Dilanda rasa sakit akibat tamu bulanannya, Theresa disuruh istirahat saja oleh kedua orang tuanya. Maka, tugas Theresa di kantor hari ini dipegang sepenuhnya oleh ayahnya lagi. Namun, karena bosan tidak bisa melakukan aktivitas apapun, Theresa memutuskan untuk pergi ke perpustakaan pribadi milik keluarga.
Ada banyak sekali pilihan buku bacaan di perpukaan tersebut. Salah satunya adalah buku biografi milik Kartini yang akhir-akhir ini sering dibacanya. Theresa suka penulisan buku yang satu ini. Tertarik dengan pola pikir Kartini yang begitu maju pada zamannya.
Dia sangat beruntung ada Kartini di dunia ini, jika tidak, dia tidak tau bagaimana nasib wanita di zaman modern sekarang. Sedaridulu, Theresa memang hobi membaca, meskipun dikenal sebagai pembuat onar. Baginya, membaca adalah kunci dari pengetahuan-pengetahuan luar biasa di muka bumi ini. Barulah dia bisa menjadi orang yang berpikiran maju dan mampu menginspirasi orang lain.
Theresa jadi teringat kalimat Siska kemarin waktu mengejek Arthur sebagai nerd karna selalu ditemani buku di manapun dia berada. Mengingatnya membuat Theresa kesal, karena secara tidak langsung dianggap sebagai nerd juga. Kemudian Rina datang, mengembalikan kunci mobilnya.
"Lama bener, Ma, arisan sampai seminggu. Gimana hasilnya?" Sindir Theresa sambil meneeima kunci mobilnya.
"Untung banyak dong."
"Kalau gitu bagi rata ya, Ma, hasilnya."
"Enak aja! Mana boleh."
"Ih kan gantinya bensin mobilku, Ma."
Rina berdecak, "Bensin aja Mama yang isi, gaada suruh kamu isiin."
"Hehehe.. Oh iya, Ma, dulu Papa anaknya suka baca buku gitu ngga sih?"
Rina mengangguk.
"Makanya Mama bisa tertarik. Karena dulu lebih banyak anak yang nakal ketimbang suka membaca, jadi papamu keren aja gitu."
"Ooh.. Tapi sekarang kok orang yang suka baca buku gitu malah dianggap cupu ya, Ma? Nerd gitu?"
"Karna zamannya kan udah beda. Ya kamu perhatiin aja, sekarang fokusnya pada apa? Gadget kan? Jadi istilahnya baca buku udah basi banget. Toh apa-apa sekarang ada di google."
Theresa mengangguk-anggukkan kepalanya. "Iya juga sih ya. Berarti sebenarnya perkembangan teknologi makin bahaya juga ya?"
"Memang iya. Tapi, karena kita berusaha bijak, kita harus mampu bersikap selektif deh dalam menggunakannya."
"Iya, setuju!"
Keduanya keluar meninggalkan perpustakaan dan memutuskan untuk duduk di ruang keluarga sambil minum teh hangat bersama.
"Jadi gimana di kantor?"