Arsya

Aisya MJ
Chapter #2

Tak Jadi

Bel sekolah telah berbunyi, semua siswa yang semula ngantuk dan tidur di bangku tiba-tiba langsung bangkit dan senyum mengembang dari bibir mereka. Inilah saat-saat yang ditunggu-tunggu oleh para siswa. Ketua kelas pun langsung menyiapkan anggota kelas untuk hormat bendera dan berdoa, tidak lupa memberi salam kepada guru. Karena itu adalah ciri khas dari sekolahku, SMAN 1 Nganjuk.

SMAN 1 Nganjuk, berada di Kabupaten Nganjuk provinsi Jawa Timur. Nganjuk dikelilingi oleh beberapa kabupaten. Di sebelah selatan terdapat sebuah kabupaten bernama Kediri, sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bojonegoro, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Madiun, dan sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Jombang. Tidak banyak yang tahu dengan keberadaan Kabupaten Nganjuk, mungkin, karena letaknya yang lumayan terpencil dan tidak terkenal. 

Kabupaten yang berada di bawah Gunung Wilis ini juga sama dengan kabupaten lainnya yang memiliki beberapa tempat umum, seperti sekolah, masjid, alat pemerintahan dan lain sebagainya. Sekolah di sini juga terdiri dari taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas. Ada yang negeri dan juga swasta. 

Kabupaten yang dijuluki dengan kota angin ini ada yang menarik dari sekolahnya. Ada dua sekolah di sini yang memiliki jurusan bahasa, salah satunya SMAN 1 Nganjuk, yang merupakan tempat belajarku saat ini.

Jurusan bahasa atau kerap disebut kelas bahasa merupakan salah satu kelas yang ada di SMAN 1 Nganjuk. Kelas ini juga merupakan kelas limited edition, karena hanya ada satu kelas yang berada di SMA ini. Selain itu, jumlah murid di kelas ini pun dibatasi, tidak seperti kelas dengan jurusan MIPA dan IPS yang bisa menampung banyak murid. Hal itu yang membuatku memilih bersekolah di sini. Alhamdulillah, Allah memberikan aku kesempatan untuk bersekolah di sini dan masuk di jurusan bahasa pula.

Namanya kelas bahasa, pasti belajar tentang bahasa dan budaya. Begitu juga dengan sekolahku. Ada beberapa bahasa yang diajarkan di sini, seperti, bahasa Inggris dan bahasa Indonesia yang merupakan pelajaran wajib, bahasa Jepang yang merupakan pelajaran tambahan atau peminatan, bahasa Jawa sebagai muatan lokal, sastra Indonesia dan sastra Inggris yang mengenalkan kita dengan karya terdahulu sampai sekarang dan mengapresiasikannya, serta pelajaran antropologi yang membahas tentang kebudayaan Indonesia. Dengan begitu, siswa yang berada di kelas ini menjadi mengerti, mengenal lebih dalam serta paham dengan bahasa (baik luar maupun dalam negeri) dan kebudayaan di Indonesia.

Setelah semua siswa selesai bersalaman, ibu guru pun keluar dari kelas. Aku langsung membuka handphone-ku dan melihat WhatsApp apakah Annabeth mengirim pesan atau tidak? Saat sedang membuka WhatsApp, tiba-tiba Akira memanggilku. 

"Arsya! dicariin orang nih," katanya sambil menunjuk seseorang yang berada di balik pintu kelas. Akira setiap bercerita atau berbicara denganku, kebanyakan memakai bahasa Indonesia. Sampai-sampai ada anak yang bilang kalau kita itu bukan dari Jawa, karena hanya waktu-waktu mendesak saja aku dan Akira menggunakan bahasa Jawa.

"Iya bentar, aku ke situ,” jawabku senang, karena aku mengira Annabeth yang datang.

"Arsya," katanya sambil tersenyum.

"Kamu?" lirihku. Ternyata bukan Annabeth yang datang, melainkan laki-laki yang tadi pagi mengaku bernama Irwan. "Kenapa kamu disini?" tanyaku.

"Sesuai janjiku tadi, aku akan memintamu menjelaskan apa arti dari kata-katamu kemarin?" ujarnya.

"Memangnya kamu berjanji ya?" tanyaku mengingat-ingat kejadian yang lalu.

"'Kan aku udah bilang pulang sekolah akan nanyain itu ke kamu. Itu artinya aku sudah berjanji," katanya dengan senyumnya yang tidak pudar.

Aku mengernyitkan dahiku dan menghela napas panjang. Tidak mengerti kenapa dia seperti itu. Aku paling gak suka dengan orang yang sok akrab denganku. Apalagi tanya-tanya tentang diriku dan dia orang asing yang tidak aku kenali. Bukan apa-apa tapi aku merasa gak nyaman kehidupanku diurus oleh mereka.

"Bagaimana jawabannya?" Irwan memastikan.

"Entahlah aku tak tahu, yang jelas itu hanya sebuah kata-kata saja mengapa segitunya kamu bertanya seperti itu ke aku? Lagi pula aku juga sudah menjelaskan itu semua ke kamu. Jika kamu tetap tidak mengerti ya sudahlah lupakan." Entah kenapa kata itu keluar dari mulutku secara tiba-tiba. Mungkin, karena aku kesal sama dia yang terus bertanya kepadaku. Bertanya hal yang tidak penting khususnya. 

"Bukannya kamu tadi bilang akan menjelaskannya saat pulang sekolah? Dan sekarang, 'kan sudah waktunya pulang sekolah, tapi kenapa kamu tidak mau?" tanyanya kepadaku. 

"'Kan tadi aku sudah bilang, KALAU TEMAN-TEMANKU BELUM PULANG AKU TIDAK JADI NGEJELASIN SECARA LANGSUNG, DAN SEKARANG AKU MAU PULANG," tegasku.

"Bukannya kamu pulang bersama Annabeth?" Lagi-lagi dia bertanya kepadaku membuat aku risih dengan pertanyaan. 

"Iya," sahutku singkat tidak menghadap ke arahnya.

"Lalu kenapa kamu mau pulang sendiri?" 

"Siapa yang mau pulang sendiri, aku lagi nunggu Annabeth kok," jawabku enggan.

"Ya sudah, sambil nunggu Annabeth, jawab pertanyaanku tadi tentang statusmu kemarin" katanya sambil tersenyum. "Eh maksudku ngejelasin hehehe." Dia membenarkan perkataannya diiringi dengan tawa.

"Maaf aku harus pulang, permisi. Assalamu'alaikum," pamitku sambil berjalan meninggalkannya. Aku segera pergi dari kelas dan menuju ke kelas Annabeth.

"Wa'alaikumsalam," ucapnya. "Hati-hati Sya," sambungnya setelah lima detik membalas salamku.

Aku pura-pura tidak mendengar ucapannya itu dan terus melangkah ke depan. Ketika sampai di depan kelas Annabeth terlihat Annabeth juga baru keluar dari kelasnya. 

Syukurlah kamu langsung keluar. 

"Maaf ya, Sya. Aku mau gak marani ndek kelasmu, soale aku bingung bahas tugas kelompok," pinta Annabeth sambil memegang tanganku meminta maaf. Annabeth merupakan temanku dari kecil dan kami memang sudah akrab dari dulu. Kita selalu sekolah dan bermain bersama, namun saat SMP kita sempat terpisah. Hal itu membuatku harus kembali akrab dengannya. Aku jika dengan orang yang sudah lama akrab denganku aku menggunakan bahasa Jawa, tapi jika dengan orang yang baru dikenal meskipun dari daerah yang sama, aku menggunakan bahasa Indonesia. Saat Annabeth menggunakan bahasa Jawa, aku masih saja memakai bahasa Indonesia, karena sudah terbiasa menggunakannya dengan Akira dan teman sekelas.

Lihat selengkapnya