"Kejahatan tidak akan abadi karena keabadian hanyalah untuk kebaikan. Api kejahatan akan padam, api kebenaran pasti menyala terang."
🍃🍂🍁
Kota Batu sudah sangat populer sebagai pusat wisata sejak zaman dahulu kala. Keelokan alam dan kesejukan hawanya membuat orang-orang Londo menjuluki Batu sebagai De Kleine Zwitserland. Atau lebih jelasnya mereka sebut sebagai Swiss kecil di pulau Jawa.
Peradaban kota yang kini penuh akan hunian modern umat manusia seperti rumah dan villa-villa megah, hotel-hotel berbintang, cafe-cafe, ataupun spot-spot wisata, dahulu kala adalah sebuah hutan yang lebat pepohonannya di bawah lereng gunung yang terjal. Sejarah dimulai dari titah Raja Sindok kepada Mpu Supo seorang pejabat kerajaan. Sang raja dari Kerajaan Medang itu memerintahkan Mpu Supo untuk membuatkan tempat peristirahatan keluarga kerajaan yang letaknya harus di bawah lereng gunung dengan mata air memancar segar. Dari jerih payah si mpu, akhirnya ditemukanlah mata air yang kini disebut mata air Songgoriti. Sekaligus Mpu Supo membangun candi di situ, kini dinamai candi Supo.
Kota Batu sendiri mulai resmi berpisah dengan Malang semenjak tanggal 17 Oktober 2001 silam. Walau demikian, Batu bersama kabupaten Malang, dan kota Malang tetap disebut sebagai kawasan Malang-raya. Dan orang-orang juga masih ada yang menyebut; menganggap Batu termasuk Malang. Padahal sudah berbeda otonomi maupun wilayahnya.
Seperti biasa, senja sebentar lagi akan dilibas malam. Burung-burung hutang terlihat mulai menaiki bukit-bukit di sekitar gunung Panderman sarang mereka pulang. Warung Pecel Bu Ayu sudah kukut sejak pukul satu siang tadi. Gerakan roda finansial warung yang makin waktu makin hancur, membuat waktu luangku lumayan bertambah. Wedang ronde favoritku kuseruput pelan sembari menonton lereng Panderman yang seakan dilumasi cahaya keemasan dari ufuk barat.
Sembari menikmati sisa hari, aku membayangkan seperti apa yah suasana kota Batu di masa lampau? Mungkin saja dulu masih berupa belantara atau rimba yang padat sekali akan pepohonan. Atau sana-sini mungkin masih penuh akan semak belukar. Rumahku ini dulu katanya juga bekas areal sebuah hutan angker. Sampai-sampai si Mbah Uyut sendiri sering menangkap penampakan aneh-aneh di depan rumahku. Yang katanya penampakan hantu noni, anak Belanda yang tak pakai baju, atau tentara Belanda yang berbaris dengan muka berdarah-darah. Entahlah, mungkin semua itu hasil dari rekam memori nenek sendiri di masa lalu. Secara, nenek termasuk saksi hidup di zaman sebelum negara Indonesia ini merdeka. Apalagi bayangan Van der Ham dihabisi nyawanya persis di depan sang nenek, barangkali termasuk kenangan terburuk dalam sejarah kehidupan wanita penyuka kembang turi itu.
Kutukan Van der Ham kurasa benar manjur mempengaruhi hidupku. Sampai di tanganku pun, kutukan Van der Ham begitu membekas. Kurasakan betul betapa menderitanya diriku bertengkar batin dengan suami selama 12 bulan lebih gegara suami tak bisa melayani seorang istri secara baik. Dan tentu dengan tetek bengek drama tentang diriku yang ternyata dijodohkan dengan seorang lelaki yang telah beristri.
Ah, begini amat yah jalan hidupmu, Sekar?