'Voice note uploaded.'
.
.
.
.
.
"Ini beneran Sukma?"
"Anak itu ternyata nggak seperti yang kita tahu."
"Gue nggak nyangka, sih."
"Gue udah tahu di emang kek gitu."
"Ternyata."
***
Brakk
Sukma menendang sebuah meja di depannya dengan begitu keras. Sebuah emosi yang betul-betul tak bisa lagi tertahankan. Kakinya tak dapat berhenti mondar-mandir, memikirkan berbagai cara untuk bisa menghindari semua orang. Terlanjur, Sukma tetap tidak bisa berbuat apapun.
"Lo keterlaluan emang," geram Sukma pada Rio yang sekarang tengah duduk di atas sofa seperti biasa kemudian memandangnya dingin.
"Apa bedanya sama lo?" Tampik Rio final.
Sukma menghela napas panjang. Otaknya benar-benar dibuat kacau hingga memikirkan hal positif saja seakan sulit. Ia duduk di samping Rio, lalu menatapnya khawatir. "Tapi kenapa lo harus bilang secepat ini! Gue ... Gue ngga bisa terima begitu aja! Apa yang harus gue jelasin nanti kalau Hera tahu itu gue!"
"Lo yang harus akhiri ini, gue nggak mau memperpanjang masalah." Sekali lagi Rio menampik. "Sekarang ini jadi urusan lo ... Bukan gue."
"Tapi ...." Sukma menunduk, merasakan penyesalan yang teramat dalam ketika menyadari sejauh ini ia hanya mengandalkan pikiran pendeknya untuk membalaskan dendam, harusnya ia tahu jika yang ia hadapi sekarang adalah Danu. Sial, mustahil jika harus mengelak. "Voice note itu udah kesebar ... Gara-gara lo yang selalu seenak jidat memutuskan suatu hal!"
"Gue udah bilang ... Gue nggak mau ikut campur lagi," balas Rio secepatnya.
Spontan kedua telapak Sukma mengepal hebat bersama emosinya yang semakin merebah. "Harga diri gue, Rio ... Nggak ada yang bisa balikin harga diri gue."
Rio menghela napas panjang. "Lo pikir sekarang gue lagi seneng-seneng, gitu? Seharusnya lo mikirin resikonya juga, harga diri gue juga kena kalau gini jadinya."
"Lo juga bodoh malah ngomongin semuanya, kalau lo mau berhenti, tinggal bilang aja, nggak usah ngungkit-ngungkit, repot, kan jadinya," cetus Sukma.
"Lo tahu, kan, biasanya juga berjalan lancar," tampik Rio menopang tubuhnya semakin lemas. Ia menunduk khawatir tak kala mengingat tentang masalahnya sekarang. "Gue nggak nyangka akan separah ini."
"Gue juga ngga nyangka kalau bakal kek gini."
"Terus lo mau ngelakuin apa?" Tanya Sukma sembari mendongak ketakutan.
"Urusan gue bukan sama cewek cupu itu lagi, dan lo juga harus mau terima semuanya, karena semua itu berawal dari lo, gue nggak mau tanggung jawab atas itu."
***
"Semuanya udah beres," ucap Danu terdengar santai dan sikapnya yang normal-normal saja membuat Hera juga Arshel saling pandang kebingungan. Pasalnya, semua orang, bahkan seisi sekolah tengah memperbincangkan tentang voice note yang semalam diberikan Hera untuk Danu, voice note itu menyebar cepat hingga sang tersangka, alias Sukma, kini menjadi bulan-bulanan guru BK, dan itu juga Danu yang melaporkan atas tindakan kekerasan terhadap teman. Tidak disangka saja, Danu akan melakukannya sejauh ini.
"Kita nggak lagi ngelakuin cyberbullying, kan? Aku kasihan sama Sukma," tampik Hera merasa bersalah. Melihat raut ketakutan Sukma saat hendak menemui ruang BK, membuat Hera tak henti-hentinya khawatir.
"Enggak, lah, kita kan menunjukkan bukti nyata, bukan semata-mata hanya untuk menjatuhkan orang, dia pantas ngedapetin itu, setidaknya cuman hukuman kecil dari apa yang selama ini lo alamin," balas Arshel sembari mengudarkan lipatan tangan, kemudian berdiri melihat Danu yang kini tengah menatapnya balik.
"Sekarang, yang jadi masalah kita ... Adalah Rio, dia nggak bakalan mempan hanya dengan omongan orang tentang kelakuan dia, lo tahu kan ... Rio pasti cari kita," imbuh Arshel bersama raut seriusnya. Kali ini, sementara tidak ada yang berhubungan dengan Hera, toh masalah tentang Hera juga sudah terselesaikan, dan fokus Arshel juga Danu hanyalah pada Rio yang entah mau bagaimana akhirnya.
Sedangkan Hera, ia hanya menatap kedua laki-laki di depannya ini secara bergantian, bingung dengan apa yang tengah mereka bicarakan. Sudahlah, memang benar Hera tidak boleh ikut campur.