“Udah belum?” tanya Aiza yang masih memegang tangga kayu kepunyaan Abah.
“Belum, ih. Sabar dulu, Ai. Ini masih ada 1 buah lagi belum diambil,”
“Hati-hati, Wil,”
Suasana di pagi hari memang sangat indah untuk dinikmati, terlebih lagi bukan pada saat libur sekolah. Seolah ada sesuatu yang berbeda. Sudah hampir 5 hari lamanya Aiza tidak hadir di sekolah dikarenakan demam dan batuk yang ia derita. Namun dikarenakan tubuhnya yang sudah mulai fit, ia lebih memilih untuk keluar rumah beberapa saat.
Ya hanya sebatas halaman rumah.
Perempuan itu masih memegang erat tangga kayu milik Abah yang dinaiki oleh Willi. Harusnya lelaki itu masuk ke sekolah, namun karena katanya bosan akhirnya ia lebih memilih kabur ke rumah Aiza. Jujur saja, perempuan itu tidak akan bertanggung jawab jika Mami Willi marah-marah.
Tapi sepertinya memang Mami Willi diciptakan untuk terus memberikan izin kepada anak tunggalnya itu jika sudah menyangkut perkara Aiza atau pun basket.
“Udah, nih!—Wah, banyak banget buah jambunya, Ai,” seru Willi bersemangat. Ia dengan segera menuruni tangga kayu lantas membantu Aiza untuk mengembalikan benda tersebut.
“Bisa bikin rujak gak sih ini?” tanya Aiza.
“Bisa, tapi harus cari mangga nya dulu,”
“Itu di depan ada mangga. Terus pake apa lagi ya?”
“Kuah kacang sama cabe rawit enak gak sih, Ai?”
“Oh iya, bener juga,”
Kedua insan tersebut sibuk sekali mengubah buah-buahan yang mereka kumpulkan untuk menjadi rujak buah. Hal ini sudah biasa mereka lakukan semenjak Willi memutuskan untuk kembali mendekati Aiza. Padahal saat di kelas 10 mereka tidak begitu dekat karena Willi takut nantinya perempuan itu akan risih.
Padahal diam-diam Aiza suka sekali memperhatikan lelaki itu.
“Buka mulutnya, Ai,” Willi dengan bersemangat menyuap rujak buah yang berhasil mereka buat. Lelaki itu memang selalu mempriotaskan Aiza.
“Sumpah enak banget!—Wil, giliran kamu lagi,” tentu saja lelaki itu bahagia ketika Aiza menyuapkan rujak buah kepadanya.
“Kalau tiap hari kayak gini gak akan bosan akunya, Ai,”
“Yaelah jarak rumah kita kan gak terlalu jauh. Biasanya juga kamu kesini terus,”
Aiza paham menjadi anak tunggal tidak seenak yang orang-orang bayangkan. Walaupun keluarga Willi bisa dikatakan sebagai keluarga yang sangat kaya, namun tetap saja lelaki itu merasa kesepian. Makanya Aiza selalu senang jika Willi main kerumahnya. Entah itu setiap hari, setiap seminggu sekali atau kapan pun saat dia mau.