Di dalam sebuah ruangan 3×3 meter ini, aku terbangun. Ibu mengusik ketenanganku dengan suara yang dari tadi beliau ucapkan. "Bangun, Sya. Wes sore." Begitulah seterusnya sampai mataku benar-benar terbuka lebar dan keluar dari ruangan ini. Tidak hanya itu, beliau akan terus berucap jika aku tidak segera ke kamar mandi dan melaksanakan salat. Alhasil, aku tidak mau ada perdebatan, maka aku melakukan itu segera mungkin.
Ibu tersenyum. Tidak ada lagi kata-kata yang terucap darinya. Padahal hanya menunjukkan diriku yang memakai mukena, ibu sudah seperti itu. Benar aku sudah selesai menyelesaikan 4 raka'at di jam lima kurang lima ini. Setengah jam lagi menuju Magrib, membuatku tidak melepaskan mukena yang membuat ibu tersenyum tadi.
Aku tidak mau bosan. Setengah jam waktu yang lumayan lama. Aku pun mengambil handphone-ku yang tadi aku cas. Lalu, menyalakan data seluler. Apalagi yang aku lakukan jika tidak membuka WhatsApp. Ketika melihat deretan chat yang masuk, mataku membelalak. Terdapat nama Irwan pada deretan tersebut.
Kubuka tidak ya chat ini? Kata-kata itu yang terngiang di pikiranku kemudian.
Sudahlah tidak usah kubuka, nanti dia malah terus chat. Akhirnya, aku memutuskan untuk tidak membalas pesan dari dia. Setelah itu, aku matikan data seluler, karena aku takut dia terus chat aku. Tidak beberapa lama kemudian, azan Magrib berkumandang. Aku segera mengambil wudu dan salat. Dalam salat, kuberdoa supaya pikiran-pikiran negatif yang muncul di pikiranku tentang Irwan hilang. Karena semenjak aku bertemu dengan Irwan aku selalu memikirkannya.
Setelah selesai salat dan berdoa. Kemudian, aku meraih benda persegi panjang yang mirip dengan buku itu dari atas meja belajarku. Dengan posisi yang tidak berubah, aku melantunkan ayat-ayat yang ada di dalam benda yang selalu dijaga kesuciannya itu. Sejuk rasanya hati bisa melantunkan ayat-ayat tersebut. Selain itu aku takut, jika aku mati, tidak pernah mulut ini membaca Al-Quran. Karena itu aku membiasakan untuk membacanya walau cuma satu ain setiap hari.
...
Keesokan harinya, seperti biasa aku telah siap untuk berangkat sekolah. Kali ini aku berangkat lebih pagi, karena Annabeth sudah berada di rumahku sejak pukul enam tadi. Padahal aku masih belum sarapan.
"Ayo ndang cepet, Sya. Iku Annabeth wes ngenteni ndek njobo," kata seseorang yang selalu menyayangiku tanpa putus. Iya beliau adalah ibuku, Aisyah.
"Nggeh Buk, niki badhe maem," jawabku yang masih ribet dengan sepatuku.
Entah kenapa, hari ini aku terburu-buru sekali. Apa mungkin Annabeth kepagian berangkatnya atau malah aku yang kesiangan.
Setelah makan, aku mengecek lagi isi tasku, takut ada yang ketinggalan. Setelah semua selesai, aku segera berangkat dan berpamitan kepada orang tua. Lalu kunaiki sepeda dan meninggalkan rumah.
Di perjalanan, seperti biasa aku dan Annabeth bercerita tentang kejadian semalam. Kebanyakan yang bercerita adalah Annabeth, Aku hanya mendengarkannya.
...
Sesampainya di sekolah, setelah memarkirkan sepeda aku dan Annabeth langsung menuju ke kelas. Ketika kami diperjalanan menuju ke kelas, tiba-tiba di tengah perjalanan kami ditegur oleh seseorang. Seseorang itu adalah laki-laki yang tak asing lagi bagiku. Dialah laki-laki yang aku kenal pertama dan yang sering aku ajak ngobrol di SMA ini. Laki-laki yang bisa membuatku tersenyum. Laki-laki yang lucu dan mengasyikkan meskipun dia sering membuatku kesal.
...
"Sya aku pinjam pulpenmu dulu ya," kata Vero mengambil pulpenku dan membawanya pergi.
"Iya," jawabku mengiyakan.
"Gak bisa nih, Sya. Bagaimana sih?" Vero menampilkan wajah yang tidak bisa dijelaskan. Aku pun menghampirinya dan membuktikan bahwa pulpenku masih bisa digunakan untuk menulis.
"Masak sih tadi aku gunakan masih bisa kok," jawabku menyakinkan bahwa pulpenku masih bisa digunakan untuk menulis.
"Nih lihat nggak bisa, 'kan?" Vero mencoret-coret pulpenku ke kertasnya.
"Sini mana aku coba," ujarku dengan mengambil pulpen dan kertas yang ada di mejanya. Aku pun mencoret-coret kertas itu.
"Jangan!!!" cegah Vero mengisyaratkan agar aku tidak mencoret kertasnya, tetapi kertas itu sudah terlanjur aku coret.