Arshel segera mengeratkan jaket karena suhu dingin yang semakin menggila, jari-jemarinya saling menggenggam pertanda kekhawatiran itu tak dapat lagi tertahankan, kedua sudut bibir Arshel terlipat ke dalam kala Danu mengangguk dengan pertanyaan tak menyenangkan yang baru saja terlontarkan.
Di luar semakin gelap saja, sedangkan Hera, gadis itu seperti sibuk sendiri semenjak Arshel dan Danu datang dan asyik berbincang, Hera kira tidak terlalu enak juga ketika ada seseorang yang datang ke rumahnya dan ia hanya diam tanpa menyuguhkan sesuatu. Tahulah bagaimana warga Indonesia, tamu adalah raja.
"Hati-hati," pinta Arshel pada Hera yang hendak menghampirinya.
Sekarang, di depan Arshel dan Danu sudah tersedia sebuah camilan dan minuman dingin yang baru saja diletakkan Hera. Semua orang yakin pasti awalnya, Arshel ataupun Danu sudah memerintahkan Hera untuk diam ditempat, namun pemilik kepala batu itu tetap saja kekeuh, yah, beginilah jadinya. Gadis itu duduk di samping Arshel sembari mencoba mengatur posisi lututnya, sedikit kesakitan karena sedari tadi dibuat bergerak. Selesai.
"Kalau itu ada hubungannya sama lo, dan bentuk ancamannya adalah agar Hera jauhi lo, bisa jadi ngga, sih ... kalau dalangnya cewek?" Arshel bertanya-tanya, memutar otak hingga suhu dingin di dalam rumah Hera tak lagi terasa menusuk, sebab tak ada apa-apanya jika dibanding dengan otaknya yang memanas.
"Lo lupa kalau anak itu juga benci ama kita?" Balas Danu. "Dia punya maksud lain."
"Kalau tujuannya cuman mau balas dendam ... Kenapa nggak ke kitanya langsung? Kenapa harus Hera yang kena? Rio nggak akan seberlebihan ini kali kalau nggak ada yang nyuruh," tampik Arshel segera.
Danu mengangguk setuju. Pasalnya, ini bukan pertama kali dirinya mendapatkan ancaman atau hal-hal bodoh yang ia terima dari seorang Rio, jadi ia sedikit ragu ketika permasalahan ini hanya ditujukan pada Hera saja. Jika begitu ... Danu ikut memeras otak, mencoba mencari tahu siapa orang yang kira-kira dapat dicurigainya.
Begitu pula dengan Hera, ia juga ikut berpikir, memangnya siapa yang bisa ia curigai? Disekitarnya terlihat normal dan berjalan seperti biasa, Hera kira bukan dari kawan-kawannya.
"Yang pasti bukan Ruby ..." Lirih Danu.
Hera dan Arshel seketika mengangguk.
"Nggak mungkin juga kalau dalangnya cowok, nyuruh orang demi dapetin apa yang dia mau ... Cuma cowok pengecut keknya yang ngelakuin itu," gumam Arshel.
Giliran Danu di samping Arshel yang kebetulan mendengar, ia mengangguk setuju.
"Kali aja bener," balas Hera lirih dengan lagak sok ke-pd-an.
Arshel mengerling ke arah Hera. "Emang cowok mana yang suka sama lo? Palingan juga suruh jauhin karena nggak tega sama Danu yang selalu lo susahin."
"Enak aja!" Pekik Hera bersama ekspresi kesal. Tangan kanannya spontan menjewer telinga Arshel, bahkan begitu keras. "Gini-gini aku pernah ditembak cowok!"
"Kapan? Di dalam mimpi?" Balas Arshel sembari terus memaksa tangan Hera untuk lepas dari telinganya yang hampir memerah. Ia meringis menahan perih.
"Ya enggak, lah!" Tampik Hera, kemudian memorinya mulai bekerja kembali.
"Waktu SD aku pernah." Tangan Hera impulsif terlepas dari telinga Arshel, seraya tersenyum kikuk memegangi tengkuknya.
"Dasar bego." Gerutu Arshel.
Arshel masih saja sibuk mengusap telinganya yang panas, kerlingan itu kembali menusuk mata Hera. Tak tahan. Arshel begitu gemas setelah beberapa detik melihat senyuman Hera. Tangannya segera mencubit kedua pipi Hera hingga terbentuklah sebuah wajah buruk rupa sang gadis polos.
"Lepasin!" Pekik Hera muak.
"Rasain!" Arshel tertawa puas.
"Udah! Udah!" Hardik Danu yang lagi-lagi hanya menjadi obat nyamuk menyaksikan aksi aneh mereka. Raut kesalnya mendadak hadir setelah Hera dan Arshel serentak menoleh. "Kalian lupa kita mau ngapain?"
Arshel segera melepas kedua tangannya dari pipi Hera. Mereka berdua kembali pada posisi semula kemudian tersenyum renyah menghadap Danu.
"Sorry, sorry," ucap Arshel.
"Eung ... Daripada kelihatannya kita lagi nuduh orang, apa nggak sebaiknya kita buat rencana?" Kali ini Hera membenarkan, dan sontak membuat kedua laki-laki itu menoleh padanya dengan raut kebingungan hingga membuat Hera terkejut gelagapan. "Maksudku, tujuan kita hanya cari tahu siapa dalangnya dan selesai, aku nggak mau ikut campur soal mencurigai seseorang."
Arshel paham itu. Ia menoleh menatap Danu, kedua alisnya saling menyatu membentuk simbol amarah yang masih dalam batas biasa. "Kalau kita tetap ngulur waktu, bisa-bisa Rio akan rencanain yang lebih parah dari ini."
Danu mengangguk. Sebaiknya ia memang harus menjeda pikiran buruk itu sejenak, mengganti dengan otak cerdasnya segera. Urusan membuat rencana, Danu memang tidak bisa diragukan lagi, setiap rencananya untuk apapun yang hendak ia kerjakan, selalu ia tepati dan berhasil. Apalagi hanya masalah sepele seperti ini, Danu bahkan dapat menyombongkan diri sekarang. Beruntung, di sisi lain Danu juga berguna.
"Gue punya rencana ... Tapi kali ini gue mau kita benar-benar kompak, rencananya mudah asalkan bisa berjalan dengan lancar," tutur Danu dengan pandangan yakin terhadap Hera dan Arshel.
***