Juna
Hape Juna menunjukkan saat ini malam sudah berada pada pukul hampir setengah sepuluh malam, mereka berdua keluar dari restoran dengan keadaan Juna sudah kenyang dan Arumi mata nya tidak mengantuk karena sehabis meminum es kopi dan tentu saja semakin kenyang setelah memakan kentang goreng yang dibelikan oleh Juna.
Mereka keluar dari restoran dan berjalan menuju motor Juna yang terparkir di belakang restoran. “Mau kemana lagi nih?” tanya Juna kepada Arumi, yang ditanya berpikir sejenak, ia membuka hape nya untuk melihat jam sejenak, “Pulang aja deh” jawabnya dengan singkat. Juna berhenti sejenak, ia melihat ke Arumi, “Pulang? Pulang kemana?” tanya nya. “Ya, pulang ke rumah ku lah” jawabnya.
Juna ber-oh panjang, ia mengangguk, “ku kira, pulang hati ku”. Jawaban Juna disambut dengan tawa dan pukulan kecil yang cukup kuat dari Arumi dengan tepat sasaran mengenai punggung Juna. “Bisa aja ini si mas nya gombal, udah berasa jadi Dilan nih sekarang sejak bonceng saya pakai motor?” goda Arumi. Kini Juna yang tertawa, “Eh aku sama Dilan itu beda-beda tipis loh, jangan salah loh” katanya. “Oh ya? Apa beda nya kalian berdua?” tanya Arumi. “Hm, kalau…Dilan, itu anak bandel. Nah kalau aku, anak kantoran, hehe” Juna tertawa kecil. Arumi tersenyum mendengar candaan Juna.
“Tapi ya, menurut ku aku enggak mau sih jadi Dilan” kata Juna. “Kenapa nggak mau? Dia badboy gitu ya?” tanya Arumi. Juna mengangguk, “Menurut ku, se nakal nakalnya murid ya enggak sampai ngelawan guru gitu meski guru nya ga bener, mana ngajarin enggak sopan juga lagi sih dan mana dia belum ada KTP, enggak pakai helm, aneh kok enggak ada polisi gitu nilang dia ya?”. Arumi tertawa, “Iya juga ya? Apalagi dia di jalan raya loh itu, masa iya polisi bisa bisa nya enggak liat? Pas dia balap balapan baru polisi nangkep dia, tiba dia enggak pake helm di biarin, aneh juga ya logika nya?”. Mereka berdua tertawa.
Motor antik Juna sudah terlihat di depan mata mereka, tukang parkir masih setia duduk di samping motornya menunggu sang pemiliknya datang. Juna memasang helm ke kepala Arumi. “Aduh si abang teh romantis pisan ke si eneng nya euy, jadi pengen juga atuh jang” celetuk si tukang parkir memakai logat Sunda. Juna tertawa dan ia melihat ke tukang parkir itu, “si akang teh kalau mau kaya gini juga cari istri atuh, masa minta saya, helm saya mah cuma ada dua kang, ntar saya pakai helm yang mana dong?”. Si tukang parkir tertawa, “Istri teh ada di rumah euy, motor na yang ngga ada, jang”.
Arumi berbisik ke Juna, “Ini kamu sok-sok an pake bahasa Sunda udah persis deh kaya Dilan di Bandung sana”. Juna tertawa. Lalu ia memundurkan motornya di bantu oleh tukang parkir tadi dan ia memberikan uang dua ribu ke si tukang parkir dan pergi dari restoran itu.
Jalanan malam di kota Batam pada pukul setengah sepuluh malam ternyata masih sama seperti pada pukul 7 malam, tampaknya, pada Senin malam ini di kota ini sedang banyak manusia-manusia yang stress akan pekerjaan-pekerjaan mereka di pagi dan siang hari dan akhirnya pada malam hari butuh hiburan, keluar, entah kemana lah dan terbukti saja, sepanjang Juna membawa motornya, masih banyak mobil-mobil terparkir di pinggir jalan, memenuhi restoran dan tempat-tempat hiburan.
Pada saat motor Juna melaju kencang, ia merasakan tiba-tiba ada yang memeluk punggung nya, tentu, ini menimbulkan sedikit reflek kaget dari Juna karena sedari tadi, Arumi tak ingin melingkarkan tangannya ke pinggang Juna karena mungkin masih malu-malu atau segan, tapi kali ini, terasa hangat pelukan Arumi, apalagi ia menempelkan pipi nya yang entah sisi sebelah mana ke punggung nya Juna.
Bila digambarkan keadaan saat ini, ini persis seperti ketika Milea sedang menaiki motor nya Dilan dan saat itu sedang hujan-hujan. Milea memeluk Dilan dan menempelkan pipi nya ke Dilan agar wajahnya tak terkena hujan sama sekali. Beda nya adalah saat ini sedang tidak hujan sama sekali. Dan bila digambarkan perasaan hati nya Juna saat ini karena akhirnya ia dipeluk oleh wanita yang ia cintai saat ini, rasanya tak bisa digambarkan melalui Dilan dan Milea atau film-film lainnya, ada perasaan bahagia tak terdeskripsikan di dalam hatinya saat ini. Hati seperti sedang menari-nari gila seperti sedang ada konser EDM saking tak terdeskripsikan nya.
Lalu dari belakang, terdengar lirih suara Arumi berbisik kepada nya, ia tak mendengar suara itu sama sekali, hanya terdengar samar-samar seperti Arumi sedang menangis atau ia sedang berkata terima kasih kepadanya. Entahlah, yang jelas, ia dengar bahwa Arumi seperti sedang berbicara sambil memeluknya. Kini Juna tersenyum, malam ini sungguh, dari sebuah dompet yang ketinggalan di kantor berubah menjadi malam yang terbaik untuk dirinya.
Selang beberapa menit kemudian, Juna berhenti di pinggir jalan, Arumi yang tampaknya sedang berada di dunia nya sambil memeluk Juna kini terbuyarkan, ia melihat sekitar dan ia melihat plang besar ‘Welcome to Batam’ ada di atas bukit di belakangnya. Ia berada di pinggir jalan saat ini, bukan di rumahnya.
“Eh, kok kita berhenti disini?” tanya Arumi. “Bentar, bentar” kata Juna, lalu ia turun dan berjalan ke sebuah stan kecil di pinggir jalan yang menjual banyak barang-barang lucu. Lalu ia kembali dengan sebuah boneka jerapah dan menyerahkannya kepada Arumi, “Nih buat kamu” katanya. Arumi bersorak bahagia layaknya anak kecil yang mendapatkan permen untuk pertama kalinya, “Kok kamu tau aku suka jerapah?” tanya nya. Juna tersenyum, “Aku kan mentalist bisa dong tau isi pikiran kamu”. Arumi tertawa, “Apasih garing deh”.
Juna tersenyum, “Iya, kamu kan emang paling suka jerapah kan? Aku ingat dulu waktu ada acara Halloween di kantor, kamu malah pakai kostum jerapah, kostum nya bukan serem malah lucu. Pas ditanya sama anak-anak kantor kenapa kamu pakai kostum jerapah, kamu bilang ke mereka kalau jerapah itu tinggi, dia mampu meraih pucuk daun yang muda dan dapatkan daun terbaik. Begitu juga dengan cita-cita seorang manusia, kalau jerapah saja bisa meraih sesuatu yang tinggi, kenapa kita tidak? Itu kan kata kamu waktu di acara itu” .
Arumi mengangguk, “Iya bener, kamu masih inget ya? Hehe, padahal kamu waktu itu enggak datang deh ke acara nya. Tapi ya, bener, aku ingin jadi seperti jerapah, bukan punya leher yang panjang, tapi pengen bisa mencapai cita-cita se-tinggi mungkin, aku pengen kuliah sampai ke luar negeri, aku pengen kuliah di Jerman, meraih mimpi-mimpi ku disana, lalu pulang ke tanah air dan jadi berguna di negeri sendiri. Itu yang dari dulu aku inginkan”.
“Kamu hebat ya? Bisa punya visi masa depan se-bagus itu, aku kagum loh sama kamu” kata Juna. Mendengar pujian itu, muka Arumi berubah jadi merah, ia menjadi salah tingkah, “Ah, apasih, nggak ah biasa aja itu, biasa, toh aku juga bukan orang baik-baik juga kok” katanya sedikit meracau saking salah tingkah nya. Juna menggeleng, “Gak kok, seriusan, dari awal aku kenal kamu, aku tau kamu itu orang yang berbeda. Ada hal yang menarik dari cita-cita kamu itu”.
Keheningan malam membuat percakapan mereka bisa terdengar oleh angin-angin yang lewat disekitaran mereka. Angin-angin itu tersenyum melihat bagaimana sosok pria ini benar-benar menyukai perempuan yang saat ini sedang sibuk memperbaiki wajahnya yang memerah karena salah tingkah setelah dipuji dengan pria yang tampaknya, juga ia sukai pula saat ini. Angin tak berbohong dan ia tau itu.