"Teror?" Kaget Arshel saat mendengar kalimat itu terucap dari mulut Hera dengan entengnya. Ia mengernyit memandang Hera jejap, kedua tangannya bertaut keheranan ketika Hera menunjukkan sebuah anggukan.
"Tapi sekarang bukan teror lagi, aku udah tahu siapa orang dibalik ini, ya walaupun masih bukan dalagnya," lanjut Hera sembari terus menenangkan Ihza dalam gendongan. Bayi menggemaskan itu semakin menutup mata saat merasakan tangan Hera begitu puas menepuk pahanya. Ia tertidur dengan tenang selagi Hera juga sibuk mengoceh.
"Lo tahu siapa?"
Hera mengangguk kembali. "Namanya Rio."
Manik mata Arshel semakin membeliak, seluruh tubuhnya terasa kaku saat nama itu disebutkan. Ia tidak sedang salah dengar, dan kenapa juga seorang Rio melakukan sebuah teror? Jujur, Rio adalah salah satu anak yang suka sekali membantu orang untuk melakukan suatu kejahatan, entah dalam bentuk apa, namun jika bagi Rio itu menarik, dia pasti akan ikut campur. Dan Arshel menduga jika Rio memang memiliki maksud lain dibalik ulahnya.
"Lagi-lagi gue yang ngga ngerti sendiri," gumam Arshel sembari menunduk, dan syukur Hera tak mendengarnya.
"Soal apa?" Arshel masih penasaran. Ia mendongak sembari melipat kedua tangan di depan dada seperti bersiap untuk mendengar kalimat selanjutnya.
Hera menggidikan bahu, kemudian menunduk memandang Ihza yang sedang tertidur, memainkan pipi tembam bayi itu secara lembut. "Aku ngga tahu pasti motifnya apa, tapi intinya dia nyuruh aku buat jauh-jauh dari Danu."
"Ada apa sama Danu?" Arshel mengernyit kebingungan setelah nama itu juga ternyata sedang ikut campur, bahkan terdengar seperti menjadi seorang tokoh utama dalam kasus ini.
"Dia ...." Tatapan Hera beralih memandang lantai, mencoba memeras otak untuk kalimatnya ini. "Dia suka sama aku, dan yah, gitu lah, si Rio itu suruh aku buat jauh-jauh dari Danu."
Hera menggeleng. "Tapi ... Aku nggak bisa."
"Kenapa?" Arshel mengernyit heran. Pikiran buruknya tiba-tiba hadir, menerka sebuah pendapat bahwa ... perasaan Danu akan terbalaskan? Oh, tidak mungkin. Jangan sampai astaga. Arshel hanya sedikit ketakutan ketika mendengar ada orang lain yang menyukai Hera. Apakah ini juga disebut cemburu? Arshel tak yakin.
"Aku cuma ngerasa, Danu itu hanya pengen punya seseorang di sampingnya, itu aja, dan mungkin ada orang lain yang salah paham soal itu."
"Toh aku juga sama sekali nggak pernah nganggap Danu lebih dari teman akrab," imbuh Hera dengan entengnya seakan ucapan itu tak pernah menyakiti siapapun.
"Gue kira ... Lega gue."
Arshel mengangguk paham. Kedua tangannya terlepas dari lipatan kemudian beranjak berada di atas kedua paha. Ia memandang kedua mata Hera yang tengah sibuk memandang bayi itu. "Lo tahu siapa yang nyuruh Rio?"
"Pastinya aku ngga tahu." Lagi-lagi Hera menggeleng. "Sebenarnya aku juga nggak bermaksud untuk menuduh siapapun, tapi kemarin ... Ruby tiba-tiba datang dan bilang kalau aku harus nurutin apa kata Rio, di sisi lain aku yakin kalau dia yang ngelakuin, karena sifat Ruby yang emang ... sadis, tapi hati aku ngerasa bukan dia."
"Ruby, ya ... Gue juga ngga yakin."
***
"Lo juga nuduh gue?" Cetus Ruby kala kalimat yang persis itu terdengar kembali. Baru kemarin sepertinya Ruby mendengar perkataan bahwa seseorang tengah penasaran terhadap siapa pelaku kejahatan yang sekarang ini Hera alami. Ah, sial, lagi-lagi Ruby terbawa suasana. "Sakit tahu rasanya, saat gue ngga mau ikut campur, sekarang malah di salahkan dan nggak ada yang mau percaya, gue cuma mau bantu Hera doang."
Arshel segera menggeleng. Ia memandangi sekitar kelas yang betul-betul hanya mereka berdua, lalu mendekatkan kepalanya menuju Ruby. "Gue tahu itu bukan lo, tenang aja, jadi kasih tahu, dong, siapa otak dibalik terornya Hera."
"Enak aja!" Ruby segera menggeleng lalu menoyor kepala Arshel dengan sekuat tenaga agar laki-laki itu kapok, kemudian duduk seperti biasa.
"Gue ngga akan kasih tahu." Ruby menggeleng lagi. Tatapan dinginnya sedikit menusuk mata Arshel, namun yang seperti itu ternyata tidak separah dengan tatapan milik Danu.
Ekspresi Arshel mulai kesal.
"Yang terpenting sekarang lo harus bantu Hera sama Danu, mereka lagi kalang kabut nyelesaikan masalah ini," singkap Ruby tak tega melihat wajah Arshel yang semakin jelek berkat ekspresi kesalnya. Laki-laki itu hanya menunduk sembari mengangguk-angguk paham, entah dilakukannya atau tidak ia masih belum siap.