Artemis

Dyah Ayu Anggara
Chapter #1

The Story

"JANGAN ADA YANG MENDEKAT!"

Remaja perempuan dengan surai cokelat kusutnya yang tergerai dengan tubuh kurus yang terbalut piyama itu, menodongkan sebuah pistol dengan kedua tangannya. Yang sama-sama gemetar. Wajahnya nyaris babak belur. Untungnya, ia hanya mendapat lebam pada dahi dan dagu nya. Kedua matanya basah kuyup tanpa berniat mereda.

Di sekelilingnya terdapat 7 pria berbadan lebih besar dan tinggi darinya. Teriakan itu diperuntukan bagi pria berkulit pucat dan pirang , yang terus melangkah ke arah nya.

Pria itu terlihat sangat sehat.

Sementara remaja itu?

Berantakan.

Rapuh.

Berpendirian keras.

"Nggak usah sok kuat, jari-jari lo aja nggak kuat menarik pelatuknya," pria dengan rambut pirang tadi, dengan freckles di batang hidungnya berucap meremehkan.

Sang remaja menekan sisi malaikat dalam dirinya yang kini terdengar samar. Ia menahan napas lalu menggerakan telunjuknya.

Terdengar suara pelatuk pistol itu di tarik.

Tapi tidak terdengar suara tembakan.

PRAK!

Perempuan itu terkesiap. Marco, pria yang memeperkenalkan diri sembari menikam jantung paman nya, baru saja menendang pistol yang di genggam remaja yang jauh lebih muda.

"Kami hanya akan membawa lo ke kediaman De Rucci, sesuai perintah The Don, lo beruntung The Godfather nggak menghalangi our boss karena tentu saja, dia salah satu 'pewaris utama' beberapa jam yang lalu!"

"Untuk apa saya kesana?!"

Remaja itu bungkam.

Marco mengangkat tubuhnya dengan melingkarkan kedua tangannya di sekitar leher anak dari mantan pemilik rumah yang di sedang ia pijaki.

"Seorang slave nggak pantas menyalak!"

Cuih!

"SIALAN!" Marco membanting perempuan tadi ke dinding rumah. Ia mengusap kasar cairan bakteri yang di ludahkan ke wajahnya.

"GUE NGGAK SUDI JADI BABU ORANG-ORANG YANG BUNUH KELUARGA GUE!!!"

Perempuan itu tidak peduli akan efek bila ia berteriak, akan semakin melemah tubuhnya.

"BAGUS! KARENA KAMI NGGAK BUTUH BABU IDIOT KAYAK LO!"

Marco berderap secepat angin ke hadapan keturunan Wirjadinata itu lalu dengan sekali gerakan, 

CRASSHHH!!!

"Ugh...!"

Remaja itu menggigit bibir bawahnya, menahan lirihan sakit setelah lengan kanannya tergores belati milik Marco. Tubuh remaja itu terjatuh dengan posisi telungkup. Di lantai, dimana darah milik ayah, ibu, kakak, dan paman nya, menggenang.

"Marc! Lo gila?!"

"Ingat perintah bos!"

"Bukan sekarang waktunya!"

Marco menepis tangan-tangan anak-anak buahnya yang mengganggu, "ah! persetan! belum genap sehari dia jadi pewaris, tapi lagaknya melebihi saudara-saudaranya yang lain!"

Pandangan perempuan itu memburam, namun indra pendengarannya masih dapat menangkap suara-suara dengan jelas.

"Jangan bodoh, Marc, kita terpilih karena seleksi dan rasa kasihan, don't cross your limit!"

Wanita berkacamata bulat yang sejak tadi hanya menonton itu berucap tenang sembari bersedekap dan menatap jijik Marco yang menyandang gelar sebagai salah satu capo.

"Lagipula lo hanya anak babu, kan?"

"SIMPAN SINDIRAN MANIS LO DI DEPAN JAKSA, ERIS!"

Eris mengangkat bahu acuh "terserah," ujarnya malas. Sebagai seorang counselor, Eris sudah fasih berkata untuk menjatuhkan lawan. Apalagi kalau lawannya hanya mengandalkan otot seperti Marco.

"I never cross the limit, I'm always loyal to Godfather"

Tangan Marco yang memegang belati sudah terangkat, ujungnya siap menikam ubun-ubun milik gadis yang sudah terkapar itu.

"Godfather just builds, Dons lead all!"

Akhirnya terdengar suara tembakan. Bertepatan dengan kedua penglihatan salah satu Wirjadinata menggelap.

Hal terakhir yang dilihatnya.

Perempuan bersurai navy.

***

"Ini pelajaran buat kalian juga," perempuan bersarung tangan putih itu memasukan pistolnya ke dalam saku celana bahannya. Manik hitamnya menghangat saat bergerak pada sosok yang tergeletak di depan mayat Marco.

"Artemis De Rucci!"

Artemis, atau akrab di panggil Art, memutar tubuhnya 45° tanpa minat pada orang yang meneriakan namanya.

"Gue nggak budek,"

"Lo bego!"

Sang underboss, berdiri di depannya dengan nafas terengah dan air muka penuh amarah.

"Kenapa Marco di bunuh?! Siapa yang akan memimpin mereka?!"

Kyle De Rucci menunjuk enam laki-laku, remaja ataupun pertengahan 20-30 tahun, yang merupakan soldiers Marco. Tadinya.

"Nggak usah teriak-teriak, nanti darah tinggi kayak papa,"

"Art..! "

"Omg! Boy, my ears! Heh! Six of you! divided into two, Eli's and Gaia's"

Artemis memerintah lalu berjalan, hendak menghampiri 'sisa' dari Wirjadinata. Tidak mudah, Kyle mencengkram lengannya hingga langkahnya tertahan. Di tatapnya kedua netra adik tirinya yang menatapnya seolah ingin merematnya

"Lo nggak bisa kasih perintah tiba-tiba begini!"

Artemis menarik lengannya yang di tahan sembari mengeluarkan smirk nya, "guess who's the boss!" Artemis berujar riang lalu berlari kecil dan mengangkat anak perempuan tunggal Wirjadinata dengan mudah.

Wajah Kyle semakin memerah padam melihat kelakuan kakak perempuannya, "lo gila! Seharusnya seluruh Wirjadinata mati! Mereka melanggar perjanjian!"

"Kata seharusnya itu cocok sebagai saran bukan perintah, kenapa nggak semalam di rapat lo bilang begitu?" ekspresi jengkel Artemis seketika berubah jenaka "ah lupa, semalam lo terlalu sibuk merayakan a year anniversary sama Gege kan, ya berarti salah lo, siapa suruh nggak show off in meeting"

Artemis membawa keturunan Wirjadinata itu ke lantai atas. Tak lupa menyapa Gaia yang baru saja datang.

Lihat selengkapnya