"Jodoh?"
🍁🍃🍂
Kata Maria dalam film "Ayat-Ayat Cinta", Mesir dan sungai Nil adalah jodoh. Mesir bukanlah Mesir jika tanpa sungai Nil. Begitu pula sungai Nil bukanlah sungai Nil jika tanpa Mesir.
Konon, jodoh seseorang telah ditentukan sejak 50.000 tahun sebelum manusia itu sendiri dilahirkan ke dunia.
Jodoh artinya seseorang yang sudah dipasangkan sesuai apa yang tertulis di buku langit. Lauh Mahfud nama buku langit tersebut.
Jodoh itu takdir. Asiyah yang ahli surga berjodoh dengan Firaun yang ahli neraka. Adam terpisah ratusan tahun dengan Hawa atas kesalahannya di surga. Namun karena mereka sudah disuratkan berjodoh, mereka tersatukan kembali setelah sekian ratus tahun lamanya terpisah. Yusuf juga mana mungkin mau beristri dengan Zulaikah yang pernah mengajaknya berzina? Tetapi, karena Zulaikah mau beriman dan bertaubat, dan karena memang sudah ditakdirkan berjodoh, mereka pun disatukan kembali di bawah naungan cinta Allah, Sang Maha Cinta itu sendiri.
Dalam pelukan gelap, malam yang hanya melirihkan kebekuan. Kehangatan hanyalah lagu-lagu serangga yang kuputar berulang-ulang. Lantai dua rumahku senyap. Surti telah pulas sejak beberapa menit lalu di kamar lantai bawah. Ibu dan nenek pastinya beristirahat di rumahnya sendiri yang letaknya tak jauh dari warung kami. Sementara, demi keamanan, aku menyewa scurity outsourshing yang menjagaku setiap malam di pos depan.
Kehangatan dari sesosok "pangeran muda" betapa amat kurindukan. Aku merapal harapan di antara bekunya udara sebelum mimpi-mimpi buruk kembali datang. Mimpi hantu Londo, juga mimpi bertemu satu perempuan berjilbab yang satu fotonya kusimpan dalam galery itu. Aku mengemis belas kasih Tuhan. Minta kepada-Nya semoga Mas Iqbal bisa menjadi lelaki semacam pangeran yang bukan cuma ada di istana dongeng. Kemudian, kami saling tukar menukar cinta dan lalu atas hangatnya cinta kami berdua, kami dikaruniai buah hati yang lucu-lucu.
"Ya Allah, ya Tuhanku, Tuhan yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana," desirku kepada Sang Pencipta. Desir yang bernada cukup sesak dalam butiran tasbih yang kuuntai perlahan. Muncul ide, sepertinya, aku juga harus meniru akting aktor dalam film "Doa yang Mengancam." Apakah aku harus mengancam Tuhan supaya Dia mau menuruti semua doaku? Atau justru Tuhan akan menertawai kebodohanku?
"Kamu nggak boleh suudzon sama Allah. Dia itu sesuai dengan prasangka hamba-Nya. Kalau kamu pesimis pada-Nya, yah Allah pasti enggan mengabulkan doamu. Tetapi, kalau kamu yakin pada Allah, insya Allah apa pun yang kamu minta, pasti akan Dia berikan. Percayalah, hidup itu sebenarnya simpel. Usaha, berdoa, dan tawakal." Nasihat Mak Iyam ketua pengajian yang sudah kuanggap guru spiritualku.
"Saya punya ponakan, mereka sudah menikah sekitar 12 tahun lamanya. Dan mereka tetap harmonis saja walau belum dikaruniai anak," cerita Mak Iyam waktu itu di ruang tamu rumahku.
"Hah! 12 tahun? Siapa yang mandul, Mak?" tanyaku sangat penasaran.
"Kabar-kabarnya sih karena suaminya empoten."
"Empoten gimana, Mak? Impotensi mungkin maksudnya?"
"Iya, begitulah pokoknya, Sekar."
"Oalaaa."
Roll proyektor di sebuah bioskop dihentikan sejenak oleh lirik lagu Sunny Sunny by BCL. Lagu lama tetapi masih nyaman dinikmati itu memakan bayangan wajah Mak Iyam di sudut memoriku. Aku baru teringat, kalau ternyata Mak Iyam sudah tidak ada umurnya sekitar 40 hari yang lalu lantaran terkena penyakit kanker serviks. Kondisi badannya makin hari makin menyisakan tulang belulangnya saja. Dan akhirnya, wafatlah Mak Iyam secara menggenaskan dalam kondisi si suami kabur bersama istri keduanya. Ah, nahas sekali nasib Mak Iyam.
"Alfaaatihah," desisku sambil mengusap muka pelan.
Makin malam makin sepi saja. Udara bagai es di kota Batu terasa merayapi kaki. Sepertinya, aku butuh kehangatan lain. Susu kental manis plus ketan keju sepertinya menjadi pilihan terbaik pembakar moodku malam ini.
3245
Aku tekan tombol extension kamar Surti. Kamar bernuansa putih ini kulengkapi dengan sebuah pesawat telepon yang terhubung secara interlokal ke seluruh cabang Warung Pecel Bu Ayu, rumah Ibu, juga termasuk terkoneksi ke pos scurity depan untuk memudahkan komunikasi, atau buat jaga-jaga kalau ada hal bahaya datang.
"Keluar, yuk!"
"Keluar? Mau ke mana?"
"Temenin aku ke Pos Ketan Legenda."
"Kapan?"
"Tahun depan! Yah, sekarang lah."