ARUMI, NIGHT IS BLUE

Je Yatmoko
Chapter #19

Bab 18: Langit

Juna

Mereka sampai di sebuah gedung pencakar langit yang cukup tinggi untuk ukuran di kota Batam. “Ini tempat favorit ku” kata Juna. Mereka keluar dari mobil, Arumi menatap gedung itu sampai ke atas, “Kamu suka kemana nya, Jun?” tanya nya. Juna menunjuk ke atas, “Ke atas nya, ke atapnya” jawabnya. “Gimana cara kita masuknya?” kata Arumi. “Gampang, ikutin aku aja” katanya.

Juna berjalan ke depan pintu dan ada seorang satpam di depannya, satpam itu melihat Juna, “Ehhh Juna! Apa kabar? Udah lama banget loh kamu enggak kesini. Terakhir itu waktu…” si satpam itu berusaha berpikir sejenak, “Hm, udah lupa sih, aku kira kamu udah mati loh, Jun. Hahahahah” si satpam itu tergelak tawa. Lalu ia melihat di belakang Juna ada seorang perempuan, “Siapa nih?” tanya si satpam. “Arumi, aku mau bawa dia ke atas, boleh?” tanya Juna, si satpam mengangguk, ia memberikan kunci nya ke Juna, “Nanti balikin lagi ya?”. Juna mengacungkan jempol, mereka masuk ke dalam gedung.

“Kok kamu bisa dikasih kunci nya kaya gitu aja? Tanpa ada pemeriksaan apa-apa?” tanya Arumi. “Namanya mas Mukhlis, dia itu dulu tetangga ku. Tapi sekarang udah pindah” jawab Juna dengan santai sambil berjalan ke lift. “Ya, tapi kok bisa masuk kesini gitu aja?” tanya nya lagi. “Dulu, mas Mukhlis pas masih bujangan, dia itu pengangguran, keluarga ku dulu sering ngebantu dia macem-macem dan bahkan yang masukin dia jadi satpam ini almarhum papa ku karena dulu gedung ini tempat papa ku kerja. Jadi ya, yaudah, dibolehin lah aku masuk sama dia ke atas kalau aku mau”.

Juna memencet tombol naik dan pintu lift terbuka, “tempat diatas itu dulu tempat favorit ku sama almarhum ayahku, waktu aku masih kecil sampai udah agak gede, ayah paling senang ngajakin aku untuk sekedar duduk duduk liat kota Batam dari atas gedung. Jadi semacam tempat liburan lah dan orang-orang di kantor ini juga udah kenal sama aku dari kecil, makanya aku dibolehin naik ke atas”. “Terus, kenapa kamu enggak kerja disini aja?” tanya Arumi. Juna menggeleng, “tempat ini cukup jadi tempat penuh kenangan aja dan aku enggak mau mengenang hal-hal sedih kaya gini tiap hari, bayangin aja, aku kerja disini, ingat almarhum ayah, bukannya kerja, nangis mulu tiap hari ntar”. Arumi tertawa.

Mereka sampai di lantai atas, pintu lift terbuka dan terlihat lah pemandangan kota Batam yang begitu indah pada malam hari yang begitu menakjubkan sekalli. “Selamat datang di sisi lain dari kota Batam” kata Juna. Arumi keluar dari lift dan melihat kota Batam dari atas sini dengan sangat terpukau sekali. “Ini keren banget, Jun” puji nya. “Sama-sama” katanya.

Juna langsung duduk di tepian gedung, Arumi masih berdiri dari kejauhan, ia seperti takut, Juna melihatnya, “Udah gak apa-apa, aman kok, enggak pernah ada yang mati selama duduk disini”. Arumi masih menggeleng, ia masih takut. Juna tersenyum, “Tenang aja, gak akan di dorong kok. Ayolah sini, enggak akan rugi duduk disini, asli ini keren banget loh pemandangannya kalau kamu duduk di tepian ini”. Arumi masih menggeleng. Juna berdiri dan berjalan kepadanya, ia mengamit tangan Arumi dengan lembut dan perlahan, lalu ia menuntun Arumi duduk pelan-pelan di tepian gedung ini.

Arumi pun duduk di tepian gedung sambil menutup matanya karena ia masih sangat takut, napas nya satu dua perlahan berhembus, “Hey, udah dong, ayo buka mata nya, ga asik kalau kamu tutup mata gitu, ayo dong buka mata nya, asli enggak bakalan rugi deh!” kata Juna sambil kembali meyakinkan Arumi.

Mata Arumi perlahan-lahan terbuka dan terlihat pemandangan terindah dari kota Batam yang begitu indah dari atas sini. Lampu-lampu kota yang sangat indah menghiasi berbagai bangunan-bangunan kecil yang ada dibawah, Arumi melihat sekitarnya dan ia tersenyum, “Bener kamu, Jun. Ini indah banget. Ternyata, Batam jika kita liat dari sudut pandang yang berbeda, bisa memberikan pemandangan yang berbeda juga. Ini, ini indah banget, seumur hidup aku tinggal di Batam, baru kali ini menemukan pemandangan se-cantik ini”. Arumi menoleh ke Juna, “Makasih ya” lirih nya. Juna mengangguk.

“Aku dulu sering kesini menyendiri, kadang kalo lagi suntuk ya kesini lah, liat-liat keindanhan kota Batam. Cuma liat-liat gini doang bisa ngilangin suntuk loh dan kalo lagi butuh inspirasi untuk jalanin hidup ya aku suka kesini. Bahkan ketika aku merasa nasib ku kurang beruntung dalam hidup ini, aku suka merenung berdiam diri, duduk di atas sini, sendirian” kata Juna dengan pelan.

Arumi mengangguk setuju, “Meski aku baru pertama kali kesini, jujur aja, aku udah ngerasa ini tempat yang nyaman banget. Udara malam yang dingin benar-benar mendukung supaya kita jadi merasa lebih tenang. Ternyata, cantik juga ya kota kita ini di malam hari? Sampai gak bosan aku puji-puji terus berkali-kali”. Juna tersenyum, “Setidaknya, sekarang aku senang, aku enggak sendiri lagi. Ada kamu yang mau dengerin aku berbicara dan mencurahkan perasaan, meskipun suasana hatiku jadi campur aduk antara bahagia dan sedih diatas sini”. Arumi menatap Juna dengan tatapan bingung, “Kenapa sedih? Bukannya malam ini milik kita? Tonight, we own the night, Jun. Kita malam ini udah senang-senang dan ketawa-ketawa, terus kenapa harus sedih?.

Lihat selengkapnya