Artemis

Dyah Ayu Anggara
Chapter #11

Wish You Were Sober

Setelah menghabiskan waktu empat hari tiga malam di Pulo Cinta, Artemis dan Kassandra kembali pulang ke Jakarta. Hanya berdua, karena Yazcha dan Yazcho memilih penerbangan yang menuju salah satu markas baru mereka, mengurus beberapa hal penting.

Selama perjalanan menuju rumah, Kassandra terus menerus bergelayut manja dengan Artemis di kursi belakang. Sampai sang sopir yang juga salah satu anak buah De Rucci menatap heran dari arah kaca spion tengah.

Artemis? Jangan ditanya lagi. Wajahnya terasa panas sejak keberangkatan mereka Pulo Cinta. Bahkan sekarang Artemis sibuk mengipasi wajahnya sambil sesekali menjawab pendek-pendek pertanyaan tidak berguna Kassandra. Kassandra sedang ingin memelihara binatang lain. Ia bilang Brownie butuh teman, Artemis bilang Brownie terbiasa kesepian seperti pemiliknya (Artemis).

"Hedgehog or Sugar Glider?"

Ibu jari Kassandra sibuk mengusap layar ponselnya dari bawah ke atas. Matanya menatap gemas foto-foto landak yang sedang tertampil di benda pipih itu.

Artemis meringis pelan mendengar pilihan Kassandra. Dia nggak bisa memilih. Sugar Glider? Artemis benci sekali segala macam benda hidup yang terbang. Hedgehog? Artemis masih belum bisa mengubah cara berjalannya yang suka terburu-buru, kalau ada landak di rumahnya, bisa dipastikan kedua kakinya tidak akan baik-baik saja.

"Aku susah beradaptasi sama binatang, keys"

"Kan aku yang pelihara!"

"Tapi kamu tinggal dirumahku!"

"Lho, kok perhitungan?!"

Artemis mengusak rambutnya yang tidak gatal lalu berujar pelan "Hedgehog..."

Kassandra melonjak girang di posisi duduknya lalu memeluk erat sang pacar yang kini malu luar biasa. Karena lagi-lagi anak buahnya tampak menahan senyum melihat bos nya yang dingin mudah ditakhlukan korbanya sendiri.

Setelah selesai memesan hewan peliharaan barunya itu, Kassandra kembali menyandarkan kepalanya di pundak Artemis. Perjalanan menuju rumah mereka masih terbilang cukup jauh karena jalanan yang macet. Momen-momen di Pulo Cinta terbayang di otak Kassandra saat tangan cewek itu memainkan kalung dengan liontin bergambar lambang swastika. Selama disana, setiap pagi dia bangun wajah damai Artemis selalu menjadi hal pertama yang dilihatnya. Terkadang kalau Artemis bangun lebih dulu, Artemis akan membangunkannya dengan mengecupi seluruh bagian wajahnya penuh sayang lalu membawakan sarapannya ke kamar mereka. Kedua pipi Kassandra kembali merona membayangkan malam-malam berikutnya Artemis akan memeluknya posesif seperti saat mereka menginap di Pulo Cinta.

Tiba-tiba cerita Artemis tentang Balmain terbesit begitu saja ketika Kassandra sibuk mengenang liburan mereka. Kenapa Artemis tidak langsung meminta ibunya untuk segera mengurus kepindahan hak asuh Artemis seperti Elijah? Kenapa Artemis masih harus bertahan dengan De Rucci?

Kamu sabar aja, sebentar lagi kita bakal lepas dari De Rucci.

Begitulah kata-kata Artemis saat mereka makan kudapan di sore hari sambil memandang matahari terbenam. Saat itu Kassandra sedang sangat bahagia, jadi dia langsung mengiyakan dan lanjut makan. Tapi kali ini kejanggalan itu mengusiknya. Apa karena Balmain tidak sekaya De Rucci? Karena itu Artemis hendak mencari keuntungan dari De Rucci? Astaga, kalau sampai benar, pacarnya benar-benar picik.

"Art,"

"Hm?"

Dari nada suara dan raut wajah Artemis, cewek itu nampak sangat waspada. "Kamu belum pernah bawa aku ke keluarga besar tante Vanya"

Tubuh Artemis langsung menegang. Cewek itu menoleh dan berucap setenang mungkin pada kekasih barunya "nanti kita bicara di rumah aja ya," Artemis melirik sang sopir berharap Kassandra menangkap maksud isyaratnya. Sayangnya Kassandra adalah tipe orang yang lemot dan tidak peka.

"Aku nggak peduli kok mau kaya atau miskin, yang penting sama kamu, bawa aku ketemu Bal---"

Kedua mata Kassandra membulat sempurna saat bibir Artemis mendarat di atas miliknya. Hanya bersentuhan, tidak lebih. Tapi dalam hati Kassandra, ia sudah menjerit-jerit kehabisan nafas dan suasana mobil mendadak panas. Bibir milik Artemis bergerak sedikit sampai terdengar bunyi kecupan yang tidak begitu nyaring, tapi mampu menyadarkan lamunan Kassandra.

"Breath, baby" ujar Artemis setelah menjauhkan kedua bibir mereka. Kassandra langsung membuang wajah dan tidak lagi bergelayutan manja dengan Artemis.

Kening Artemis berkerut kesal karena Kassandra tidak lagi menempelinya. Ia jadi nggak bisa menghirup aroma vanila khas yang menguar dari tubuh cewek itu. Kassandra menjerit pelan saat Artemis menarik tangannya dan membawa Kassandra duduk di atas pangkuannya. Sekarang gantian Artemis yang menyandarkan keningnya pada ceruk leher Kassandra. Artemis menyingkirkan sedikit helai rambut Kassandar yang menghalangi telinga gadisnya.

"Jangan bahas keluarga mama di depan orang asing" bisik Artemis lalu mencium singkat leher Kassandra sebelum memutuskan tidur dengan posisi yang masih sama.

***

Rasa pusing Artemis setelah tidur siang di mobil, semakin terasa memusingkan saat melihat Kyle duduk dengan angkuh di sofa ruang tamu. Dengan Eris yang setia menemaninya. Sayangnya Eris tidak duduk di sebelah Kyle, cewek itu memilih berdiri bersandar di dekat jendela panjang yang menghadap halaman rumah.

"Masuk ke kamar duluan ya,"

Kyle mengangkat alis dengan senyum miring, tertarik dengan perubahan sikap drastis Artemis terhadap korbannya sendiri. Kassandra mengangguk patuh lalu menaiki tangga menuju kamarnya.

"Padahal gue mau berbagi cerita yang menarik sama Sandra" Kyle mengeluarkan sebuah kaset rekaman dari saku celananya dan memainkan kaset tersebut sampai terdengar suara Artemis. Kata-kata Artemis saat rapat sebelum eksekusi keluarga Wirjadinata.

"Nyawa dibayar nyawa, tapi karena Wirjadinata sekarang udah cukup dikenala khalayak karena kita, gue akan minta bantuan Sissy buat nyogok mantan pacarnya yang kepala kepolisian---"

"Cerita bagus pantas dikasih tau kan, Art?"

PRAK!!!

Masa bodoh dengan kepalanya yang masih pusing. Satu kaki Artemis menendang kuat rekaman di tangan Kyle sampai terlempar mengenaskan di lantai rumah itu. Tidak sampai disitu. Artemis menghampiri rekaman itu lalu menginjak-injaknya sampai hancur lebur. Kyle dan Eris masih berdiam di tempatnya.

"Lo tau gue punya cadangannya" Kyle baru saja mengatakan pernyataan bukan pertanyaan. "Ya, gue tau" sahut Artemis cuek "gue cuma mau menyalurkan amarah karena lo ganggu gue dengan otak kosong lo itu"

"Yang selama ini punya otak kosong itu lo! Lo cuma bisa pakai otot karena sedari kecil lo memang dirangkai untuk itu!"

Artemis mengepalkan kedua tangannya. Bayangan dirinya berada di ruang operasi, dibawah lampu yang menyilaukan dengan tangan-tangan tanpa dosa yang mengubah alat vitalnya. Menyuntikan zat-zat yang tidak diketahuinya. Membuatnya lebih kuat dari pria dewasa manapun. Kyle berhasil membangkitkan amarah sang kakak akan masa lalu yang harusnya terkubur dalam seiring waktu.

"Jaga mulut lo anak haram!"

Kyle langsung maju dan melayangkan tinjunya pada Artemis. Tapi Eris bergerak lebih cepat dan berdiri di tengah-tengah. Menghalangi perkelahian sia-sia yang akan terjadi di antara kakak beradik itu.

"LO YANG HARAM, SETAN!!"

"HAHAHA! SEDIH BANGET SIH LO! UDAH HARAM! SEKARANG MAU AJA DIBILANG ANAK PUNGUT SAMA ORANG-ORANG!!"

"JAGA OMONGAN LO YA!! LO DAN KEMBARAN LO YANG LAHIR DI LUAR NIKAH!!!"

Lihat selengkapnya