Kolom komentar website rumahmentari.com siang itu mulai memanas. Semua berawal dari resensi buku kontroversial Abdurahman Niske, “Dan Akupun Menggugat” dengan sub judul “Relativitas Teorita Nilai-Nilai Agama, antara Norma dengan Fakta” yang ditulis oleh Andrian Manangsang seorang editor kenamaan. Ziya yang sudah sangat familiar dengan panasnya aroma perdebatan di web itu kembali “gatal” untuk berkomentar. Dirinya sebagai seorang ustadz merasa ditantang untuk meluruskan apapun yang menurut keyakinannya salah bahkan sesat.
Muhammad Ziya Kholilullah pada September 2019 pukul 13.05 berkata:
Salam ...to the point , duhai penulis buku yang saya hormati, Saudara, Bapak, Om Abdurahman Niske..entahlah...toh anda bersembunyi dibalik nama samaran. Maaf...buat saya itu sebuah kepengecutan. Kalau memang Anda yakin dengan kebenaran Anda kenapa harus sembunyi, tampakanlah...beri kami pencerahan. Tapi ..itu juga kalau Anda benar. Kalau Anda berada dalam kesesatan, mungkin memang lebih baik Anda bersembunyi saja dibalik gunung kesesatan Anda.
Abdurahman Niske pada September 2019 pukul 13.15 berkata:
Salam...to the point, duhai ustadz yang saya muliakan, tak perlulah membahas hal yang tidak esensial. Toh foto wajah asli Anda juga tak nampak disini. Mari diskusi hal yang esensial. Bila ada yang mau anda bantah...monggo..?
Andrian Manangsang pada September 2019 pukul 1318 berkata:
Asyik...si penulis sudah nongol langsung...bapak ustadz kita dah komen. Gue...duduk manis ah...sambil seruput kopi...nonton debat seru lagi...hayoo yang lain kita simba...simak bareng-bareng...
Puritan pada September 2019 pukul 13.20 berkata:
Se7 om...tapi jangan mulai dulu blom siapin kopi neh...airnya blom mateng...he..he..
ManggalaPutra pada September 2019 pukul 13.22 berkata:
Ashiaappp...isi quota dulu...gue ga ngopi...tadi tukang bajigur lewat...uy...uy...seruput dulu ah...sok ah...cekidot!!
Muhammad Ziya Kholilullah pada September 2019 pukul 13.25 berkata:
Baiklah kalo begitu, saya awali dengan satu pertanyaan. Dalam tulisan Anda ada paragraf yang menyatakan bahwa banyak nilai-nilai agama yang sudah tidak relevan lagi dengan tuntutan zaman, boleh disebutkan beberapa...or satu aja contoh?
Abdurahman Niske pada September 2019 pukul 13.35 berkata:
Terimakasih pak ustadz atas pertanyaannya. Sebelum menjawab..izinkan saya mengulas dan mengafirmasi sedikit tentang pemikiran Comte. Comte bilang semakin modern suatu peradaban, maka perlahan segala pemikiran yang mengandung unsur mistis, takhayul, bahkan agama sekalipun akan digantikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan oleh manusia. Pandangan Comte ini banyak diafirmasi oleh para ahli lain setelahnya yang mengatakan bahwa agama perlahan-lahan akan semakin kehilangan relevansinya dan akan ditinggalkan oleh manusia secara keseluruhan.
Jadi, bukan hanya agama tetapi pemikiran apa saja, isme atau grand narasi apa saja akan kehilangan relevansinya bila para penganutnya tidak melakukan penafsiran ulang atas teks-teks suci mereka.
Satu contoh yang gamblang, masalah bias gender. Mau tidak mau hampir semua agama dengan teks sucinya merefleksikan bias gender. Perempuan selalu menempati anak tangga terbawah dalam hierarki kehidupan manusia. Suka atau tidak, diakui atau tidak...itulah faktanya. Contoh lain misalnya agama anti pluralisme, padahal pluralisme itu sunatullah. Contoh lagi...truth claim, senjata utamanya kaum agamawan itupun sudah tidak lagi relevan dengan kebutuhan dan realita kehidupan kita sebagai warga bumi yang secara faktual berbeda-beda ras dan keyakinan.
``
Muhammad Ziya Kholilullah pada September 2019 pukul 13.50 berkata:
Oh...jadi referensinya Comte toh...sebenernya ga masalah sih, Anda mau nyender ke siapa tapi mestinya anda objektif untuk juga mencoba membaca referensi lain bahkan mencari referensi yang lebih valid. Saya kasih contoh, karena masalah yang kita bicarakan adalah masalah agama, maka carilah referensi dari orang yang menguasai ilmu agama. Anda pasti kenal DR Quraish Shihab, seorang pakar keislaman yang mumpuni. Beliau pernah membuat sebuah video “Islam Segala Zaman”. Islam itu akan selalu relevan di setiap perubahan zaman.
Abdurahman Niske pada September 2019 pukul 14.05 berkata:
Saya seneng Ustadz mengutip DR Quraish Shihab, Alhamdulillah saya juga sudah nonton videonya. Justru dari video itu bisa kita tarik simpulan bahwa untuk menjaga nilai relevansinya, Islam harus “berubah”. Agar jargon “Islam Segala Zaman” bisa tetap eksis, dia harus melakukan refleksi kritis atas teks-teks sucinya alias Al Quran. Bila itu tidak dilakukan maka nasib Islam sebagai sebuah entitas sosial akan tinggal nama, sama seperti agama atau isme-isme lain yang pernah ada dalam kehidupan ini. Para “essensialis” seperti ustadzlah yang mungkin jadi penghalang terhadap arus perubahan itu. (maaf)
Muhammad Ziya Kholilullah pada September 2019 pukul 14.12 berkata:
Ok saya mulai faham jalan pikiran Anda. Intinya Anda ingin mengatakan bahwa Islam tidak relevan bila penganutnya tidak melakukan penafsiran ulang terhadap nilai-nilai yang selama ini sudah mereka yakini, begitu kan? Nah...bagi saya justru disitulah letak istimewanya Islam. Islam adalah agama yang sangat menghargai ilmu pengetahuan, bahkan Islam mendorong umatnya untuk bersikap kritis dengan menggunakan ilmu pengetahuan sebagai pisaunya. Jadi apa yang sudah dilakukan oleh para ulama dengan menafsir ulang penafsiran mereka terhadap Al Quran justru untuk menunjukan bahwa Al Quran akan selalu relevan untuk setiap zaman.
Lagian jangan terlalu pesimistis begitu lah. Yang bilang agama bakal menghilang dari muka bumi itu kan Weber, Durkheim, Comte, dan Luckmann, Anda baca juga dong kelompok optimistik kaya Berger, Rodney Stark, atau Cassanova yang justru optimistis agama-agama akan bangkit. Lah...sekelas Mas Gunawan Muhammad aja bilang agama itu punya sembilan nyawa, jadi percayalah agama tidak akan pernah mati.
Saya justru sangat optimis, terutama untuk perkembangan Islam. Coba Mas Niske baca hasil risetnya para peneliti demografi di Pew Research Center yang mencoba mereka-reka seperti apa wujud keberagamaan warga dunia pada 2070. Hasilnya sungguh menarik. Populasi Muslim, misalnya, diperkirakan akan tumbuh dua kali lebih cepat pada seluruh populasi di dunia antara hari ini hingga 2050.
Oh ya...saya memang seorang essensialis, dan saya bangga dengan sebutan itu. Ada masalah mas bro?