Keadaan kantin hari ini tak dapat diragukan lagi bagaimana ramainya. Mungkin karena ulah Hera juga yang datang di saat awal istirahat. Hera benar-benar dibuat sesak karena antrian yang semakin padat saja, alhasil sekarang ia hanya mendapat segelas air lemon, itu saja sudah membuat Hera bersyukur serta bangga terhadap dirinya karena dapat berdesak-desakan hanya demi air lemon itu.
Sorot mata Hera berkeliling, menelisik di mana keberadaan teman-temannya. Sial. Hera sungguh tidak dapat menemukan mereka saking padatnya meja-meja kantin. Ia berjalan tanpa menoleh ke arah depan dan hanya sibuk memutar kepalanya kanan-kiri sembari mengernyit khawatir.
"Mereka di mana ..." Gumam Hera kebingungan.
Seseorang juga tengah berjalan lurus ke arah Hera tanpa memikirkan siapapun yang berada di depan. Orang itu malah sibuk mengerling, membalas tatapan banyak orang yang memandangnya dengan tatapan acak. Lagaknya bagaikan manusia paling cool di kantin. Hahah, terlalu berlebihan memang, dan tidak salah juga ketika orang itu dijuluki sebagai cool boy.
"Hera!" Panggil Sukma seketika daripada arah meja paling sudut, ia melambai hendak memberi tanda bahwa kawan-kawannya sedang berada di sana. Mendengar suara itu, sontak Hera menoleh dan tersenyum. Ia mengangguk, namun—
DUG!
Pyuur!
Dan peristiwa menyebalkan pun terjadi.
Hera segera memandang ke arah depan saat dirinya merasa sedang tertabrak seseorang, serta terkejut karena air lemon yang sengaja ia pesan dengan penuh perjuangan itu malah jatuh, tinggal menyisakan gelas plastiknya saja. Ia menunduk menyesal, setelah itu, perlahan ia mendongak mencoba mengetahui siapa orang yang ditabraknya.
Berkali-kali lipat Hera terbelalak saat mengetahui siapa orang itu. Lagi-lagi kesialan datang bertubi-tubi. Seorang Danu tengah menatapnya dingin seperti hendak menerkam seekor mangsa, kedua tangan menyaku, dan rambut berantakan seperti biasa. Tatapan Hera turun ke arah seragam bawah Danu yang tiba-tiba menarik perhatiannya. Ia kembali dikejutkan oleh noda basah yang tahu Hera yang menjadi penyebab.
"Air lemon kesukaanku astaga ...."
"M-maaf, Danu," lirih Hera ketakutan setengah mati. Mencoba berinteraksi dengan Danu, di saat dirinya tengah membuat suatu kesalahan merupakan sebuah tantangan yang mencekam bagi Hera. Danu benar-benar berbeda dengan dirinya saat di rooftop kemarin. Tidak mungkin juga orang akan bahagia di saat dirinya tengah dibuat kesal oleh orang lain. Hera mendadak bodoh sekarang.
"Udahlah." Danu berlalu begitu saja tanpa berniat untuk menanggapi Hera lagi.
Hera menunduk khawatir. Apa-apaan. Ia tidak mau Danu yang seperti ini, maksud Hera, lebih baik Danu memarahinya habis-habisan dari pada malah di diamkan hingga menganggap Hera memang tidak berguna.
Karena sudah tidak tahan, Hera pun berbalik menatap punggung Danu seraya mengernyit menunjukkan semua keberaniannya, namun sebelum itu ia harus membuang gelas air lemon tersebut. Walau sedikit mengganggu, tapi ya sudahlah. Tatapannya begitu yakin jika ia bisa membuat suatu tanggung jawab.
Dan beberapa detik kemudian Hera kembali menunduk lesu. Melihat Danu sedang menyerobot antrian, keberanian Hera seketika luntur. Bahkan mengambil hak orang lain saja Danu berani dan santai-santai saja, apalagi jika harus mengambil nyawa Hera, mungkin akan semudah mencabut daun teh. "Nggak mungkin ...."
Hera menoleh memandang teman-temannya yang kini tengah menatap Hera penuh kekhawatiran. Ia hanya tersenyum sembari menggeleng, tidak ada semangat lagi untuk Hera dapat berbincang bebas dengan teman-temannya, air lemon itu ... Ah, Hera sungguh menyesal.
Sudahlah, karena jam istirahat juga masih lama, lebih baik ia kembali mengantri sebelum antriannya semakin panjang. Ia berjalan menuju antrian paling belakang, tak mau mendongak karena sesal yang semakin menyakitkan, hingga pada akhirnya Hera melihat tangan seorang laki-laki tengah terulur di depan matanya yang tertunduk, tangan itu tengah menggenggam sebuah gelas berisi air lemon, dan sontak membuat Hera mendongak.
Tak disangka ternyata pemilik tangan itu adalah Danu. Ia terus mengulurkan tangannya dengan sedikit senyum, sampai akhirnya senyum itu berganti dengan tatapan dingin kembali.
"Pegel tangan gue," cetus Danu.
Hera gelagapan menyadarkan lamunannya, ia segera mengambil gelas air lemon itu dengan sedikit gugup. "Em ... Makasih, ya."
Danu berbalik lalu berjalan meninggalkan Hera tanpa sepatah kata lagi. Hal itu membuat rasa bersalah Hera semakin berlipat. Kenapa Danu mau saja memberikan apa yang hendak Hera inginkan, kalau sebenarnya Hera yang malah membuat kesalahan. Sungguh ia sekarang benar-benar ingin memohon untuk dimarahi saja kalau begini jadinya.
"Nggak bisa, nih," tegas Hera.
Tanpa basa-basi lagi, Hera segera melangkah menuju Danu. Ia berhenti di depan Danu dan impulsif membuat laki-laki di depannya itu berhenti mendadak. Tangan kiri Hera meraih pergelangan tangan Danu, kemudian menyeret Danu untuk mengikuti ke mana arah Hera pergi.
"Gas! Gas! Gas!" Pekik Bimo saat sekelebat melihat seorang Hera dengan Danu tengah keluar dari area kantin.
"Apa!" Balas Agas yang baru saja menghabiskan mie gorengnya. Ia menoleh pada Bimo dengan kebingungan.
"Gue liat Danu ama Hera tadi keluar kantin," lanjut Bimo masih sibuk menelisik orang yang digosipkannya itu hingga tak terlihat lagi batang hidungnya.
"Emang kenapa?" Protes Agas lalu fokus pada minumannya begitu saja. Ia benar-benar malas ketika Bimo sudah mulai berubah haluan menjadi ibu-ibu gosip seperti sekarang ini.
"Uhuk!" Arshel yang sedari tadi sibuk menghabiskan minuman, tiba-tiba tersedak setelah mendengar kalimat yang barusan Bimo lontarkan.
Spontan pandangan Bimo dan Agas mengarah pada Arshel seketika.