Arsya

Nurul faizah
Chapter #26

25. Menghindar

Willi melompat masuk ke dalam halaman rumah Aiza yang terang benderang dikarenakan sinar dari lampu gantung. Padahal pagar rumah perempuan itu bisa dibuka, namun ia lebih memilih untuk melompat. Lelaki itu tersenyum sumringah ketika melihat Maminya sedang berbicara sembari tertawa di teras rumah bersama Mama Aiza.

Hal ini sudah biasa terjadi.

“Willi! Kayak gak ada etika aja kamu ngelompatin pagar rumah orang,” dumel Maminya. Tentu saja tidak diubris oleh Willi.

Mama Aiza tertawa kecil, “Anak lelaki emang suka begitu, udah biarin aja,”

“Masalahnya itu ya, sampe dirumah dia juga suka lompatin pagar padahalkan tingginya minta ampun,”

“Hehe, maaf Mami—Aku ke Aiza dulu, yaa!”

Lelaki itu berlari kearah kursi panjang yang dihuni oleh Aiza. Jaraknya tidak terlalu jauh dari teras rumah. Kursi itu termasuk kursi yang nyaman diduduk saat malam hari karena berada dibawah pepohonan yang rindang dan banyak lampu lentera.

“Dari mana sih?”

“Beli voucher buat main game—Aku beliin kamu tahu sumedang juga,”

Mata Aiza berbinar-binar. Tahu sumedang adalah makanan favoritnya untuk sekarang karena murah dan juga mengenyangkan.

“Ihhh, makasih banyak,” ia mencubit gemas pipi Willi.

Willi tersenyum. Tentu saja senyum bahagia.

“Ai, kamu sama Arsya gimana?” tanya lelaki itu tiba-tiba.

“Gimana apanya? Ya tetap temenan,”

“Ai, aku denger kok apa yang kamu omongin ke dia waktu di ruang kesehatan,”

Aiza menghentikan aktifitasnya. Harusnya ia berbicara perihal semua ini ke Willi. Meminta saran adalah sesuatu yang sakral.

“Kamu tau kan aku ada rasa ke Arsya?”

Willi mengangguk.

“Karena itu aku ngomong ke dia waktu di ruang kesehatan. Aku cuma mau tau ngapain dia kayak gitu ke aku—Aku cuma gak mau berharap lebih, Wil,”

Willi tahu. Aiza tidak pernah menutupi apa pun darinya. Ketika Arsya mengajaknya jalan, atau menelponnya, atau memberikan hadiah, atau lainnya, Aiza selalu memberi tahu Willi. Bahkan perihal perasaan perempuan itu ke Arsya, ia juga diberi tahu.

“Ai, kalau misalnya dia kayak gitu ke kamu karena kamu cuma temen dia, kamu gimana?”

“Berarti aku gak boleh berharap lebih. Karena nyata nya kita cuma temenan,”

Lihat selengkapnya