ARSHERA

Ayu Setya Rini
Chapter #10

BAGIAN KESEMBILAN

"Hanya saja aku baru sadar, menjadi utuh itu tidak selamanya baik."

-Hera Alagna-

|~•~•~•~•~|

"Saya tidak mau tahu," elak Bu Linda. Telunjuknya menunjuk ke arah samping tempat beliau berdiri, ditujukan agar Hera segera paham apa yang Bu Linda perintahkan. "Ke depan."

Gawat. Hera tidak dapat menerima semua ini, bukan, hanya saja situasi yang tengah ia tatap dalam-dalam itu seakan sedang menyeringai hendak menyekiknya. Degup jantung Hera meracuh ingin segera pergi meninggalkan tubuh, keringat bercucuran bahkan membasahi sekujur punggung. Kini ia masih terdiam dalam tunduk, tanpa sedikitpun memiliki keberanian untuk menuruti perintah Bu Linda.

"Izin, Bu." Seorang Sukma tiba-tiba berdiri, pandangannya menatap lekat ke arah Bu Linda hendak berbicara serius. "Saya selaku ketua kelas, saya mengerti bagaimana sifat dan sikap murid-murid di sini, dan ... Hal seperti ini adalah pertama kali Hera melakukannya, Bu."

Sontak Hera menoleh pada Sukma sembari menanap kaget. Lagi-lagi seseorang mau membelanya, dan selalu satu-satunya saat Hera dalam situasi mendesak semacam ini. Benar-benar ketua kelas panutan, pikir Hera.

"Tetap saja tidak sopan, Sukma, Hera sudah melanggar peraturan di pelajaran saya. Kalian tahu kan disiplin itu penting, menghargai orang lain itu kewajiban? Lalu kenapa masih saja ada yang mengabaikan?" tampik Bu Linda final.

"Saya paham, Bu, tapi ... Semua orang di kelas ini juga hafal apa yang Hera rasakan saat misalkan Bu Linda menyuruh Hera berdiri di depan sana," jelas Sukma seperti tidak ingin mengulangi kejadian itu lagi. Yah, bukan pertama kali memang Hera dipanggil ke depan bahkan hanya sekadar untuk presentasi atau menjawab soal, dan semuanya nihil tidak ada yang berjalan lancar.

"Untuk apa membela yang salah? Saya di sini untuk mengajar ... Bukan sebagai tempat curhat kalian," balas Bu Linda semakin arogan.

Hera lebih merunduk ketika Bu Linda menatapnya garang. Biarlah, untuk sekarang ia harus malu sesaat asalkan masih ada yang mau membelanya. Tapi tetap saja, mengerikan.

"Kami tidak mau Hera semakin kesakitan!" Pekik Bimo tiba-tiba ikut menyertakan diri. Raut wajahnya benar-benar tegas bahkan pipi chubby-nya seakan tertimbun. Beberapa detik kemudian ia tersenyum kikuk karena tingkah memalukannya. "M-maksud saya saya setuju sama Sukma, hehe, iya."

Bu Linda menghela napas panjang. "Lagi-lagi kalian ini ... Keras kepala."

Sukma menoleh ke belakang menatap Bimo sembari tersenyum tipis. Akhirnya, ia tidak sendirian lagi. Kemudian pandangannya beralih menoleh ke arah Hera sembari tersenyum tulus.

Hera mendongak sedikit, membalas senyuman Sukma dengan senyuman tipis. Ia tidak menyangka ada orang lain di sini yang masih mau memperhatikan keadaannya.

Sedangkan Arshel di sana, ia hanya dapat melipat kedua tangan sembari tersenyum bangga melihat orang-orang di kelas. Seperti ini baru yang dinamakan teman sekelas. Arshel sungguh menunggu saat-saat ini. Dalam pikiran Arshel menjelaskan bahwa se-parah-parahnya kelakukan mereka, mereka akan tetap menjadi orang yang adil, yah, karena sesama manusia pasti saling membutuhkan.

"Ada yang mau menyangkal lagi? Saya akan dengarkan sampai kalian puas," cetus Bu Linda sembari mengeratkan lipatan tangan.

"Izin, Bu." Ruby, gadis jutek yang posisi duduknya berada di depan bangku Hera, ia seketika berdiri. Hera lebih tidak menyangka pada anak yang satu ini, biasanya ia adalah yang paling tidak peduli tentang masalah orang lain, terlebih pada Hera. Entahlah, ada apa dengan semua orang hari ini. "Singkatnya saja, Hera punya fobia sosial, dan sudah berulang kali dia pingsan akibat tidak kuat dengan situasi yang tertekan, dan kalau Bu Linda tetap ingin menghukum Hera ... Saya sarankan Ibu bisa ambil tindakan lain."

Arshel seketika mengerutkan kening setelah mendengar singkap-an dari Ruby. Yang benar saja jika Hera memang separah itu. Sorot mata Arshel menoleh pada Hera yang sedang menunduk. Benar juga, dari ekspresi Hera yang masih panik seperti sekarang saja ... Kemungkinan kecil Hera akan baik-baik saja setelah ini.

Bu Linda menghela napas panjang, tatapannya beralih pada Hera. "Kalian kalau seperti ini saja kompak."

Lihat selengkapnya