"Apa?!" Pria menyebalkan ini terus menguntitku, ke-ma-na pun aku pergi. Ia pasti berada tidak lebih dari 100 meter dari tempat aku berada. Aku memutar bola mataku. Sial! Bagaimana aku bisa hidup tenang dengan ini?!
Lebih menyebalkan lagi adalah, ia selalu datang seperti setan. Udara hangat akan berdesir di tengkukku, bayangannya akan melingkupiku dan tubuh tegapnya akan menjulang di belakangku.
Tanpa berkata-kata pun aku sudah tahu, ia di belakangku.
"Kau tidak seharusnya melewati jalan ini" ia beranjak, berjalan mensejajariku.
"Siapa yang jalan? Aku. Siapa yang memilih rute? Aku. Bukan karena papa memilihmu sebagai bodyguard ku, kau berhak mengatur semua yang aku lakukan!" Aku mencoba menatap matanya meskipun itu berarti aku harus mendongak. Karena demi apapun, ia seperti tiang listrik yang sangat menjulang ke atas.
"Banyak bahaya di sini" ia masih memperingatkanku.
"Persetan!" Dan beberapa langkah ke depan aku terjerembab masuk ke dalam kubangan. "Ahh!" Aku memukul air di sekitarku. Kesal. Aku yakin mahluk menyebalkan ini sedang menertawaiku kegirangan.
"Itu yang aku maksud sebagai bahaya" Ia mengulurkan tangannya padaku. Wajahnya datar, di luar dugaan. Ia tidak tertawa. Aku memberikan tanganku padanya, ia menyambutnya, menarik tubuhku perlahan dan melepaskannya. Aku kembali jatuh dengan cipratan air lebih besar.
"Damn!" Dan ia tertawa. Bukan tertawa terbahak-bahak hanya senyum lebar. Aku yakin senyum itu adalah cara dia mengejekku.
"Kalau ngga niat bantu, ngga usah memperparah keadaan" aku berdiri dan melihat seluruh tubuhku basah kuyup dengan air kubangan menjijikan.
"Yang mengulurkan tangan siapa? Aku. Yang nau nolong atau ngejatuhin siapa? Aku. Terserah aku"
Dia membalasku. Laki-laki sialan. Aku memukul nya sekuat tenaga. Ahh, sakit sekali. Ini bukan seperti tulang yang terbungkus daging. Ini seperti batu yang dipahat menjadi manusia. Aku memukulnya lebih kuat hingga tanganku nyeri.
"Kau hanya akan melukai dirimu sendiri" ia sama sekali tidak merasakan kesakitan. Sama sekali. Aku menatapnya marah, kesal, sedangkan matanya masih mengejekku.
Aku berjalan ke depan. Ku tinggalkan aja dia. Aku tidak peduli. Toh ia akan mengikutiku seperti anak ayam mengikuti ibunya.