedikit ditemukan satu bekas jerawat itu, ia sedang duduk di depan bangku Hera dengan senyum cerianya seperti biasa. Dia adalah sang ketua kelas, gadis yang paling dikagumi karena parasnya yang cantik, pintar, juga percaya diri dalam segala hal, sayang sikap tomboy-nya itu sudah tertanam sejak lahir. Gadis itu senantiasa menyapa Hera, dan mungkin satu-satunya di kelas.

Hera yang awalnya sibuk membaca buku, sontak ia mendongak menanap ketika mengetahui siapa itu. Ia menutup bukunya dengan tergesa-gesa sembari tersenyum kikuk. "S-Sukma."

Gadis yang diketahui bernama Sukma itu lebih melebarkan senyumnya sesaat setelah mendengar balasan dari Hera, kemudian tatapan Sukma beralih ke arah buku yang tengah Hera bawa.

"Gue baru tahu, lo juga suka baca novel horor, ya?" Tanya Sukma antusias kemudian diangguki oleh sang lawan bicara. "Gue juga."

"Oh, iya, kalau lo mau ... Lo bisa ke rumah gue, banyak banget novel horor di rumah," tawar Sukma tak lepas dari senyum. Tatapannya seperti berharap sesuatu terhadap Hera. Yah, mungkin ia benar-benar bermimpi agar Hera mau berteman baik dengannya, mengingat, Hera adalah anak yang pintar, dan mungkin akan dapat membantu Sukma untuk itu. Atau memang tulus ingin sekali berteman, entahlah, kadang seseorang yang baik juga patut untuk dicurigai.

Hera mengangguk. Senyum canggungnya tak mau mengalah. Ia bimbang antara harus menjawab "iya atau "tidak", sedangkan ekspresi Sukma sangat mencerminkan ketertarikan terhadapnya. "Iya ... Kapan-kapan."

Sukma ikut mengangguk. Ia memutar otak, mencoba mencari topik lain agar suasananya tidak terpaut canggung lagi. "Emm ... Mau ke kantin?"

Lihat selengkapnya