Artemis

Dyah Ayu Anggara
Chapter #10

THE KING

Eris menghela napas selepas mendengar penjelasan Artemis dan Elijah. Keduanya sedang berada di kamar Elijah di Bogor. Sementara Eris menimbang-nimbang permintaan tolong si kembar dampit, Artemis memandangi Henry dan Kassandra yang sedang berjalan kesana kemari sembari tukar bicara. 

"I'll try" ujar Eris seraya berdiri dari ranjang Elijah. Cewek itu memakai kepala hoodienya. Sekali lagi Eris menatap buku notes di tangannya dan si kembar bergantian "gue harap kalian bisa sabar ya,"

"Kita udah cukup sabar ditipu selama ini!" Elijah menjawab dengan suara berapi-api. Sementara Artemis masih setia memandang keluar jendela. 

"Kenapa nggak Art yang minta langsung? She has all the access as the heir!"

"After I bring her to De Rucci?"

Akhirnya Artemis memutus perhatiannya dari Kassandra dan menatap Eris yang kembali menghela nafas letih "fine, I'll get that damn fucking letters!"

Setelah Eris keluar, Elijah kini melemparkan pertanyaan yang sangat dihindari Artemis. "Gimana perkembangan kalian?"

"Nggak ada, udah ada orang lain yang punya pesona lebih dari gue"

"Sejak kapan lo punya pesona?" Elijah nyengir kuda saat Artemis melayangkan tatapan membunuhnya. 

"Udah selidiki si orang ketiga?"

Artemis mengangguk lemah "Bersih, dia anak dari keluarga sederhana, ayahnya pegawai swasta, ibunya ibu rumah tangga, masuk ke sekolah kita karena beasiswa, kerja paruh waktu buat bantu-bantu ekonomi keluarganya,"

Elijah mendesah terpukau "anak baik," komentarnya. Artemis menunduk, menyembunyikan air matanya yang lolos dari pelupuk matanya. Latar belakangnya jauh lebih buruk dari Kiara. Sudah pasti Kassandra akan memilih cewek itu. Elijah menyadari perubahan suasana hati saudaranya itu. 

"Nggak selamanya yang terlihat buruk itu selalu buruk, art,"

Artemis memandang bingung kembarannya "maksudnya?"

"Dibalik profesionalitas lo mengatasnamakan De Rucci untuk bunuh orang-orang di luar, tapi coba lo pikir, selalu ada alasan baik di balik semua itu"

"Terkecuali Wirjadinata," Artemis berujar murung "Kalau aja gue nggak terlalu emosi buat mengusulkan hukuman mati itu," kedua tangan cewek itu mengusap wajahnya kasar. Dirinya tak sudah-sudah menyalahkan dirinya sendiri yang bicara seenaknya di forum waktu itu. 

"Gue terburuk dari yang paling buruk, el," Artemis terisak tertahan. Pandangannya kembali memandang keluar jendela "Gue nggak mau Keys tau hal ini,"

***

Malam harinya, Artemis dan Kassandra makan malam untuk kedua kalinya dengan keluarga Wijaya. Dan kali ini Vanya menyuruh keduanya menginap karena besok adalah hari Sabtu dimana hari wajib libur dari aturan di sekolah mereka. Selama kegiatan makan malam berlangsung, kedua manik milik Kassandra menatap tajam pada sosok di hadapannya. Artemis, si objek yang dipandangi Kassandra hanya berfokus pada makan malamnya. Terkadang Artemis ikut-ikutan menyusup ke dalam obrolan Eli dan Henry. Bahkan saat Artemis membantu Vanya mencuci piring, dan Kassandra menggantikan Vanya, Artemis langsung pura-pura sakit perut dan bersemedi di dalam kamar mandi selama satu jam.

Kepekaan Artemis cukup tinggi setelah melihat air wajah Kassandra. Sebenarnay cewek itu sudah memasang wajah itu sejak tidak sengaja melihat Eris pulang tanpa pamit padanya dan Henry. Kassandra bahkan tidak tahu kapan Eris datang. Karena itulah sekarang ia terus-terusan meneror Artemis dengan lirikan matanya.  

Begitu menyelesaikan waktu sendirinya, Artemis keluar dan mendapati restoran ibunya kosong. Semua kursi sudah dinaikan ke atas meja-meja. Hanya ada dua lampu yang dinyalakan. Satu di lantai atas dan satunya lagi di lantai bawah restoran itu. Artemis berjalan santai menuju rumah utama yang masih menyala terang. 

Tangan Artemis yang memegang kenop pintu terhenti saat ponselnya bergetar. Dari Eris. 

"Ya?" Artemis menempelkan ponselnya ke telinga setelah mengangkat panggilan yang terus berteriak-teriak di saku hoodienya. Dari arah seberang, nafas Eris terdengar memburu dan berucap tidak sabaran "Kyle nggak ada di rumah!"

Artemis membiarkan panggilannya dengan Eris tersambung terus sembari jarinya membuka ruang chattingnya dengan Yazcho. Ia langsung mengirim pesan singkat. Menyuruh sahabatnya itu mengkunci ruang kerjanya karena semua dokumen penting dan bersifat rahasia berada di sana. Termasuk surat pasca perjanjian Wirjadinata. Sejak awal Artemis sudah merasakan Kyle akan bertindak sesuatu yang di dasarkan dendamnya atas kematian Gaia. 

Padahal cowok itu tidak paham cerita sebenarnya!

Jawaban Yazcho semakin membuat hati Artemis nggak tenang. Ia menendang rak sepatu yang baru saja dipakainya untuk meletakan sandalnya. Suara-suara Eris pun membuat otaknya malah semakin berputar-putar. 

"Gue lagi di perjalanan menuju rumah lo,"

"Okay..." mulut Artemis kontan mengatup. Tak jadi melanjutkan kata-kata agar Eris bergerak lebih cepat dan menarik Kyle pergi dari rumahnya. Tapi sayangnya sosok Kassandra yang duduk di atas karpet bulu ruang tamu dan menghadapnya membuatnya harus memutus panggilan secara sepihak dan dengan cekatan mengirim pesan pada Eris. 

"Udah buang airnya?"

Pertanyaan Kassandra wajar. Tapi perkataan cewek itu masih mudah membuat wajah Artemis memerah. Jelas, itu hal terbodoh yang dilakukannya hanya untuk menghindari intimidasi dari Kassandra. Artemis mengangguk lalu duduk tepat di samping Kassandra. Keduanya hanya diam sampai lagi-lagi Kassandra yang membuka pembicaraan. 

"Kenapa Eris tadi kesini?"

Otak Artemis berpikir cepat dan keras. Kali ini harus masuk akal, pikirnya. "Curhat, dia nggak suka jadi pelarian setelah kepergian Gege," dalam hati Artemis berkali-kali meminta maaf pada Eris. Hal itu benar, Eris memberitahunya tempo hari, hanya saja Eris datang ke Bogor bukan dengan alasan itu. Eris adalah perempuan dengan kegengsian tingkat tinggi sepertinya, pantang curhat kalau tidak benar-benar dalam kondisi terpuruk. 

"Gue memang belum punya orang yang gue sayang sih," Kassandra bergumam lalu nyengir pada Artemis "jadi nggak bisa menyalahkan Kyle atau Eris,"

"Nggak ada yang perlu disalahkan," Artemis balas menggumam lirih sorot tatapnya pun tampak sendu "itu semua takdir,"

"Tapi kata orang takdir bisa di ubah,"

"Cuma Yazcha yang bisa," bisik Artemis mengingat sahabatnya itu punya kemampuan melihat masa depan. "Kenapa?" Kassandra merasa mendengar sesuatu. Artemis cepat-cepat menggeleng lalu menarik tangan cewek berparas manis itu menuju kamar mereka. Keduanya sampai di dalam kamar. Setelah menggosok gigi dan mencuci wajah serta menggunakan skincare. 

Kassandra terheran-heran melihat Artemis merebahkan diri di atas sofa panjang yang berseberangan dengan kasur yang ditempatinya. Biasanya Artemis suka lancang tidur bersamanya. Tapi sekarang?

"Tidur disini," Kassandra menepuk-nepuk tempat kosong di sebelahnya. Artemis yang sejak tadi sibuk dengan ponselnya mengalihkan perhatiannya pada Kassandra yang masih duduk di atas kasur. Artemis melempar senyum terbaiknya "Duluan aja, gue masih ada urusan"

"Sok sibuk," celetuk Kassandra lalu merebahkan diri dan memunggungi Artemis. Ada rasa kagum dalam diri Kassandra pada Artemis. Cewek kasar dan yang suka semaunya itu, sekarang jadi lebih tenang dan bersikap...manis. Perlakuannya selalu membuat suasana hati Kassandra menghangat. 

Kassandra belum bisa tidur. Jadilah dia berselancar dalam dunia maya di ponselnya. Sampai suatu pesan dari Kyle membuatnya kembali terduduk di kasur. Artemis sampai melihatnya sebentar sebelum semakin larut dalam kesibukannya. Kassandra hanya menjawab kalau Eris dan Artemis membicarakan hal privasi. Dan Kyle terus menerus mendesaknya dengan balas berkata kalau Artemis nggak mungkin menyimpan rahasia dalam waktu lama bila sedang bersama Kassandra. Akhirnya Kassandra luluh dan mengucapkan hal yang baru saja diberitahu Artemis padanya. Dan hanya dibaca oleh Kyle. Kassandra menggerutu kesal atas lalu respon cowok itu lalu mulai berusaha lagi untuk tidur. Tapi tak kunjung mengantuk. 

"Art, I need a story"

Artemis akhirnya berhenti menelusuri dunia maya dan beranjak menghampiri tempat tidur. "Lagi nggak ada bahan cerita" Artemis bergumam sembari memandang langit-langit kamar. Kassandra cemberut lalu menyusup ke dalam selimut yang menyelimuti kedua badan mereka. Kassandra tersenyum kecil saat merasakan tubuh Artemis yang sedikit menegang karena dirinya yang tiba-tiba memeluk cewek yang masih engga melihat ke arahnya.

"Cerita asal aja" Kassandra mengusulkan yang mengundang kekehan dari Artemis. "Lo tau cerita Romeo dan Juliet?"

"Tau lah!"

"Romeo bunuh Tybalt, sepupu Juliet, karena Tybalt baru aja bunuh sahabat Romeo, menurut lo gimana?"

Awalnya Kassandra ingin protes karena dia minta Artemis bercerita. Kok malah dia ditanya balik.

"Hum, seharusnya Romeo nggak cepat bertindak gitu, sebelumnya kan sahabatnya juga setuju duel sama Tybalt, harusnya dia berpikir dulu,"

Lihat selengkapnya