ARSHERA

Ayu Setya Rini
Chapter #17

BAGIAN KE-ENAMBELAS

"Semua yang di dasarkan dari kemarahan akan berujung sesal. Mau coba?"

-Arshel Sadhewa-

|~•~•~•~•~|

Siang, hari Jumat.

11.05

"Eh, beneran deh, Hera, lo kelihatan lebih cantik hari ini," ujar Meira menampakkan senyum semringah sebagai basa-basinya. Ia duduk di depan bangku Hera sembari menopang dagu. Gadis berambut pendek sebahu dengan kacamata ala korean style serta mata sipit indahnya membentuk sebuah lengkungan bulan saat tersenyum.

"Kalian juga." Hera hanya mampu tersenyum canggung sebagai sebuah balasan. Entahlah, ia merasa sangat-sangat beruntung dikelilingi oleh para gadis yang baik dan cantik seperti sekarang ini. Hera belum sepenuhnya akrab dengan mereka, yah, baru sekitar sisa jam istirahat pertama mereka gunakan untuk mencairkan suasana, tahu lah bagaimana sifat Hera, tidak mungkin Hera akan dengan mudahnya bergaul.

"Gue kira lo nggak bakalan berubah," cetus Ruby menatap Hera dingin seraya melipat kedua tangan di depan dada. Ia berdiri di samping bangku Hera. Gadis jutek itu selalu menggelung rambutnya dengan gaya messy bun, jika sedang diam terlihat benar-benar mengerikan namun akan heran ketika tersenyum dapat meluruh lantahkan hati para lelaki. Kebiasaannya berbicara ceplas-ceplos, kadang tidak sopan, tidak punya takut, sayangnya hal itu yang membuat seorang Ruby sedikit dilupakan paras cantiknya.

Sontak Hera menunduk dengan perasaan malu bercampur takut saat mendengar cetusan tersebut. Sungguh menghujam hati Hera hingga tak mampu memikirkan bahkan membalasnya.

Ruby mengudarkan lipatan tangannya kemudian menepuk pundak Hera sembari tersenyum tipis. "Gue bangga sama lo."

Lagi-lagi Hera seketika mendongak terkejut bersamaan dengan ditempisnya perasaan kecewa itu. Ia membalas senyum Ruby, dalam hatinya terasa lega dan senang, untung saja Ruby sedang tidak badmood hari ini, jika tidak, mungkin cetusannya memang ditujukan untuk benar-benar menyindir.

Begitu juga dengan Sukma dan Meira, mereka ikut tersenyum semringah saat mengetahui Hera sudah mulai menampakkan kenyamanannya.

"Eh! Hera!" Seorang gadis datang menemui Hera dengan tergesa-gesa menunjukkan raut khawatir sembari mengatur napas.

Spontan Hera menoleh pada gadis itu, membeliak saking terkejut, kemudian kerutan pada dahinya muncul saat kebingungan. Ada apa? Ekspresi Hera ikut memamerkan kekhawatiran juga walau tidak paham apa yang sedang gadis itu isyaratkan.

"Lo di cariin ...." Gadis itu menarik napas panjang lalu melanjutkan ucapnya kembali. "Danu ...."

"Ha?" Bingung Hera begitu tertegun. Spontan ia berdiri, dahinya semakin mengerut, pikirannya mengarah pada sebuah kesalahan yang dulu sempat ia perbuat pada laki-laki itu. Seketika firasat buruk Hera mulai menguasai.

"Di depan." Gadis itu menunjuk tembok kelas, lalu berbalik dan duduk di bangkunya tanpa peduli lagi bagaimana tanggapan Hera. "Jantungan gue astaga ...."

"L-lo nggak lagi buat masalah, kan?" Tanya Meira segera. Raut wajahnya terlampau khawatir hingga dirinya ikut berdiri di hadapan Hera, diikuti dengan Sukma tak kalah terkejut.

Hera mengangguk ketakutan.

"A-Apa?" Sekali lagi Sukma menebalkan ekspresi terkejut itu. "Lo becanda, ya?"

Kini Hera menggeleng, ia menunduk karena terlalu malu mengungkit kesalahannya, apa lagi di depan teman-temannya yang tahu Hera tidak pernah membuat suatu masalah.

"Tapi ... Kenapa? Maksud gue ... Kenapa harus Danu?" Tanya Sukma khawatir. Ia bertanya seolah-olah tak mempercayai apa yang sedang Hera lakukan.

Hera masih terdiam seribu bahasa. Kesalahannya, benar. Percuma, tidak akan ada yang dapat dibenarkan dari permasalahannya terhadap seorang paling buruk di sekolah.

"Lo tahu, kan ... Cowok itu kek gimana, Hera?" Giliran Meira angkat bicara. Ia sepemikiran dengan Sukma bahwa kenapa harus seorang Danu yang pertama kali Hera beri masalah. Jika begitu, pasti Hera akan butuh waktu lama untuk lepas dari laki-laki itu.

Hera kembali mengangguk.

Ruby ikut berdiri, lipatan tangannya ia eratkan di depan dada, kemudian mengunci tatap Hera walau tahu lawan pandangnya tak membalas.

"Sekarang lo pergi, selesaikan masalahnya," titah Ruby tanpa sedikitpun ekspresi. "Sebelum cowok itu nambah-nambahin beban hidup lo."

Hera mengangguk lemah, menatap Sukma, Ruby, dan Meira yang tengah mengelilinginya itu secara bergantian. Raut wajah mereka terlihat sangat khawatir, mungkin benar firasatnya kali ini, Hera akan mendapatkan lebih banyak masalah lagi.

"Buruan." Ruby kesal.

Hera segera mengangguk kembali. Ia mulai melangkahkan kakinya keluar dari kelas sembari menghela napas berat. Sudahlah, memang siapa yang akan membunuhnya jika Hera hanya membuat suatu kesalahan yang tidak disengaja? Mungkin hanya orang-orang yang penderitaannya lebih dari seorang Danu.

Lihat selengkapnya