Arthur

Fiona C.
Chapter #2

Arthur | 2

Jam menunjukkan pukul 1 siang, yang berarti jam istirahat. Theresa segera merapikan mejanya yang sudah cukup berantakan dengan beberapa berkas yang harus ditandatanganinya.

"Sis, udah waktunya makan siang. Yuk," ajak Theresa kepada Siska, sekretarisnya.

Siska sewaktu SMA adalah sahabat baik Theresa. Kebetulan sekali Siska ternyata bekerja di perusahaannya, maka dengan senang hati, Theresa mengangkat Siska sebagai sekretaris. Lagipupa kinerjanya selama ini bagus sekali.

"Duluan aja, Sa."

Selain kinerja kerjanya bagus, Theresa juga senang dengan sikap Siska. Dia selalu pandai memposisikan dirinya dengan baik. Jika di tempat kerja, mereka akan berinteraksi selayaknya. Sebaliknya, di luar pekerjaan, mereka sangat akrab, bahkan bisa dibilang seperti saudara kandung.

Theresa turun lebih dulu ke lantai bawah untuk makan. Sesampainya di lantai bawah, dia disambut oleh Nico dengan tampang menyebalkannya. "What a coincidence!" katanya heboh.

"Mau apalagi kamu?" tanya Theresa sambil memutar matanya malas.

"Mau apa ya? Mau kenalan sama kamu yang ga kenal takut ini. Boleh?"

Theresa menggeleng. "Saya ga punya waktu. Saya mau makan."

"Kebetulan saya juga mau makan. Mari makan bersama."

"Tidak. Saya punya teman makan."

Nico mengedarkan pandangannya. "Siapa? Semua punya teman makannya. Kecuali kamu dan saya yang berdiri di sini."

Theresa jengah. Akhirnya, dia langsung pergi tanpa repot-repot menjawab pernyataan dari Nico. Dia ikut mengantri bersama karyawan lainnya. Sampai pada gilirannya, dia menyadari bahwa memang pekerjanya sangat berantakan. Sepertinya setelah ada pelantikan resmi dari ayahnya, dia akan mengumpulkan seluruh karyawan dan mendidik kembali satu per satu.

"Kenapa saya ditinggal pergi begitu saja? Kalau kamu makan dengan saya, kamu tidak perlu mengantri di tempat seperti ini."

"Saya gamau. Terus kenapa?"

"Ya gapapa sih. Sayang aja, wanita secantik kamu harus menunggu di sini, hanya untuk mengantri makanan, padahal kamu bisa mendapat lebih cepat."

"Wah menyenangkan sekali hidup Anda kalau begitu. Menerima perlakuan yang berbeda dengan mudah. Memanfaatkan tampang?" ujar Theresa sambil tersenyum miring.

Theresa berjalan lebih dulu meninggalkan Nico yang entah kenapa malah ikut-ikutan mengambil makanan yang disediakan di sana. Theresa buru-buru berjalan dan secara asal-asalan memilih tempat duduk. Rupanya dia duduk tepat di hadapan seorang pria yang kelihatannya sangat misterius. Nico datang. Theresa berdeham dan mengatakan, "Ini dia teman makan siang saya. Silahkan kamu cari teman makan siang lainnya."

Mendengar itu, Nico mau tak mau pergi, daripada dihadapkan rasa malu yang luar biasa besarnya. Theresa berkata, "Maaf, saya mengatakan kamu teman makan, tanpa konfirmasi sebelumnya." Tapi, tidak ada respon sama sekali.

Theresa diam-diam melirik orang di hadapannya. Masih ada, namun fokusnya pada sebuah buku. Theresa berdeham, "Halo, apakah kamu dengar?"

Tapi tidak ada respon.

"Hello? Do you speak Indonesia?"

Tidak ada respon. Lagi.

Lihat selengkapnya