Liburan akhir semester masih tersisa dua belas hari lagi. Seharian ini Kassandra hanya bermalas-malasan dirumah. Kegiatan yang dilakukannya sejak pagi hanya sarapan, mandi, menonton TV, tiduran, youtube-an, tiduran lagi. Manik kecokelatan cewek itu melirik malas jam dinding yang berdetak. Entah kenapa waktu lama sekali berjalan. Dan Kassandra benci sekali segala sesuatu yang lamban.
BUG! BUG!
Kassandra terbangun dari posisi terlentangnya. Kakinya melangkah cepat dan melongok keluar jendela. Di bawah sana Artemis sedang melakukan spiderman plank di atas matras. Sendirian di pekarangan rumah. Selama beberapa saat Kassandra hanya memandangi Artemis yang masih bergelut dengan serangkaian gerakan work out nya.
Malas hanya berdiam diri dan melamunkan Artemis seperti orang bodoh, Kassandra cepat-cepat mengganti sweatshirt-nya dengan kaus lengan pendek, tanpa mengganti hotpants-nya. Kassandra menuruni tangga dengan terburu-buru, hampir saja ia menabrak pelayan yang sedang menyapu tangga.
"Maaf, maaf, permisi," Kassandra melewati dua orang pelayan yang sedang membersihkan pintu kaca dan menyirami tanaman. Sampai cewek itu berdiri di samping Artemis yang sedang melakukan bicycle crunch. Artemis hanya melempar singkat cengiran khas-nya, nafas cewek itu agak memburu karena kurang mengatur nafas dengan baik. Tanpa berkata sepatah kata apa pun, Kassandra mengikuti gerakan yang dilakukan Artemis.
"Pakai matras!" Artemis menegur dengan nafas yang mulai terdengar teratur. Artemis memerintah salah satu pelayan yang tadi dilewati Kassandra untuk mengambilkan satu lagi matras untuk gadisnya. "Kamu galak banget sih kalau lagi perintah-perintah orang, aku nggak suka lihatnya," Kassandra cemberut namun tetap mengikuti Artemis yang sekarang melakukan up and down plank.
Keduanya sama-sama kelelahan, bahkan Kassandra hanya melakukan gerakan work out-nya sebagian. Lain lagi dengan Artemis yang menyelesaikan semua gerakan meski wajahnya sudah bersemu merah karena kelelahan dan peluh yang membanjiri seluruh tubuh dan wajahnya. Pada akhirnya Kassandra hanya duduk dan kembali memandangi Artemis menyelesaikan olah raganya di detik-detik terakhir.
Tangan Artemis terulur mematikan video work out di laptopnya yang ia letakan di atas kursi kayu rendah di pekarangan. Satu tangannya lagi menginstruksi Kassandra untuk berdiri di hadapannya. Sementara cewek itu sendiri memposisikan tubuhnya seperti saat sedang melakukan bicycle crunch.
"Apa?" tanya Kassandra, bingung. Artemis meluruskan kedua tangannya dan mengangkat lalu membentuk kedua kakinya sebesar 90 derajat. "Taruh kaki lo di atas kaki gue," "Hah?!" Kassandra melotot horor. Dia meragukan tubuh Artemis yang lebih kecil darinya itu bisa menahan beban tubuhnya. "Taruh kaki lo, dua-duanya di atas kaki gue," ujar Artemis lagi. Kassandra masih melihat ragu kedua kaki Artemis yang rapat dan setia membentuk sudut 90 derajat. "Cepat!" gertak Artemis dengan bibir yang mengulas senyum manis.
"Aku berat,"
"Memang,"
"Ish!" Kassandra hendak pergi namun Artemis langsung mengapit kedua kaki cewek itu dengan kedua kakinya. Kassandra kehilangan keseimbangan lalu jatuh tengkurap di atas rerumputan yang baru saja diratakan.
"ART!"
"Aku butuh beban tubuh kamu buat latihan terakhir, ayo," kali ini Artemis meminta dengan suara yang lebih lembut. Tapi aura cewek itu tetap menunjukkan dominasi yang kuat. Kassandra bangkit dari jatuhnya lalu menumpukan kedua kakinya di atas kaki Artemis. Kassandra memekik kencang saat kaki Artemis bergetar dan ia nyaris jatuh lagi. Tapi Artemis langsung menangkap sigap kedua tangan pacarnya itu.
Kedua pipi Kassandra merona hebat. Dari jarak yang lumayan dekat itu, ia bisa mendengar jelas suara nafas Artemis dan wajah cewek itu yang selalu terlihat manis dalam kondisi apa pun. Kassandra akui, meski memiliki tinggi badan yang tidak lebih dari 160 cm, tubuh pacarnya itu kuat. Sudah nyaris terhitung lima menit keduanya berada di posisi Kassandra yang bertumpu di atas Artemis.
"Aku gerak ya?"
"H-hah?"
Belum sempat Kassandra mencerna, Artemis perlahan-lahan mulai menurunkan kedua tangan dan kedua kakinya. Sampai wajahnya dan wajah Artemis berjarak kurang dari sejengkal. Kassandra sampai harus menahan nafas dan melihat ke arah lain saat Artemis menurunkan tubuhnya.
"Hah...lumayan," Artemis melenguh pelan. Cewek itu mulai menaik-turunkan Kassandra dengan kecepatan medium. "Lu-lumayan apanya?" Kassandra merutuki dirinya karena bicara gagap. Dia takut Artemis akan menyadari kalau sesekali ia menghirup wangi tubuh Artemis yang beraroma peppermint. "Kenapa dia nggak bau sih?!" Kassandra lagi-lagi membuang muka saat kedua mata Artemis menatapnya intens.
"Eh, Keys,"
"Apa?"
"Udah berapa kali ya aku naik-turunin kamu ya?"
"Mana aku tau!"
Artemis menghela nafas lemah "Ah! Capek!" Artemis langsung menjatuhkan tubuh Kassandra di atas tubuhnya. Alhasil gadis yang berada di atasnya itu berteriak ketakutan dan tidak berhenti mengomel saat dirinya sudah menindih tubuh sang pacar. "Bilang-bilang dulu kalau udahan!!" Kassandra mengangkat wajahnya lalu terdiam melihat Artemis yang memejamkan mata. Nampaknya sangat kelelahan, dan lagi udara sore itu bisa dibilang sangat menyejukan. Kassandra mencubit pipi chubby Artemis hingga yang dicubit mengeluh kesakitan. "Jangan tidur disini! Ayo, mandi dulu, baru tidur," Kassandra sudah berdiri dan menarik kedua tangan Artemis sampai cewek itu terduduk di matras. Kedua mata Artemis masih terpejam, hal itu mengundang kekehan keluar dari mulut Kassandra.
"Nggak usah sok imut! Buruan bangun!" Kassandra kembali menarik tangan Artemis. Artemis menyambut uluran tangan Kassandra lalu berdiri hingga wajah mereka sejajar. Kassandra menahan tawa karena baru saja melirik kedua kaki Artemis yang berjinijit ketika berdiri sekarang. "Aku memang imut," Artemis tersenyum sangat manis dengan kedua mata yang membentuk bulan sabit.
"Iya, iya, ayo mandi!"
"Mandi bareng?"
"Mau?"
Artemis yang sedang menggulung matrasnya menoleh cepat "Boleh?"
Kassandra nyengir "Nggak!"
"Ngapain nawarin tadi?!"
Sisa-sisa liburan akhir semesternya memang membosankan. Tapi keberadaan Artemis membuat liburannya bermakna. Kassandra selalu tersipu mengingat Artemis menolak ajakan liburan dari Eli dan teman-temannya di kelas demi menemani Kassandra.
***
"Kamu mau hadiah apa?" tanya Artemis saat mereka sedang makan malam dengan para pelayan dan bawahan De Rucci. Kassandra jadi malu sendiri karena beberapa orang di meja makan itu menatap keduanya bergantian dengan senyum menggoda hubungan keduanya sekarang. "Masih lama..."
"Dua hari lagi kan," Artemis menyela sambil menggigit lidah sapinya. Kassandra berpikir keras mengenaik hadiah ulang tahunnya.
"Bamboo House!" putus cewek itu akhirnya. Di otaknya baru saja terlintas postingan salah satu teman sekelasnya yang sedang liburan ke Bali. Artemis menatap datar kekasihnya "Tempo hari kan baru menginap di Pulo Cinta, lagian kita udah sering ke Bali,"
"Sering apanya? Aku baru sekali ke Bali!"
"Oh iya, hm..." Artemis mengambil ponselnya lalu memandangi benda pipih itu sebentar sebelum kembali menatap Kassandra "Ke Katingan dulu ya, habis itu baru ke Bali,"
"Katingan? Dimana itu?"
"Kalimantan Tengah,"
Kedua mata Kassandra berbinar mendengar nama tempat baru. Kassandra mengangguk semangat. Dia memang jarang bepergian dari satu pulau ke pulau lain di Indonesia. Selama ini mendiang keluarganya selalu mengajak liburan ke luar negeri, jadilah sekarang ia tidak tahu-menahu tentang Indonesia, tanah kelahirannya sendiri.
Usai makan malam, Kassandra membawa beberapa piring kotor ke dapur untuk dicuci para pelayan. "Ah non, biar kami saja yang cuci," ujar Ina, wanita paruh baya yang merupakan kepala pelayan di rumah itu. Kassandra memang tidak mencuci peralatan makan tetapi dia turut membantu membilas saat piring-piring dan gelas selesai dicuci. Setiap harinya juga begitu, ia jadi teringat saat dulu Kevin suka mendorongnya menjauh dari dapur agar tidak membantu pelayan mereka membereskan peralatan sisa makan mereka. Hati gadis remaja itu merasa sendu. Ia akhirnya setuju dengan pendapat sepupunya mengenai mendiang keluarganya yang berubah drastis. Yang tadinya suka menolong, menjadi pilih-pilih teman yang kaya. Yang awalnya suka mandiri, jadi semena-mena dengan orang yang berstatus sedikit di bawah mereka.
Tanpa keluarganya sadari, harta dan tahta mengubah kualitas diri mereka masing-masing. Kassandra bersyukur dia masih hidup dan bisa memperbaiki sikapnya yang hampir menyerempet sombong itu.
"Kamu mengingatkan saya dengan nyonya Vanya dan tuan Even," Ina berujar lembut sembari merenung di tengah kegiatannya mencuci gelas-gelas kaca di wastafel "Hanya mereka menantu-menantu yang baik dan bisa di andalkan,"
"Sayang sekali tuan dan nyonya besar masih mempermasalahkan status sosial dan orientasi seksual orang lain," celetuk salah satu pelayan muda, Toni, pelayan laki-laki yang sedang mengeringkan piring-piring yang basah. "Kasihan sekali anak, cucu, dan cicitnya" sambung Toni yang ditimpali Mei, pelayan perempuan yang sedang memotong-motong buah apel "menderita karena kekolotan golongan tua,"
"Termasuk aku?" Ina melirik tajam dua pelayan yang mengoceh sedari tadi. Baik Toni dan Mei hanya bisa nyengir gugup "Jelas beda dong! Madam itu panutan kita karena berani berpendapat setiap ada kasus besar!" Toni buru-buru menyahut, "Madam punya peran penting dalam memihak menantu-menantu idaman itu!" sambung Mei. Ina mendengus pura-pura kesal, hal itu mengundang tawa kecil Kassandra.
"Kita hargai saja tradisi yang udah ada sejak lama itu," Ina menengahi sekaligus menutup percakapan singkat tentang keluarga De Rucci. Saat para pelayan mulai berhamburan keluar, ada yang menyiapkan dessert, ada juga yang kembali ke kamarnya masing-masing.
"Bu Ina," panggil Kassandra saat Ina hampir saja memasuki lorong menuju kamar-kamar pelayan. Kepala pelayan itu menoleh dan bertanya apa ada yang diperlukan Kassandra. Kassandra tersenyum lalu menggeleng pelan sebelum bertanya dengan suara pelan "Apa ibu tau siapa ibu kandung Kyle?"
Ina tampak terkejut beberapa detik sebelum kembali memasang wajah setenang mungkin. Meski Kassandra masih melihat gurat kesedihan di wajah wanita yang hampir berusia 50 tahun itu. "Saya nggak sengaja dengar omongan Art dan Kyle waktu mereka berantem tempo hari, dan Art waktu itu teriak, kalau Kyle aja nggak tau siapa anak kandungnya, saya pikir Kyle itu anak bawaan dari tante Rachel,"
"Tuan Kyle bukan anak bawaan," Ina berujar setelah terdiam cukup lama lalu melanjutkan dengan nada suara berat, enggan membuka satu lagi rahasia besar De Rucci, tapi Ina percaya Kassandra adalah anak yang baik karena itulah Artemis tunduk dengannya
"Dia anak kandung tuan Robert dan..."
***
Kassandra bergerak-gerak gelisah di dalam selimutnya. Sudah mau tengah malam, tapi Artemis masih belum kembali dari ruang kerjanya. Selain itu, Kassandra juga ingin membicarakan persoalan status Kyle dengan pacarnya itu. Pokoknya pendapat gue harus diterima! batin Kassandra.
Bosan menunggu, Kassandra memuka ponselnya dan menghela nafas berat melihat puluhan notifikasi pesan masuk dari Kiara. Akhir-akhir ini cewek itu jadi lebih agresif dari biasanya. Dan jujur saja, Kassandra jadi lebih takut, melebihi rasa takutnya dulu saat mengetahui Artemis adalah bos mafia.
Kassandra nyaris menjatuhkan ponselnya saat tiba-tiba sebuah panggilan masuk dari aplikasi LINE-nya. Dari Kiara. Tanpa menunggu lama Kassandra langsung mengangkat panggilan itu. Suara bass Kiara menyapanya hangat dari seberang, seperti biasa.
"Hai, Keys!"
"Hm, hai"
"Udah lama ya,"
"Iya," sejujurnya Kassandra sudah tidak peduli lagi dengan lama atau tidaknya ia berkomunikasi dengan cewek itu. Respect-nya otomatis menghilang semenjak Kiara menolak pernyataan cintanya keras-keras, di depan semua orang di cafe.
"Tanggal 14 jalan yuk, sekalian rayakan ulang tahun lo,"