"Setiap orang punya masalah dalam hidupnya, hanya saja ... senyum mereka terlalu lebar untuk memberi celah bagi masalah itu terbuka."
-Arshel Sadhewa-
|~•~•~•~•~|
"Gue nggak tahu apa yang sebenarnya terjadi, tapi gue tetap takut ... Kalau ucapan Zia bakalan benar."
Drrt Drtt
Spontan Arshel menunduk menatap layar handphone, melihat terdapat nama Zia di sana tengah memberi sebuah pesan. Degup jantungnya tak berhenti berdetak hebat saat hendak membuka pesan itu.
Arshel membeliak terkejut, menelan ludah berat ketika sempat tak mempercayai apa yang pesan tersebut sampaikan. Degup jantungnya semakin meracuh hingga ketakutan pun membelainya sampai tersadar bahwa Zia memang sedang sakit.
"Danu nggak ngada-ngada ...."
Lima detik kemudian ia mengernyit kebingungan, lalu, siapa yang sedang memberitahukan Arshel kalau Zia sakit ... Oh, astaga, Arshel hampir lupa bahwa Zia juga tidak sendirian di rumah, sekarang Arshel yakin bahwa kakaknyalah sekarang yang mengirimkan pesan tersebut.
Drrt Drrt
Ia segera bangkit, menyaku handphone kemudian berjalan cepat ke arah kamar tidur, mengganti pakaian, persetan tentang bagaimana bau tubuhnya, yang menjadi prioritas utama Arshel sekarang hanyalah seorang Zia.
Arshel keluar dari kamar, tergesa-gesa sembari sibuk memakai jaketnya. Mengambil sepatu kets kemudian memakainya sekarang juga. Tangan kanannya terulur mengambil kunci motor dan helm di atas nakas putih samping TV, lalu keluar dari rumah menemui motor kesayangan.
***
Di dalam rumah sakit yang seramai pasar pagi, Arshel benar-benar kacau, ia kebingungan sendiri mencari di mana ruang UGD itu berada. Arshel menghela napas khawatir, sesekali menoleh pada ruangan-ruangan yang dilewatinya. Nihil, sudah lebih dari lima menit ia mencari dan hanya mendapat letih saja.
Sontak Arshel terhenti saat pandangannya lurus menatap depan, jauh dari jangkauan Arshel, melihat seorang laki-laki yang kini tengah menunduk, menyembunyikan wajahnya dengan tangan yang tak mau berhenti bergerak khawatir. Ia tahu siapa itu, dan seketika rasa syukurnya terucap karena yang dicari-cari kini terpampang di depan mata.
Arshel segera berlari, kemudian berhenti di depan laki-laki itu dengan napasnya yang terengah-engah. Kekhawatiran Arshel semakin bertambah saat laki-laki itu mendongak tanpa ekspresi. "Danu."
Danu, adalah seorang saudara kembar dan seorang kakak dari gadis bernama Zia. Sifatnya yang berbanding terbalik dengan Zia membuat semua orang tak pernah bisa mempercayai ikatan persaudaraan itu. Namun, yang namanya seorang kakak tentu akan selalu menyayangi adiknya, tidak peduli apa yang dikatakan orang lain. Begitu pula dengan Danu, sekarang pemilik mata elang itu tengah menunjukkan binar sayu-nya, hampir menumpahkan segala kesedihan namun tahu bahwa ia tidak dapat bersedih sekarang.
Danu menunduk kembali, mengusap kasar wajahnya, menyembunyikan kembali raut murung itu dengan kedua tangan menutupi seluruh wajah. Entahlah, ia tidak ingin menanggapi seseorang sekarang, hatinya terlampau remuk ketika harus membicarakan tentang kondisi adiknya.
Arshel duduk di samping Danu kemudian menghela napas berat, memandang laki-laki di sampingnya ini seakan ikut merasakan kesedihan itu.
"Sebenarnya ada apa?" Tanya Arshel lirih.
Tidak ada jawaban dari Danu. Ia tetap bungkam, bahkan beranjak menoleh pada Arshel pun sepertinya enggan.