"Pada akhirnya aku sadar, menyukai bukan berarti harus memilikinya juga. Miris, sih, tapi udah resikonya kalau diem-diem suka."
-Hera Alagna-
|~•~•~•~•~|
"Tapi lo tahu, kan, Hera, kalau Arshel itu udah punya pacar?" Tanya Sukma betul-betul heran setelah apa yang Hera cetuskan barusan. Ia membeliak saking terkejutnya.
Hera mengangguk, kini ia menunduk lemas seperti semua beban dalam dirinya dengan sengaja ditaruh di atas pundak. Ia menghela napas panjang karena di rasa sesaknya mulai kumat.
"Terus lo masih berharap ... Buat bisa jatuh cinta sama dia?" Sekali lagi Sukma mengoceh. Keningnya berkerut dengan perasaan sedikit menyedihkan, merasakan betapa bodohnya seorang Hera jika sudah seperti ini.
Begitu pula dengan Hera yang hanya menganggukkan kepala. Ia tahu betul tentang siapa dirinya sekarang di mata seorang Arshel, siapa dirinya sekarang dalam kehidupan Arshel, Hera tahu, juga dengan hati siapa kini Arshel berteduh. Tapi ... Apakah salah jika kita berharap pada manusia yang sudah dimiliki oleh manusia lain, dalam artian untuk jatuh cinta dengan siapapun tidak akan ada yang bisa menghakimi, bukan?
"Aku dan Arshel nggak memiliki ikatan apa-apa selain hanya jadi teman baik, dan aku terlanjur cinta sama dia," gumam Hera.
Giliran Sukma yang menghela napas gusar. Sorot matanya beralih ke arah langit yang hampir terselimuti awan hitam. Entahlah, ia begitu khawatir kalau-kalau Hera hendak mendapati suatu masalah nanti.
"Jatuh cinta itu mutlak, kita harus mengenal dan bisa membedakan apa itu jatuh dan cinta," ucap Sukma dengan nada seperti akan memberitahukan suatu hal yang penting. "Kalau kita jatuh ... Yang kita rasakan adalah sakit yang berulang-ulang, dan ketika cinta ... Pasti ada yang namanya harapan, rasa sayang, bahagia saat kita menaruh cinta itu pada tempat yang benar."
Sontak Hera menoleh pada Sukma dengan raut serius, ia sungguh mendengarkan apa yang sedang Sukma ucapkan. Dalam benaknya, ia berpikir ... Jika memang jatuh cinta seperti itu, lantas selama yang ia dapatkan hanyalah sebuah jatuh? Itu berarti ... Kemana cinta itu? Di makan oleh Jung kah? Hilang ditelan bumi? Hahah, kenyataannya memanglah cinta Hera tidak ada dalam kamus Arshel.
Sukma menunduk. "Lagian, suka bukan berarti harus punya, kadang kudu di tahan dulu karena masih ada hal lain yang lebih penting."
"Semua orang di dunia ini butuh yang namanya kasih sayang, dan sebuah kasih sayang itu bukan untuk satu orang aja." Pandangan Sukma menoleh pada Hera dengan senyum tipisnya. "Beda dengan jatuh cinta."
"Jatuh cinta itu ... Cuman punya satu, satu-satunya yang ada di benak, satu-satunya yang ada di hati, satu-satunya yang bisa bikin kita lebih hidup, dan hanya untuk satu orang aja."
***
1 bulan kemudian.
Sebulan ini, Arshel membiasakan ikut untuk berangkat dan pulang bersama Hera menaiki bus. Tidak terlalu seru juga karena yah, taulah seperti apa mereka jika sudah berdua. Posisi berjalan mereka tetap sama, Arshel di depan dan Hera dibelakangnya, suasana yang tidak berubah, selalu hening terkecuali jika sedang membicarakan tentang PR.
Begitu pula dengan pagi ini, Hera hanya menunduk, merasakan kesal yang teramat hingga mendongak saja serasa malas, sebab hanya dihadapan oleh pemandangan punggung tegap itu. Ia semakin mengeratkan tas, dalam benaknya mulai berinisiatif untuk bisa berjalan di depan Arshel. Ia hendak melakukannya namun-
DUG!
Dengan terpaksa, Hera mendongak seketika setelah dahinya membentur sebuah punggung, dan tentu pemilik punggung itu adalah Arshel. Ia mengusap pelan keningnya dengan raut kesakitan.
Hera melihat Arshel tengah berbalik hendak menghadapnya, berkacak pinggang dengan ekspresi kesal. Segera Hera menunduk kembali dengan sorot mata yang bergetar.
"Sampai kapan lo mau jadi ekor gue?" Tanya Arshel tiba-tiba hingga membuat Hera mau mendongak terkaget-kaget.
"A-Aku ...." Mustahil. Hera menunduk, benar-benar tidak kuat menahan kedua manik mata itu. Apa yang harus dijawabnya kali ini? Dalam hatinya mengatakan, bahwa ia juga tak ingin menjadi sebuah ekor yang berkutik saat hanya dipandang, namun pikirannya lebih memilih untuk tidak memulai suatu pembicaraan dengan mengucapkan hal bodoh.
Kesal. Segera Arshel meraih tas Hera, kemudian ditarik ke arah sampingnya dan otomatis si empunya juga ikut tertarik, ia melepaskan tangannya pada tas itu kemudian menyamping menghadap Hera yang sedang menanap kaget.
"Di sini lebih enak," ucap Arshel melontarkan senyum kecilnya.