"Kadang, hati manusia itu dapat secara spontan berubah ketika menemui sebuah luka."
-Arshel Sadhewa-
|~•~•~•~•~|
"Aku beneran—"
Spontan tangan besar itu mendongakkan rahang Hera secara paksa, sampai si empunya menatap mata elang Danu sembari membeliak ketakutan. Tidak ada yang dapat Hera lakukan bahkan hanya untuk sekadar menghindari kontak mata dengan Danu. Entah mengapa jarak mereka menjadi semakin dekat, hingga kedua pasang ujung sepatu itu saling bertabrakan.
Danu tersenyum, menampakkan seringainya sekali lagi. "Udah lama ... Gue penasaran sama lo."
Hera mengerutkan keningnya terheran-heran, apa dia tidak salah dengar? Bisa-bisanya seorang badboy sekolah berpikir untuk penasaran dengannya, memangnya apa yang membuat Danu tertarik? Ah, halu Hera, hanya halu ....
"Cewek aneh yang selalu takut sama orang," imbuh Danu. Seringainya berubah menjadi tatapan dingin. " ... Gue kira tambah cakep kalau diliat dari dekat, ternyata nggak ada bedanya, nggak nyangka gue bisa ketemu lo di sini."
Hera mengepal saking kesalnya.
"Lo pasti kenal gue," imbuh Danu kemudian diangguki pelan oleh Hera. Tentu saja, siapa yang tidak kenal dengan manusia mengerikan ini. "Lo juga punya kesan pertama buat gue ... iya?"
Hera masih saja mengangguk. Sepertinya Danu ini memang sudah seringkali mendapati orang lain memandangnya dengan sebuah kesan, sampai bisa menebak pikiran Hera dengan tepat.
"Gue harap pikiran lo nggak akan serendah orang-orang ... Cewek cupu juga bisa licik, kan?" cetus Danu menampakkan seringai kejam. Tentu maksud dari ucapan Danu adalah untuk menyindir Hera agar tidak semena-mena terhadap otaknya.
Spontan Hera membeliak kembali, kedua tangannya tak berhenti mengeluarkan keringat, bahkan sesak dalam dadanya seperti tak terasa lagi saking gilanya situasi yang sedang dihadapi. Kali ini tebakan Danu meleset, tentunya Hera tidak akan berpikir baik terhadap laki-laki di depannya itu, tidak mungkin.
Danu melepas tangannya dari rahang Hera perlahan, ia menjauh dari wajah ketakutan itu seraya menghela napas panjang. Tatapannya mengunci mata Hera yang sudah berkaca-kaca selama beberapa detik.
"Ternyata sama aja," ucap Danu lirih.
"Terserahlah." Danu tertawa licik.
"Gue nggak akan peduli lo mau bilang apapun tentang gue ke BK, dan jangan pernah cari gue kalau ujung-ujungnya mereka nggak akan nanggepin lo," singkap Danu sesantai mungkin. Ia selangkah maju ke arah Hera kembali dengan seringainya. Sebenarnya, mau melaporkan Danu kesiapa pun, memang tidak akan berpengaruh, karena laki-laki itu juga sudah berada pada kelas tingkat akhir, mustahil mengeluarkan seseorang yang hampir lulus.
Danu berlagak begitu percaya diri. "Mereka bukan lagi tandingan gue."
***
Hera segera berlari tunggang-langgang menuju kelas sebelum manusia iblis itu kembali terngiang di benak. Persetan dengan Bu Linda yang tak kunjung kembali, ia sudah tidak tahan dengan situasi buruk yang barusan menerkamnya.
"Apa-apaan, sih, padahal aku cuman mau bersih-bersih, itu aja ...."
Ia berhenti di depan tembok kelas sembari membungkuk 45 derajat, memegangi perutnya yang masih keram akibat kelelahan, terengah-engah karena tak sempat kabur begitu saja. Lekas Hera menetralkan napas sebelum siapapun melihatnya sedang ketakutan.
Hera masuk ke dalam kelas sesantai mungkin walau pada kenyataanya ia tetap menunduk sembari meremas rok.
"Hera," panggil Sukma tiba-tiba setelah mengetahui Hera sudah kembali ke dalam kelas. Ia yang posisinya tengah berbincang dengan teman-temannya, kini beranjak menghadap Hera khawatir.
Spontan Hera berhenti, menoleh kepada Sukma lalu mendongak dengan tersenyum tipis juga beribu harap agar Sukma tidak banyak bertanya. Ia ingin segera kembali ke bangkunya dan menelaah kembali apa yang baru saja terjadi.
Sukma menghampiri Hera dengan kerut di keningnya menandakan ada kebingungan yang tengah ia pikirkan. "Lo nggak apa-apa?"