"Sesekali kamu harus terjatuh demi mendapatkan sesuatu yang utuh."
-Hera Alagna-
|~•~•~•~•~|
Tidak tahan lagi. Hera segera mempercepat langkah di kala kekhawatiran itu semakin menyelimuti. Pelipis Hera penuh keringat saat benaknya terpaksa harus membayangkan akan ada suatu hal buruk yang terjadi. Degup jantung itu meracuh hingga ia tersadar jika fobia-nya tengah kumat. Entahlah, pikirannya sungguh penuh sesak dengan seorang Arshel yang sedari tadi tidak kunjung kembali ke dalam kelas.
Deru napas Hera terdengar tergesa-gesa, sampai pada akhirnya ia berhenti di depan sebuah pintu gudang yang sekarang sedang riuh terdengar suara dua manusia sedang bercekcok. Hera mencoba menormalkan keadaan, menunduk, menghela napas panjang sembari meletakkan tangan di depan dada. Serentak ia mendongak terbelalak saat mendengar suara dari dalam gudang itu terdengar semakin keras.
"Gara-gara lo ... Dia mau aja ngelakuin apapun."
"Demi dia bisa ketemu lo selama mungkin, dia terpaksa nahan penyakitnya."
"Dan ... Apa balasan yang lo kasih sekarang? HA?"
Spontan Hera mengernyit kebingungan, apakah itu suara menggelegar seorang Danu? Jika benar ... Kenapa Hera tidak mendengar Arshel sedang menampik atau semacamnya? Pikiran Hera beralih pada sebuah topik yang tengah memanas di dalam sana. Siapa sebenarnya yang mereka bicarakan? Dan ... Penyakit? Sepertinya Hera memang tidak boleh ikut campur soal ini.
"Penyakit?"
Akhirnya Hera dapat mendengar suara laki-laki yang sedang ia cari itu. Namun, sekali lagi ia mengernyit karena suara itu terdengar begitu lemah dan ketakutan. "Biasanya Arshel nggak begini ... Dia kenapa?"
"Bahkan hal kek gini aja lo nggak peka."
"Tapi gue emang beneran nggak tahu apapun soal itu."
"Ya karena sekarang lo udah sibuk deket sama cewek baru lo."
"G-Gue—"
"Hera."
Hera membeliak, terpatung menatap pintu saat tiba-tiba Danu menyebut namanya. Kenapa ia malah disangkut pautkan? Bahkan mengerti topiknya saja tidak. Dan yang aneh, nama Hera itu malah ditujukan pada Arshel yang tahu hubungannya sedang baik-baik saja dengan Hera.
"Lo masih ngelak kalau lo nggak suka sama dia?"
"A-Apa?" Hera benar-benar kaget ketika kalimat itu terus saja menghujam benaknya. Apa yang dimaksud ... Hera? Oh, ayolah, Danu bukan orang yang bisa se-bercanda itu, tapi mana mungkin apa yang Danu katakan benar. Tidak, mungkin Hera hanya sedang salah paham saja. Aduh, di saat seperti ini Hera malah mengedepankan pikiran labilnya.
"Gue nggak mungkin kecewain orang lain."
"Maksud lo yang mana? Zia ... Atau Hera?"
CKLEK