Juna
Juna kembali masuk ke dalam ruangan Pak Soleh setelah ia dipanggil lagi. Ia duduk di samping Arumi yang tampaknya, wajahnya berubah dari orang yang jutek menjadi sosok yang merasa bersalah setelah menceritakan kisah semalam. Pak Soleh menatap Juna, “Jun, tadi Arumi udah nyeritain soal apa yang terjadi sama kamu kemarin, apa benar?”
Juna terdiam, ia melihat ke Arumi yang juga diam dengan pasrah. Juna melihat Pak Soleh, “Benar pak, tapi…”. Pak Soleh menunggu lanjutan jawaban Juna, “Itu semua salah saya pak sebenarnya”. Arumi bingung, kenapa jadi salah dia? Kata Arumi dalam hati. “Kebetulan, waktu itu saya sedang ada acara di rumah teman yang kenal dengan Arumi. Saya bilang kalau saya satu kantor sama dia. Makanya, sebenarnya, saya sengaja untuk coba menghampiri rumahnya dan ternyata, saya datang di waktu yang kurang tepat pak, jadi, sebenarnya, ini salah saya pak, bukan Arumi ataupun Hatta”.
Pak Soleh menggeleng-geleng terkekeh-kekeh, “Ada ada saja ya masalah cinta anak jaman sekarang ya? Kalau gak cemburu, kayaknya enggak asik aja kehidupan kalian ya?” Juna tersenyum. Pak Soleh menghela nafas, “Ya sudah lah, pokoknya, apapun permasalahan kalian yang aneh itu, kalian selesai kan lah bersama-sama ya? Saya enggak mau kinerja kalian berdua turun cuma gara-gara masalah sepele kaya gini, ini masalah sepele doang loh”. Mereka berdua mengangguk.
Juna dan Arumi keluar dari ruangan Pak Soleh, jam sudah menunjukkan pukul setengah 11. Arumi melihat jamnya dengan sengaja, lalu melihat Juna, “Em…bentar lagi udah mau makan siang nih…mau aku traktir makan siang di luar nggak?”. Juna kaget, “Yakin?”. Arumi mengangguk dengan mantap, “Tenang aja, aku ada uang kok”. “Bu-bukan itu, tapi kamunya sama Hatta, yakin nggak apa-apa nih?” tanya Juna dengan hati-hati. “Tenang aja, Jun. Dia kan juga nggak tiap saat ngawasin aku” Juna mengangguk.
Mereka kembali duduk di meja nya masing-masing dan bekerja, seorang rekan kerja, Arya mendekati Juna, “Jun, ini ada laporan tambahan yang harus dikerjain” katanya. Juna mengambilnya, “Oh oke..”. Arya melihat mereka berdua, “Kalian berdua udah aman kan? Nggak kenapa-napa lagi?”. Juna melihatnya, “Ohhhh…kamu ya yang lapor kita berdua ke Pak Soleh?”. Arya tertawa kecil, “Hehe maaf ya? Enggak aja sih kalian berdua diem-dieman kaya gitu, kaya ada yang kurang aja gitu di kantor ini untuk beberapa tahun belakangan” lalu Arya pergi ke meja nya lagi dengan cepat.
Jam makan siang, Arumi berdiri, lalu ia melihat Juna yang masih sibuk dengan laporan yang tadi diberikan oleh Arya, karena suasana masih sangat canggung, Arumi masih berdiri dan melihat Juna. Juna sadar ia sedang diperhatikan, ia melihatnya, “Mungkin nanti aja ya? Soalnya masih ada yang harus dikerjain nih dari si Arya tadi”. Arumi pun duduk lagi di kursi nya, “Yaudah, aku tungguin aja kamu disini sambil denger lagu”. Juna pun mengangguk lalu dengan cepat membereskan pekerjaan nya agar Arumi tak perlu menunggu terlalu lama.
Setengah jam kemudian, Juna menyelesaikan pekerjaan nya, “Yuk” katanya. Arumi pun bergegas mematikan laptopnya dan memasukkannya ke dalam tas dengan sangat cepat. “Kelaparan banget ya ampe buru-buru gitu?”. Arumi tertawa kecil dan mengangguk. “Yaudah, yuk, sama nih juga udah laper berat nih”
Mereka berdua menaiki mobil Arumi dan sampai di sebuah warkop bernama ‘Warkop Bang Adin’ yang terletak tak jauh dari tempat mereka bekerja, “Warkop?” tanya Juna dengan kaget. “Kenapa? Cewe kaya aku ga mungkin mau makan ke warkop kaya gini?” kata Arumi. Juna tersenyum, “Aku kira kamu mau makan ke café mana lah gitu”. “Hahaha mentang-mentang di traktir yaa! Jangan salah, ini tuh warkop terbaik dan terenak di seluruh jagad raya ini!”. Juna tertawa, “Sama dengan Ayam Kremes Bu Anwar dong?”. “Oiya jelas itu! Mereka berdua ini penguasa kuliner di jagad raya ini!”