"Saat kamu salah, malah sibuk cari alasan. Giliran kamu yang benar, malah diam aja."
-Hera Alagna-
|~•~•~•~•~|
Hari ini seperti hari biasanya, tidak ada yang istimewa terkecuali dengan perasaan Hera yang semakin hari makin yakin akan adanya sebuah harapan. Kelas yang begitu ramai ditambah dengan seorang Bimo dan Agas yang selalu saling menjahili hingga berujung perkelahian kecil. Tidak ada yang berubah. Terik matahari semakin meradang yang sedikit membuat suasana kelas terlihat hening karena pasti semua orang sedang berada di kantin, berbondong-bondong untuk menghabiskan minuman di sana.
Kali ini Hera sedang tidak ikut nimbrung dengan teman-temannya, ia lebih memilih menyelesaikan tugas sekolah jika dibanding hanya untuk menyatu dengan sebuah perbincangan yang sampai sekarang tidak ia pahami. Hera tetap tidak berubah dalam hal ini, ia akan diam saat tidak diperhatikan dan tak akan menghiraukan saat menurutnya tidak terlalu penting.
Juga, karena sekarang ia tengah di dampingi Arshel yang dari awal sudah mengajaknya duluan untuk bekerja sama dalam menyelesaikan tugas sekolah mereka. Tentu Hera akan melewatkan banyak kesempatan untuk bersenang-senang jika demi momen langka semacam ini. Yah, sesekali ia masih belum bisa mengontrol cerocos degup jantung yang entah sampai kapan berakhir.
"Yang ini gimana?" Tanya Hera kebingungan terhadap sebuah soal yang kebetulan susah untuk dimengerti. Ia mengulurkan buku tulisnya, kemudian Arshel menoleh dan mulai menulis penjelasan-penjelasan di sana.
" ... Jadi ini, satu min dua sin." Akhirnya Arshel selesai menjelaskan rumus-rumus yang benar-benar sulit untuk Hera pahami setelah tiga menit menyimak. Arshel kembali pada bukunya sendiri setelah dirasa Hera paham dengan apa yang ia jelaskan.
Hera mengangguk-angguk. Ia menyeret bukunya kembali dan mulai mengerjakan soal-soal lagi. Untung saja apa yang Arshel jelaskan bisa begitu mudah untuk dipahami, kalau tidak, mungkin Hera akan menyerah dengan soal yang sangat-sangat sulit seperti ini.
Lima menit kemudian. Hera kembali menyodorkan bukunya, mencoba mengode Arshel agar meneliti hasil kerjanya.
Arshel menoleh menatap buku itu dengan seksama, kemudian tersenyum, tangannya terulur untuk menulis sesuatu yang singkat di atas buku tulis Hera. "Jangan lupa tambahin min-nya, kesalahan sekecil apapun bakalan keliatan."
Hera menarik bukunya kembali, memeriksa tentang kesalahan itu. Ia mengangguk setelah mengerti apa yang Arshel maksud.
Soal terakhir yang Arshel kerjakan akhirnya terselesaikan. Ia menutup buku sembari melakukan kebiasaannya untuk meregangkan tubuh setelah sekian lama duduk dan hanya fokus untuk berpikir keras. Selintas dalam sorot mata Arshel, ia melihat Hera masih saja sibuk menggaruk kepala pertanda kebingungan itu sedang membelit.
Arshel mendekatkan bangkunya ke arah Hera, tersenyum lebar setelah Hera menatapnya dan malah terlihat terkejut, kemudian pandangan Arshel beralih pada soal dan buku yang ada di depan Hera. Arshel tak sengaja melakukan ini juga tidak bermaksud untuk tujuan lain namun, jika dilihat dari kacamata Meira, mereka benar-benar terlihat sangatlah dekat, dekat dengan jarak maupun pandangan mereka.
Meira yang tadinya hendak berjalan menghampiri Hera karena mau mengajak gadis itu untuk pergi ke kantin, kini tersenyum malu-malu sembari berbalik badan dan segera berlari keluar kelas. "Iya, deh ... Yang cocok."
Sontak Hera segera menggeser bangkunya hingga menemui batas tembok. Demi apapun degup jantung ini semakin menggila karena posisi mereka yang tiba-tiba menjadi canggung. Untuk pertama kali, Hera merasakan betapa menegangkan sebuah situasi di kala Arshel yang menjadi penyebabnya.
"Soal ini emang sedikit susah, jadi ...." Arshel mengungkapkan penjelasannya sampai gadis itu terlihat paham nanti. Dan pada kenyataannya nihil, Hera tidak dapat memfokuskan kembali pikirannya sebelum laki-laki ini menjauh. Gadis itu terus mencoba untuk serius menatap buku, mendengarkan dengan jelas, dan mengangguk saja ketika Arshel menerangkan.
"O, gitu." Hera mengangguk-angguk.
BRAKK
Sontak Arshel bahkan Hera menghentikan percakapan mereka tiba-tiba dan menoleh pada asal suara yang begitu dekat itu. Mereka menatap ke arah samping, kenapa ... Danu? Ada masalah apa lagi dengan anak ini. Seketika Arshel mengerutkan kening dan impulsif berdiri menghadap Danu dengan raut kesal saat Danu menatapnya balik.
Seorang Danu dengan wajah dingin dan mata elangnya seperti biasa, kedua tangan berada di saku celana dengan kaki kanannya yang sekarang baru saja turun dari pijakan meja. Tatapannya lurus mengunci sorot mata Arshel.