Arwah Cinta Van der Ham

Ikhwanus Sobirin
Chapter #21

Surga Kecil Menjadi Neraka

"Surga kecil yang sebenarnya neraka besar."

🍁🍃🍂

Kepalaku seperti meledak. Keningku pening sekali. Isi perut mungkin seperti kapal pecah. Menunggu Surti, lama sekali datangnya. Keinginanku saat ini hanya satu; segera menenggak air kelapa muda dan menyerut daging kenyalnya ke dalam mulut.

"Sur! Lama banget sih kamu?!" kesalku seorang diri di meja makan sebelah dapur. Suasana rumah seperti biasa, sepi. Sejak lambung meremas-remas tadi, dan tak satu pun isinya keluar, dua jam sudah aku seperti orang gila. Menekuri meja kosong dengan tatapan melompong. Yang ada di pelupuk mata hanyalah buah kelapa muda berukuran besar berwarna hijau segar.

Gelisah. Dua jam lebih aku mematung diri. Tanpa arti. Ah, entah mengapa aku bisa seperti ini?

Apakah aku sedang mengalami gejala ngidam? Ah, Ke mana sajakah diriku baru siuman dari lamunan panjang ini? Lamunan panjang bak gerbong kereta api yang makin lama makin mendekati stasiun tujuan.

"My God! Apakah benar perutku telah berisi?! Oh, tidak mungkin! Tidak mungkin! Ini hanyalah mimpi. Ini hanyalah khayalanku belaka. Kalau pun gua yang aku anggap suci dihuni oleh segumpal calon bayi belum bernyawa, aku harus segera putuskan melenyapkan sebelum roh ditiup datang. Aku tidak mau menggendong buah hati dari sebuah hubungan gelap."

Hah! Buah hati dari hubungan gelap?!

Yah, bagaimana bisa benihku sendiri kunamai begitu? Bukankah Mas Iqbal adalah suami sahku? Barangkali, janin ini memang murni dari hasratnya yang suci?

Tetapi, cerita sesungguhnya pasti berbeda dari yang orang lain kira. Aku sendirilah yang tahu persis bagaimana realita di atas lapang ranjang ketika sedang bersama Mas Iqbal. Hal-hal yang seharusnya berjalan semestinya, namun tak pernah sesuai dengan ekspektasinya.

Sebuah pusaka kering usang tak pernah menghadiahkan kegagahannya, dia malah tak berdaya. Pancaran kejantanan pun tak pernah kutadah. Lantas, kalau pun aku benar-benar menyimpan satu biji di perut, biji siapakah di dalamku ini? Seonggok daging berasal dari manakah?

Atau aku menerima saja sebutan sebagai perempuan sundal? Yah, aku harus mulai mengutuki diri sendiri dengan.sadar. Menyadari diri sendiri bahwa tubuhku telah berlumuran lumpur najis. Jenis lumpur ternajis di dunia. Lumpur yang dilumati ceceran berak. Aku telah snagat kotor. Sangat kotor. Aku telah membanggakan dosa maha besar.

Namun, bagaimana jadinya kalau muntah-muntah ini ternyata hanya ciri-ciri masuk angin biasa? Dan, aku telah sia-sia menghabiskan waktu dalam detak kekhawatiran?

Hm! Dari pada semakin menyesal dan suntuk memikirkan hal-hal yang belum tentu pasti, aku berinisiatif gerak keluar rumah. Memagut udara segar di antara bunga-bunga yang bermekaran warna di sepanjang jalanan. Menjangkahkan kaki jenjangku dengan sedikit membirit.

Beberapa menit di luar, kuputuskan menuju sebuah minimarket.

Kudorong pintu kacanya. Seorang kasir gegas menyambutku, mengucapkan kalimat selamat datang.

"Mbak, ada test pack?" bisikku sambil celingak-celinguk mengamati seisi minimarket mumpung tanpa ada pengunjung lain kecuali diriku seorang.

Petugas kasir berseragam biru itu akas mengambilkan produk yang kuminta. Dia pun kemudian men-scan barcode barang di depan sorotan inframerah.

"Berapa, Mbak?" Kuulurkan uang 50 ribu.

Setelah berhasil transaksi, aku segera membalik badan. Menuju balik ke rumah. Di tengah perjalanan pulang, perasaanku tiada henti terus kembali menggejolak. Antara tidak tenang dan gamang. Jika aku positif mengandung, lantas apa yang harus aku lakukan? Aborsi? Ah, ide itu muncul semenjak tadi, membuat isi ubun-ubunku makin mendidih. Dilema menyabik-nyabik pikiran. Apakah tidak semakin dosa bilamana aku kemudian lanjut menjadi pembunuh makhluk Tuhan yang bahkan Tuhan baru saja Dia ciptakan? Lalu, mengeluarkan janin secara paksa apakah juga tidak berbahaya? Aku takut seperti temanku, dia pernah menjadi kupu-kupu malam. Beberapa kali rahimnya dikuras, dan fatal. Akibat aborsi yang dia lakukan, rahimnya tidak subur lagi. Kering tak bisa disemai selamanya.

Oh Tuhan, no!

Lekas kumerasuk ke dalam kamar mandi. Mengunci pintu rapat-rapat dari dalam.

"Neng! Neng! Degannya sudah dapet, Neng!" Teriakan menghalilintar di siang bolong. Ah, si Surti sudah datang ternyata.

Lihat selengkapnya