Seorang gadis cantik masih terlelap dalam tidurnya. Bermimpi bertemu seorang pangeran berkuda putih, tapi hilang saat alarm-nya berbunyi membangunkannya. Matanya terasa sangat berat dan kaku seolah sulit sekali untuk dibuka. Meski begitu, dia tetap mengumpulkan niat dan tekad, lalu bangun dari tidurnya. Gadis itu, Theresa, segera masuk ke kamar mandi untuk bersiap-siap.
Theresa menolak berpakaian glamour—meskipun isi di lemarinya hanya terdiri dari pakaian branded yang sifatnya limited edition—dia hanya mengambil kemeja berwarna putih, dipadukan dengan wrap skirt berwarna hitam. Kemudian, ditutup dengan blazer berwarna hitam.
Theresa adalah seorang gadis cantik dengan rambut panjang sepinggang, bibir mungil, mata bulat, hidung mancung. Tidak cukup fisik yang menawan, dia juga dibekali kepintaran di atas rata-rata. Selain fisik dan kepintaran yang menakjubkan, dia dibesarkan dalam keluarga terpandang dengan kekayaan yang tidak akan habis, bahkan sampai tujuh turunan. Sebagai tambahan, dia baru saja menyelesaikan pendidikan tingginya di Harvard University.
Setelah puas dengan penampilannya, dia bergabung di meja makan bersama kedua orang tuanya untuk sarapan bersama seperti biasa.
"Kenapa lama banget, Theresa? Kamu gatau sekarang jam berapa?" omel Rina.
Theresa melirik jam yang ada di pergelangan tangannya. "Jam 7.00. Lagian aku kan pemilik perusahaannya, gapapa dong."
"Iya, santai aja, Ma. Lagian kantor sejak kapan punya jam ketat untuk pemiliknya?" bela Kent setelah mengunyah rotinya.
Rina berdecak, "Bukannya dinasehatin, malah dibelain."
"Idih, jealous ya gara-gara aku yang dibelain Papa," ejek Theresa sambil mengambil roti yang sudah diolesi selai strawberry oleh Rina.
"Ngapain juga, kayak gada kerjaan aja."
"Udah tua, masih gengsian," ejek Kent.
"Kamu ngomong sekali lagi, tidur di luar ya nanti malam," ancam Rina.