Aiza berangkat sekolah seperti biasa. Bersama Willi yang selalu setia menemani perempuan itu kemana pun ia pergi. Mereka tiba di sekolah 10 menit lebih awal mengingat Willi harus menyalin contekan matematika dari teman-teman kelasnya.
Dan Aiza sangat memaklumi. Karena teman-teman kelasnya juga begitu.
“Nanti aku samperin kamu kayak biasanya,” lelaki itu tidak pernah lupa untuk mengusap puncak kepala milik Aiza hingga para siswi tentu saja iri dengan perlakuan manis lelaki tersebut.
Arsya yang sudah berada didalam kelas saat melihat hal itu justru berpikir lebih keras. Apa yang membuat seorang Willi bertekuk lutut kepada seorang Aiza. Ia heran, sekaligus merasa tidak suka.
Padahal ia hanyalah teman Aiza. Untuk saat ini.
“Pagi Aiza. Berangkat sama Willi?” tanya Arsya saat perempuan itu melangkah masuk ke dalam kelas.
“Eh. Pagi juga Arsya—Iya aku berangkat sama Willi. Btw kamu tumben banget udah di kelas jam segini,” tanyanya kembali.
“Aku piket. Makanya dateng pagi,”
Aiza mengangguk lantas menuju meja belajarnya. Ia termasuk anak yang perfeksionis sehingga meja, kursi, dan perlengkapan belajarnya harus rapi dengan tangannya sendiri. Arsya yang sadar akan hal itu hanya bisa menyunggingkan senyumannya. Tentu saja ia tidak ingin mengganggu, maka yang dilakukannya adalah kembali membersihkan kelas sebelum yang lainnya tiba.
Wajah-wajah penghuni kelas 12 IPA 6 mulai terlihat satu per satu. Ada yang sudah mengenakan pakaian olahraga dari rumah. Ada yang membawa pakaian tersebut menggunakan paperbag. Dan ada juga yang mengenakan pakaian olahraga namun dibalut dengan seragam sekolah.
Mereka terlihat begitu bersemangat karena mata pelajaran olahraga yang berdekatan dengan waktu istirahat. Untuk jam pertama tentunya diisi dengan mata pelajaran Bahasa inggris. Namun sayang sekali Mom Syakila tidak bisa hadir sehingga hanya diberikan tugas yang nantinya dikumpul sebelum waktu berakhir.
“Nomor 1 apa, Jan?” tanya Faziro. “Maksud gue tolong tanyain ke Aiza jawaban nomor 1 apa,”
“Ai, jawaban nomor 1,” ucap Janeta agak keras tanpa memalingkan wajahnya dari lks Bahasa inggris miliknya.
Aiza langsung meletakkan lks miliknya ke atas meja milik Janeta dan Meilin. “Udah, langsung salin aja,”
Spontan Faziro dan Leon langsung berpindah posisi ke depan agar bisa menyalin semua jawaban milik Aiza. Begitu juga Nindi yang tadinya berada di samping Aiza, malah sekarang sudah berpindah posisi sehingga kursi miliknya kosong.
“Aku duduk disini boleh gak?”
“Duduk aj—,”
Ucapan Aiza terhenti ketika melihat sosok Arsya yang berada di sampingnya saat ini. Jantungnya memang berdetak lebih kencang, namun rasa penasaran miliknya mengalahi detak jantung yang terus melaju kencang.
Dia ngapain kesini?
Bahkan Faziro dan Leon menghentikan aktifitas mereka. Mereka mengernyit kebingungan. Yang ada didalam pikiran mereka saat ini hanyalah “Apakah Arsya ingin bergabung dengan circle mereka atau bagaimana”
***