Begitu mama membuka pintu ruangan Alena, mama sangat terkejut. "Astaga Alena!" Mama langsung menghampiri Alena dan segera memanggil dokter. Alana datang bersamaan dengan dokter, betapa terkejutnya Alana melihat Alena yang terjatuh dan mama yang menangis. Dokter meminta mama dan Alena menunggu di luar. Alena langsung ditangani dokter dan suster.
Di luar kamar, Alana dan mama menunggu dengan cemas. Mama menyalahkan Alana tentang apa yang terjadi.
"Alana, kamu engga becus jagain adik kamu. Liat sekarang kondisi adik kamu sekarang gimana? kenapa kamu ninggalin Alena?." Ucap mama dengan suara yang kencang.
"Maaf Mah, Alana cuman pergi sebentar tadi." Balas Alana.
"Alasan, sialan kamu Alana." Sepersekian detik kemudian mama langsung menampar pipi kiri Alana.
Alana meringis kesakitan dan hanya bisa menangis didalam hati. Tidak lama setelah itu papa datang menghampiri mereka. Papa langsung memeluk mama yang menangis dipelukannya.
Dokter keluar mengucapkan jika Alena harus segera di operasi karena gumpalan darah yang ada di otaknya. Mama dan Papa Alena menyetujui untuk dilakukannya tindakan operasi. Alena segera dibawa masuk ke ruang operasi.
Udara dingin menyelimuti malam yang gelap. Harapan adalah balon helium, itu adalah lentera harapan yang dipasang di langit malam yang gelap. Di depan ruang operasi. Mama, Papa dan Alena yang berharap besar operasinya berjalan lancar. Tetapi Harapan itu hampir pudar melihat dokter yang tak kunjung keluar dari ruangan yang amat dingin itu.
8 jam sudah berlalu, waktu sudah menunjukkan pukul 02.00 dini hari. Rasa kantuk terkalahkan oleh pintu ruangan operasi yang dibuka. Papa, Mama dan Alana berharap dokter memberikan jawaban yang mereka tunggu.