"Terkadang, lebah hanya membutuhkan sebuah nektar dari bunga, daripada memperhatikan indahnya bunga itu."
-Arshel Sadhewa-
|~•~•~•~•~|
"Tante ambil snack dulu, ya?" Pamit Anjani. Toples yang tadinya penuh dengan camilan dipeluknya, kini kosong akibat ulah perempuan itu yang sedari tadi tak dapat menghentikan tangan dan mulutnya untuk bekerja. Ia berdiri sembari menunggu balasan dari Hera.
Hera mengangguk seraya tersenyum tipis.
Sementara Anjani pergi ke dapur, dan Hera juga sudah bosan melihat acara TV yang begitu-begitu saja, ia putuskan untuk beranjak dan melangkahkan kakinya keluar sebentar, menikmati udara dingin di luar.
"Loh, kemana anak itu?" Bingung Anjani saat selesai mengisi ulang toplesnya, kemudian sorot mata Anjani tertuju pada pintu utama yang tengah terbuka. Ia menghela napas lega, duduk di posisinya semula lalu kembali memperhatikan TV. "Yaudah, aku makan sendiri."
"Oek! Oek!"
Sontak Anjani terpatung beberapa saat, segera berdiri gelagapan dengan wajah khawatir, meletakkan toplesnya di atas meja begitu saja tanpa peduli dengan TV yang masih menyala. Ia berlari secepat kilat menemui kamar tidur tamu sembari memekik.
"Bentar anakku tercinta! Mamah datang! Yuhuuu!"
***
Benar saja. Angin sepoi-sepoi di luar membuat Hera mengembangkan senyum manisnya. Ia duduk di atas tangga teras sembari terpejam, menikmati sepoi angin yang mulai terasa di setiap helai rambut. Langit hampir menjingga sedangkan senyum itu masih terasa sehangat mentari pagi, yah, ia sungguh menikmati cuaca sore ini.
Ngeong!
Spontan Hera membuka kelopak mata, membeliak ketakutan saat lagi-lagi seekor kucing bernama Jung selalu saja mengagetkannya. Ia segera berdiri menjauh sembari menutup hidung. Hera tersenyum kikuk pada Jung ketika tahu kucing itu hendak mendekat.
Ngeong!
Jung berhenti sekitar satu meter di depan Hera, menatap Hera dengan mata hitam bulatnya sambil terus mengeong.
Hera berjongkok di depan Jung, tersenyum karena melihat Jung semakin menggemaskan jika sedang menginginkan sesuatu. "Udah lama nggak ke sini, Jung ... Tuan kamu nggak ngizinin kamu lagi?"
Ngeong!
Hera tersenyum ramah. Ia berdiri kembali, tangannya menggerayangi kenop pintu tanpa menoleh, dan malah sibuk mengunci tatap dengan Jung. Ia tahu kucing itu hendak meminta makanan, jadi Hera juga tidak sabar ingin segera masuk ke dalam rumah dan menjauhi Jung untuk sementara sebelum alerginya kumat.
Ia membuka pintu utama lalu menutupnya dengan tergesa-gesa, berhenti dibalik pintu sembari mencoba menenangkan napas.
"Haciuuuh!"
"Haciuuuh!"
"Beneran ngagetin, astaga ..." Lirih Hera segera membuang napas. Ia mulai berlari ke arah dapur tanpa peduli lagi jika dirinya tengah tak acuh terhadap seseorang, melewati Anjani yang sedang sibuk menggendong anaknya itu.
Anjani memandangi pelarian Hera sampai tak terlihat lagi punggung gadis itu, dengan raut kebingungan sembari menggeleng jejap. "Kalau dah gede jangan kek tante kamu itu ya, nak."
Tap—suara kulkas dibuka.
Akhirnya Hera dapat bernapas lega setelah mengetahui masih ada satu daging ikan di dalam kulkas. Ia segera mengambil daging itu, menaruhnya di atas piring plastik, tanpa basa-basi lagi segera Hera berlari kembali menuju pintu utama.
Cklek
"Jung," panggil Hera sembari melihat kanan-kiri teras. Beberapa menit yang lalu kucing itu masih di sini, tapi ... Di mana Jung sekarang?
"Jung." Hera terus mencari kucing itu, di samping rumahnya, di bawah daun besar, di atas atap, sampai di dalam pot kosong, tetap tidak ada. Ia kembali menghela napas berat sambil menunduk memandang daging ikan itu. "Dia kemana, sih."
Ngeong!